Bagi bangsa Indonesia, burung garuda dikenal sebagai salah satu hewan penting dan bersejarah, sebab burung garuda adalah lambang negara Indonesia.
Dari banyaknya gambar yang tersebar, burung garuda selalu digambarkan memiliki tubuh berwarna emas, paruh serta sayap yang mirip burung elang, dan ukuran tubuh yang besar sampai bisa menghalangi sinar matahari.
Jika membaca sejarah, kamu pasti sudah memahami kalau burung garuda ini diceritakan memiliki beberapa simbol yang mencerminkan bangsa Indonesia.
Jumlah bulu pada masing-masing sayapnya adalah 17, kemudian ada 8 bulu ekor dan 19 bulu di pangkal ekor, serta 45 bulu pada leher, semuanya melambangkan hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 1945.
Meski dianggap sebagai salah satu sosok legendaris, ternyata masih ada sebagian besar orang yang belum mengetahui apakah burung garuda ini benar-benar nyata atau hanya sekadar hewan mitologi saja.
Pertanyaan-pertanyaan ini bisa terus bermunculan karena pada dasarnya belum pernah ada orang yang melihat burung garuda terbang di alam liar.
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), garuda diartikan sebagai burung besar pemakan daging, menyerupai elang, dan memiliki kekuatan terbang yang luar biasa.
Mengutip dari The Culture Trip, burung garuda sebenarnya bukanlah hewan asli melainkan hanya mitologi dari zaman kuno, tepatnya ada dalam epos Mahabharata yang menyebut bahwa garuda adalah makhluk setengah burung dan setengah manusia.
Dalam epos tersebut, burung garuda digambarkan memiliki sayap berwarna merah, berwajah putih, dan terlahir menjadi anak seorang pendeta bernama Resi Kasyapa.
Dengan menjadi anak seorang resi, garuda diberikan kekuatan khusus oleh para dewa sejak ia pertama kali menetas, kisah dalam epos inilah yang menjadi salah satu acuan pembuatan patung Garuda Wisnu Kencana di pulau Bali.
Meski begitu, burung garuda yang dijadikan sebagai lambang negara Indonesia tidak benar-benar mirip dengan cerita yang ada pada mitologi, bahkan cenderung lebih menyerupai elang Jawa.
Jadi dapat disimpulkan kalau burung garuda memang pernah hidup di zaman kuno atau zaman dimana belum ada peradaban modern, sebelum akhirnya punah dan kini kita hanya bisa membacanya dalam dongeng.
Menurut penggambarannya, burung garuda memiliki banyak arti atau simbol yang berbeda, diantaranya:
Menurut ajaran agama Hindu, garuda dikenal sebagai burung mitologis yang digambarkan sebagai tunggangan atau kendaraan Dewa Wisnu.
Pada kisah Mahabharata, diceritakan bahwa garuda adalah anak Resi Kasyapa dan 2 istrinya (Kadru dan Winata), karena tidak kunjung memiliki anak, sang resi memberikan 1.000 telur kepada Kadru dan 2 telur kepada Winata.
Telur milik Kadru menetas menjadi 1.000 ekor ular yang sakti sementara kedua telur milik Winata menetas belakangan dan mengeluarkan sosok garuda yang dikenal kuat dan tangguh.
Dalam ajaran agama Buddha, garuda digambarkan sebagai golongan burung dengan sayap yang cemerlang, golongan burung yang satu ini merupakan bagian dari Astasena atau Astagatyah (8 kelompok makhluk ghaib).
Tidak hanya itu, dalam seni rupa agama Buddha, burung garuda diwujudkan dalam posisi duduk sambil mendengarkan khotbah Sang Buddha, dan terkadang juga digambarkan sedang mencengkram naga dengan cakarnya (naga adalah musuh burung garuda).
Burung garuda ini banyak diyakini sebagai salah satu makhluk utusan Sakra yang sedang menjaga gunung-gunung dan surga dari serangan para Asura.
Selain kisah-kisah yang tertulis dalam ajaran agama, burung garuda juga dikenal sebagai lambang negara yang secara resmi ditetapkan pada Sidang Kabinet RI pada 11 Februari 1950.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Dipilihnya sosok burung garuda sebagai lambang negara Indonesia ini karena garuda mampu melambangkan kebaikan, pengetahuan, keberanian, kekuatan, kesetiaan, dan kedisiplinan.
Meskipun tidak bisa dipastikan secara fakta, banyak pendapat yang mengatakan bahwa burung garuda bisa disamakan dengan burung elang Jawa.
Burung elang merupakan jenis burung pemangsa dan menjadi hewan yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan di alam liar, mereka memiliki paruh yang bengkok dan tajam sehingga mudah untuk memakan mangsanya.
Selain elang Jawa, ternyata ada beberapa spesies burung elang lain yang disebut mirip dengan burung garuda, dan masih hidup sampai sekarang.
Elang laut steller biasanya ditemukan di daerah Asia Timur, tepatnya di bagian tebing atau pesisir pantai.
Seekor elang laut steller bisa memiliki berat tubuh hingga 4,9 sampai 9,5 kg, sehingga mereka disebut sebagai elang terberat di dunia yang masih hidup sampai saat ini.
Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir, populasi elang laut steller terus mengalami penurunan, bahkan menurut International Union for Conversation of Nature (IUCN), burung elang laut steller sudah dikategorikan sebagai spesies hewan yang rentan punah.
Burung elang harpy memiliki raut wajah yang ekspresif dengan bulu-bulu berwarna hitam dan abu-abu, mereka banyak hidup di hutan hujan Meksiko, Brazil, sampai bagian utara Argentina.
Hampir sama dengan elang laut steller, elang harpy memiliki bobot tubuh seberat 4,4 sampai 8,3 KG, mereka bisa terbang dengan kecepatan 80 km/jam dengan ukuran yang lebih besar dari beruang.
Meski dianggap sebagai salah satu predator terkuat, elang harpy kini juga telah dinyatakan hampir punah karena jumlah spesiesnya mulai menipis di alam liar.
Burung elang emas biasanya hidup di berbagai benua, dan tercatat memiliki 6 sub-spesies, yaitu:
Burung elang emas ini memiliki bobot sebesar 3 sampai 6,1 KG dan memiliki kecepatan terbang maksimal sampai 322 km/jam, hanya berada satu tingkat dibawah burung falcon.
Itu dia beberapa penjelasan mengenai keberadaan burung garuda, arti simbolnya, dan beberapa jenis spesies yang dinilai mirip dengan burung garuda.
Selain burung garuda yang dikenal sebagai lambang negara, masyarakat Indonesia juga mengenal Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Setelah memahami arti atau simbol garuda sebagai lambang negara, kamu bisa lanjut membaca sejarah Pancasila dan alasan apa yang membuat Pancasila bisa dijadikan sebagai dasar negara Indonesia.
Melalui buku Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato Bpupki (2019) karya Floriberta Aing, kamu akan mengetahui seperti apa dasar pemikiran para tokoh nasional terhadap dasar negara Indonesia sampai akhirnya lahirlah Pancasila pada 1 Juni 1945.
Menurut catatan sejarah, Sukarno adalah orang yang menggagas adanya Pancasila, sayangnya rezim Orde Baru sempat berusaha menghapus dan menolak anggapan tersebut.
Apa yang mendasari adanya penolakan tersebut dan siapa sebenarnya tokoh yang dianggap tepat disebut sebagai penggali dan penggagas lahirnya Pancasila? Kamu bisa temukan jawabannya dalam buku ini.
Untuk mendapatkan buku ini kamu bisa membelinya melalui Gramedia.com.
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.