Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Ego Menyerang Diri Sendiri, Adakah Cara Menyelamatkannya?

Kompas.com - 07/04/2025, 18:00 WIB
Rujukan artikel ini:
Ego Is The Enemy
Pengarang: Ryan Holiday
|
Editor Ratih Widiastuty

Di dunia yang semakin difasilitasi dengan teknologi, banyak orang menjadikan teknologi sebagai kambing hitam yang merusak kemanusiaan.

Teknologi tidak dapat disangkal memengaruhi cara berpikir, merasa, dan bertindak manusia.

Namun, pernahkah kita merefleksikan ke dalam dan menemukan asal muasal yang bukan dari faktor-faktor eksternal ini? Umumnya sesuatu yang besar berangkat dan bermula dari yang kecil, tidak terlihat, dan bahkan berada di tempat yang dalam.

Jadi, hal itu sangat masuk akal jika peperangan besar yang mengubah dunia, benihnya muncul dari peperangan diri seseorang.

Kita tidak dapat menutupi sejarah bahwa orang-orang terkemuka di dunia ini mencapai kesuksesan dan ketenarannya berkat ego dalam diri.

Namun, jangan juga kita lupakan bahwa ada juga begitu banyak orang yang mengalami kehancuran, penderitaan, dan kejatuhan karena ego.

Lebih parahnya lagi, kesengsaraan ini berdampak pada orang-orang di sekitarnya.

Bayangkan, di bisnis skala besar, ego seorang direktur dapat membuat perusahaannya bangkrut dan sebagian besar karyawannya terdampak.

Ryan Holiday dengan menarik mengumpulkan sejarah, pengetahuan, dan filosofi untuk dapat memahami ego dalam diri manusia.

Ia menyatukan semuanya itu dalam sebuah buku berjudul Ego Is the Enemy.

Dalam eksplorasinya, Ryan meyakini bahwa hambatan kehidupan manusia yang paling besar bukan berasal dari luar.

Faktanya, musuh ada dalam diri kita.

Ego di setiap tahap kehidupan, akan selalu menahan kita.

Ego muncul dengan cara menghambat proses belajar kita dan usaha kita merawat bakat.

Dalam kesuksesan pun, Ego dapat membesarkan lubang kekecewaan diri kita sehingga sulit untuk bangkit kembali.

Ryan dengan lihai membahas kisah-kisah tokoh yang sudah mencapai tahap kehidupan paling atas (kesuksesan), yang mereka capai dengan menaklukkan ego.

Ia berusaha memahami dan menuliskan taktik dan strategi mereka yang ‘sukses’ (sukses menjinakkan ego).

Ryan juga tidak memulai proyek ini dari ruang kosong.

Ia sendiri pernah tersandung.

Pengalaman hidupnya membantunya untuk lebih mengenal diri yang membawanya pada realitas ego dalam diri manusia.

Pengalaman personalnya juga ditopang dengan pengalaman-pengalaman kegagalan yang dialami orang-orang terdekatnya, termasuk mentor atau atasannya langsung.

Sebagai kompas yang memberi navigasi hidupnya, Ryan membuat tato pada masing-masing lengannya yang bertuliskan “Ego is the Enemy” dan “Obstacle is the way”.

Ego Memisahkan Kita

Seperti dua sisi koin, ego ada dan berdampak di masing-masing posisinya.

Di satu sisi, ego seolah-olah membantu kita untuk semakin dekat dengan mimpi, ambisi, sukses, dsb.

Ego membantu kita mewujudkan segala tujuan dan cita-cita kita.

Namun, di sisi yang lain, ego memisahkan kita dengan realitas yang ada.

Bagaimana pun, ego sangat rentan untuk menjauhkan kita dengan potensi-potensi baik dan sangat mungkin untuk menarik musuh dan kesalahan.

Tak heran, Cyril Connolly mengungkapkan bahwa ego menarik kita ke bawah layaknya gravitasi.

Ego adalah kepercayaan diri yang tidak sehat terhadap kepentingan sendiri.

Ego mendorong seseorang menjadikan dirinya sebagai pusat segalanya.

Itulah mengapa, ego menciptakan kebutuhan untuk selalu menjadi lebih dari orang lain.

Ego juga membubuhkan keinginan untuk selalu dikenal atau dikenang.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Terkadang ego muncul sebagai perasan superior dan keyakinan diri yang melebihi kepercayaan diri dan kemampuan.

Perangai ego yang tidak masuk akal ini yang menjadi musuh dari kerja sama, kreativitas, bekerja profesional, loyalitas, kesuksesan, kebaikan, dan peluang.

Menurut Ryan, meskipun kebanyakan dari kita bukan orang yang egois, ego selalu ada pada setiap akar permasalahan dan halangan yang ada dalam hidup kita.

Ego dapat dilacak mulai dari alasan kita kalah, tidak bisa bangkit, bahkan rasa tidak puas dengan apa yang sudah kita capai.

Ego yang muncul sebagai suara yang mengatakan bahwa kita telah berhasil mengalami perkembangan daripada diri kita sebelumnya, tanpa kita sadari telah memisahkan kita dari semuanya.

Ego membangun penghalang sehingga kita tidak bisa menerima saran atau memberi saran; tidak mampu mengidentifikasi peluang; dan tak dapat memilih dan mengambil keputusan dengan baik.

Ego yang besar membuat kita sulit memperhitungkan dengan tepat kemampuan diri dan orang lain.

Akibatnya, kita salah memperkirakan apa yang kita miliki dengan percaya diri dan kita terjebak pada delusi semata.

Sifat lain yang berbahaya dari ego adalah dorongannya untuk menembak ketakutan dalam diri kita.

Ketika orang bercita-cita, ada bagian-bagian yang pasti membuatnya takut dan ragu.

Akan tetapi, ego berusaha melumpuhkan rasa takut dan sumber ketidakamanan tersebut.

Ego menggantikan bagian rasional dan kesadaran diri psikologis kita dengan mengatakan kepada kita, apa yang ingin kita dengar dan kapan ingin mendengarnya.

Mungkin hal ini dapat dilihat sebagai hal yang baik untuk jangka pendek, tetapi sesungguhnya ini memiliki konsekuensi jangka panjang.

Budaya kita saat ini menggempur kita dengan kebiasaan untuk menonjolkan ego dengan selalu ‘’berpikir lebih keren’, ‘hidup lebih kaya’ agar bisa lebih dikenang dan terlihat lebih berani.

Hal ini mendorong banyak orang untuk terus berusaha keras mencapai kesuksesannya.

Bahkan, di antara mereka, ada yang berusaha mencoba merekayasa setiap sikap agar menjadi sikap yang tepat.

Dalam buku Ego is the Enemy, tidak bosan-bosan diingatkan oleh Ryan bahwa ego adalah musuh di setiap langkah kita sepanjang perjalanan.

Ego menyelinap dalam diri kita dan menjadi musuh dalam usaha kita untuk membangun, menjaga, dan memulihkan hidup kita.

Antisipasi dan Strategi

Ryan Holiday melalui buku dengan judul mencoloknya ini, Ego is the Enemy, membagikan strategi dan cara untuk mengantisipasi ego yang tak terkendali.

Ia berharap dengan buku ini, kita mampu meredam ego dan menggantikan godaan dari ego dengan kerendahan hati ketika berada dalam kesuksesan.

Ryan tidak bermaksud untuk membatasi, tetapi membangun keseimbangan dalam diri seseorang.

Bertolak belakang dengan judul bukunya yang terkesan ‘galak’, Ryan menyisipkan hal-hal penting yang mesti ada dalam diri setiap orang: rendah hati, rasa syukur, dan keberanian untuk bangkit.

Melalui buku ini, kita dimanjakan untuk mempelajari bagaimana tokoh-tokoh terkemuka di dunia direnggut oleh ego.

Namun, ada pula mereka yang berhasil ‘lolos’ sehingga kita mampu mengakui kehebatan mereka, entah kehebatan menulis, desain, pemasaran, maupun bisnis mereka.

Orang-orang hebat ini sama seperti kita, mereka juga punya ego, tetapi mereka tahu cara meredamnya, menyalurkannya, dan melepaskannya.

Selain itu, melalui buku bagus ini, kita akan mendapat banyak hal-hal penting yang dapat membekali hidup kita.

Hanya dengan belajar melepas ego, kita dapat memberikan performa terbaik kita.

Buku ini juga membantu kita untuk mengukur berapa harga yang harus dibayar dalam penderitaan dan kehancuran orang-orang besar dalam sejarah.

Buku ini memperjelas mata kita bahwa ego dapat mengubah dunia atau seseorang menjadi lebih baik, tetapi juga dapat membawa dampak kehancuran yang dahsyat.

Jadi, dengan pertanyaan yang sama Ryan dalam bukunya, “Apa yang akan Anda pilih?”, mampukah kita rendah hati untuk memahami musuh dalam diri kita? Seperti apa yang dituliskan di awal, perubahan besar diawali dari perubahan kecil dan mendasar dalam diri kita.

Silakan belajar menahan ‘ego diri’ dengan membaca buku Ego is the Enemy.

Dapatkan bukunya segera di Gramedia.com.

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau