Kiwari isitlah personal branding atau dalam isitlah Indonesia dikenal sebagai penjenamaan diri, mulai menjamur di mana-mana.
Tak heran muncul berbagai profesi yang pada masa lalu tidak pernah terpikir dan terbayang.
Contohnya adalah youtuber, selebtok, selebgram, dan bahkan sampai menjelajah dunia perbukuan: bookstagramer.
Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi, mengeskalasi globalisasi atau proses keterhubungan antarmanusia di belahan dunia mana pun.
Informasi, berita, iklan merambah dunia daring.
Dunia baru ini nyatanya digemari dan menciptakan ketergantungan bagi manusia zaman kontemporer.
Arus kemunculan informasi yang begitu masif dan beragam sumber kadang menjadi pintu masuk berita dan informasi palsu.
Masyarakat pun mencari figur yang bisa dipercaya atau diandalkan.
Keadaan ini direspons dengan sangat baik lewat kehadiran para youtuber, selebtok, selebgram, bookstagramer, dll.
Entah sebagai KOL (Key Opinion Leader) maupun pemengaruh (influencer), merek memiliki peran yang kurang lebih sama.
Mereka berusaha memberikan informasi-informasi yang bisa dipercaya bagi masyarakat.
Tentunya hal ini dibarengi dengan imbalan atau bayaran yang sesuai dengan hasil kerja keras dan upaya mereka.
Profesi ini pun menarik bagi banyak orang, khususnya orang muda.
Mereka berbondong-bondong membangun citra diri semenarik mungkin agar disukai, diikuti, dan dipercaya oleh para pengikut atau calon pengikut mereka.
Semakin besar pengikut dan jangkauan (engagement) yang diarih, semakin besar harga yang bisa ditetapkan untuk penawaran kerja sama dengan mereka.
Jika menilik kembali ke belakang, profesi ini sebenarnya tidak benar-benar baru.
Mereka hanyalah bentuk dari evolusi dari para pemasar-pemasar tradisional dan mencari bentuknya lewat perkembangan masa kini.
Umumnya para pemengaruh dan KOL yang digemari adalah mereka yang memiliki cara berpikir yang menarik.
Pikiran mereka itu sungguh-sungguh berbeda dan menonjol.
Mereka memiliki pikiran yang indah atau cantik, seperti definisi Edward de Bono pada orang-orang yang menarik dan tidak membosankan.
Ini yang jarang diperhatikan orang, meskipun kenyataannya sangat memengaruhi: memiliki cara berpikir yang indah.
Edward de Bono dikenal sebagai figur penting yang mengembangkan cara berpikir kritis.
Setelah menerbitkan buku Lateral Thinking dan Six Thinking Hats yang menjadi international bestseller, ia melahirkan buku How to Have a Beautiful Mind.
Dalam buku ini, de Bono menawarkan cara untuk menggunakan kemampuan berpikir kreatif untuk menjadi pribadi yang menarik lewat cara berpikir yang indah.
Menurutnya, menjadi pribadi yang menarik tidak didasarkan pada mode atau fesyen.
Ia meyakinkan kita bahwa menjadi menarik bahkan tanpa biaya dan cukup sedikit waktu.
Bayangkan saja, orang dengan fesyen mahal dan perawatan tubuh yang lama, tetap membosankan jika dia memiliki cara berpikir yang usang (obsolete).
Seberapa keras pun kita menjadi pribadi yang menarik tetapi tidak menyentuh pengembangan pikiran, pada suatu titik kita akan kehilangan performa.
Selain keindahan pikiran, semuanya tidak akan bertahan lama.
Memiliki pemikiran yang indah adalah cara efektif untuk menjadi orang yang sulit ditolak.
Kita tidak akan percaya sampai kita mencobanya sendiri.
Hal yang dibutuhkan untuk mengembangkan pikiran yang indah pun bukan sesuatu yang muluk-muluk.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Kita hanya butuh kreativitas, imajinasi, dan empati.
Semuanya ini, menurut de Bono, dapat diperoleh dan dipelajari dari semua orang.
Lebih menariknya lagi, untuk menjadi orang dengan cara berpikir yang menarik, tidak diperlukan IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi, pengetahuan yang luas dan tidak terbatas, atau kepribadian yang sehat.
Coba pikirkan kembali.
Jika banyak orang berinvestasi untuk mempercantik tubuh lewat olahraga, perawatan, dsb, mengapa tidak berlaku pada pikiran? Jika kita tetap meyakini bahwa keindahan eksternal atau lahiriah itu penting, mengapa kita tidak melengkapinya dengan keindahan yang lebih mendasar, yaitu pikiran.
Bukankah sudah banyak orang dengan tampilan luar yang menarik.
Ini menjadi cara untuk menjadi berbeda dengan cara yang menarik dan banyak orang telah mengabaikan ini.
Keunggulan lain dari cara berpikir ini adalah ini ‘salon’ yang ramah pelanggan.
Bagaimanapun, manusia lahir dengan tubuh/fisik yang berbeda, tetapi hanya tersedia sedikit cara untuk mempercantiknya.
Sebaliknya, membuat pikiran menjadi menarik menyediakan banyak cara yang dapat digunakan.
Dalam buku How to Have a Beautiful Mind, Edward de Bono menyediakan cara-cara membuat pikiran Anda menjadi menarik.
Dengan begitu, tidaklah menjadi masalah jika kita tidak memiliki keindahan fisik yang alami karena kita bisa mengembangkan keindahan melalui pikiran yang menarik.
Alih-alih mengusahakan keindahan fisik yang tidak bertahan lama, mengembangkan pikiran yang menarik tak terbatas ruang dan waktu.
Bahkan, semakin bertambahnya usia, pikiran kita bisa menjadi semakin menarik karena banyaknya pengalaman yang telah dicecap.
Gagasan Edward de Bono ini mungkin dapat menjelaskan mengapa kita bisa loyal pada tayangan, unggahan, atau konten yang dibawakan oleh orang tertentu.
Sering dijumpai juga, pemengaruh yang memiliki cara pembahasan dan pemikiran yang ‘indah’ itu lebih menarik dan menjangkau banyak orang ketimbang mereka yang mengandalkan kecantikan fisik tetapi pemikirannya biasa saja.
Contohnya bisa kita rasakan ketika kita sedang mengikuti seminar atau pelatihan.
Kita pasti akan cepat bosan jika pembicaranya tidak memiliki pemikiran yang menarik.
Kita akan jenuh dan ketika mendengarkan pembicara yang mengecewakan kita sangat mungkin berucap, “pikirannya kosong, tidak ada yang bisa saya dapatkan.”
Itulah mengapa, de Bono menganjurkan untuk berlatih membangun pikiran yang indah.
Sebenarnya, apa itu keindahan yang dimaksud de Bono? Dalam buku How to Have a Beautiful Mind, keindahan diartikan sebagai sesuatu yang bisa dihargai oleh orang lain.
Jadi, pikiran yang indah adalah pikiran yang menarik dan dihargai oleh orang lain.
Ketika keindahan fisik bisa ditengarai lewat penglihatan, keindahan pikiran bisa dirasakan lewat percakapan yang kita lakukan.
Pikiran yang menarik harus terpancar dari cara kita berbicara.
Jika pancaran itu belum mengusik dan menarik orang untuk mendengarkan, kita mesti belajar dan mendalami cara-cara membangun pikiran yang indah tersebut.
Melalui buku ini, Edward de Bono membahas semuanya, sampai hal-hal detail yang diperlukan.
Ia menyertakan dalam buku ini, kata-kata apa yang sebaiknya digunakan atau diksi apa yang sebaiknya tidak perlu kita kenakan kembali.
Buku ini tak ubahnya paket komplet bagi kita yang setuju dan tertarik dengan gagasan yang ditawarkan Edward de Bono untuk investasi pengembangan diri kita.
Tak hanya berguna bagi mereka yang berjuang dengan penjenamaan diri (personal branding), ilmu penting ini akan selalu relevan bagi kita semua tanpa memandang status, peran, usia, dsb.
Jangan lewatkan mempelajari ilmu praktis berharga ini yang hanya dengan mudah diakses melalui membaca buku ini.
Jadi, bersegeralah mencari dan mempraktikkan ‘salon pikiran’ ini.
Dapatkan segera bukunya di Gramedia.com.