Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Paripurna: Buku yang Menyadarkan Aku Tak Sekadar Warga, Tapi Penjaga Cita-Cita

Kompas.com - 22/07/2025, 12:00 WIB
Buku Negara Paripurna Sumber Gambar: Gramedia.com  Buku Negara Paripurna
Rujukan artikel ini:
Negara Paripurna
Pengarang: Yudi Latif
|
Editor Ratih Widiastuty

Aku tidak sedang mencari jawaban besar tentang bangsa ini.

Aku hanya ingin memahami mengapa rasa percaya pada negeri ini perlahan memudar dalam diriku.

Sampai akhirnya aku membuka lembar demi lembar Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila karya Yudi Latif—dan yang kutemukan bukan sekadar teori kebangsaan, tapi cermin: tentang siapa aku sebagai warga, dan siapa aku seharusnya sebagai penjaga cita-cita republik ini.

Buku itu tak langsung menjawab, tapi menggugah pertanyaan-pertanyaan yang selama ini kubungkam dalam diam.

Sebelum membaca buku ini, bagiku Pancasila hanya lima sila yang dihafal sejak SD.

Tidak lebih dari slogan yang diucapkan dalam upacara bendera.

Yudi Latif membuka mataku bahwa ada historisitas (sejarah panjang dan dalam) di balik kelahiran Pancasila yang selama ini kutanggap sebagai "barang jadi".

Review Buku Negara Paripurna

Melalui penelusuran historis yang mendalam, penulis buku menunjukkan bagaimana Pancasila bukan produk instan para founding fathers, melainkan kristalisasi nilai-nilai yang telah mengakar dalam peradaban Nusantara selama berabad-abad.

Nilai gotong royong, toleransi, dan keadilan sosial ternyata sudah hidup dalam tradisi lokal jauh sebelum Indonesia merdeka.

Membaca bagian historisitas ini membuatku merasa bersalah.

Selama ini aku menganggap Pancasila sebagai warisan yang usang, tidak relevan dengan zaman digital.

Ternyata aku yang tidak memahami akar sejarahnya.

Aku yang tidak menggali rasionalitas di balik setiap silanya.

Bagian yang paling mengubah cara pandangku adalah pembahasan tentang rasionalitas Pancasila.

Penulis tidak hanya menjelaskan apa itu Pancasila, tapi mengapa Pancasila menjadi pilihan rasional bagi Indonesia yang plural ini.

Buku tersebut berhasil mengurai bagaimana "Bhinneka Tunggal Ika" bukan sekadar slogan toleransi, tapi fondasi epistemologis untuk mengelola keberagaman, aku mulai paham.

Indonesia dengan 17.000 pulau, 300 etnis, dan 700 bahasa membutuhkan ideologi yang mampu merangkul sekaligus menyatukan.

Pancasila adalah jawaban rasional atas tantangan geografis dan demografis negeri ini.

Aku teringat pengalamanku bekerja dalam tim yang terdiri dari berbagai latar belakang etnis dan agama.

Sering terjadi gesekan, perbedaan pendapat yang memanas.

Kini aku sadar, cara kami bekerja sama dalam keberagaman itu sebenarnya adalah praktik Pancasila dalam skala kecil.

Sila ketiga tentang "Persatuan Indonesia" bukan hanya soal bendera dan lagu kebangsaan, tapi tentang bagaimana mengelola perbedaan menjadi kekuatan.

Yang paling menyentuh adalah bagian aktualitas—relevansi Pancasila di era kontemporer.

Yudi Latif tidak menghindar dari realitas pahit: korupsi yang merajalela, intoleransi yang menguat, ketimpangan yang melebar.

Tapi dia juga menunjukkan bahwa semua masalah itu justru membuktikan betapa urgennya kembali pada nilai-nilai Pancasila.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Saat membahas sila kelima tentang "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," aku terdiam.

Berapa kali aku mengeluh tentang ketimpangan ekonomi, tapi tidak pernah bertanya: apa kontribusiku untuk keadilan sosial? Berapa kali aku marah pada koruptor, tapi tidak pernah introspeksi: apakah aku sudah jujur dalam hal-hal kecil?

Penulis mengingatkan bahwa aktualitas Pancasila bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi setiap warga negara.

Ketika aku memilih untuk tidak menyuap polisi tilang, itu adalah praktik sila kedua tentang "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab."

Ketika aku menghormati tetangga yang berbeda agama, itu adalah perwujudan sila pertama tentang "Ketuhanan Yang Maha Esa."

Buku ini mengubahku dari skeptis menjadi believer, dari kritikus menjadi penjaga.

Aku mulai memahami bahwa Pancasila bukan dogma yang kaku, melainkan panduan hidup yang fleksibel namun berprinsip.

Historisitasnya memberiku akar, rasionalitasnya memberiku alasan, dan aktualitasnya memberiku tugas.

Kini, setiap kali ada debat politik yang memanas di media sosial, aku tidak langsung terpancing emosi.

Aku ingat pada nilai-nilai Pancasila: bagaimana berdebat dengan beradab, bagaimana mempertahankan persatuan di tengah perbedaan, bagaimana memprioritaskan kepentingan bersama di atas golongan.

Ketika melihat berita korupsi, aku tidak hanya marah, tapi juga introspeksi: sudahkah aku menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pekerjaanku? Ketika berhadapan dengan kemiskinan di sekitarku, aku tidak hanya prihatin, tapi bertanya: apa yang bisa kulakukan untuk keadilan sosial?

Buku tersebut mengajarkanku bahwa "Negara Paripurna"—negara yang sempurna sesuai cita-cita Pancasila—bukan utopia yang mustahil, tapi proses yang dimulai dari kesempurnaan setiap individu.

Tidak ada negara yang sempurna jika warganya tidak berusaha menjadi sempurna.

Buku ini membuatku sadar bahwa selama ini aku terlalu fokus menuntut negara menjadi sempurna, tanpa pernah berusaha menyempurnakan diri.

Aku menuntut pemimpin yang jujur, tapi tidak pernah konsisten dalam kejujuran kecil.

Aku menuntut toleransi, tapi sering intoleran pada perbedaan pendapat di lingkungan terdekat.

Negara Paripurna bukan hanya mengubah cara pandangku tentang Pancasila, tapi tentang diriku sebagai warga negara Indonesia.

Yudi Latif berhasil membuat sejarah yang kusut menjadi jernih, ideologi yang abstrak menjadi konkret, dan cita-cita yang jauh menjadi dekat.

Kini aku memahami bahwa menjadi warga negara Indonesia bukan hanya tentang memiliki KTP atau paspor berwarna hijau.

Lebih dari itu, menjadi warga negara adalah komitmen untuk menjadi penjaga cita-cita—historisitas yang memberiku identitas, rasionalitas yang memberiku arah, dan aktualitas yang memberiku tanggung jawab.

Buku ini mengingatkanku bahwa Indonesia bukan hanya tempat aku lahir, tapi amanah yang harus kujaga.

Dan Pancasila bukan hanya ideologi negara, tapi panduan hidupku sebagai manusia Indonesia yang paripurna.

Buku Negara Paripurna bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.

***

Artikel ini merupakan salah satu karya terpilih dari Lomba Menulis Artikel “Buku yang Mengubah Hidupku” yang diselenggarakan oleh Ngaji Literasi Gramedia, sebuah inisiatif kolaboratif untuk mendorong budaya baca, tulis, dan refleksi literasi di kalangan generasi muda Indonesia.

Info lengkap tentang program ini dapat diakses di ngajiliterasi.com dan Instagram @ngajiliterasigramedia.

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

buku
30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

buku
Cara Melupakan Seseorang yang Tidak Bisa Kita Miliki

Cara Melupakan Seseorang yang Tidak Bisa Kita Miliki

buku
Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Stoisisme

Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Stoisisme

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau