Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menemukan Kembali Ayah dalam 'Seribu Wajah Ayah': Kisah Sebuah Buku yang Mengubah Hidupku Sebelum Terlambat

Kompas.com - 21/07/2025, 18:00 WIB
Buku Seribu Wajah Ayah  Sumber Gambar: Dok. Gramedia Widiasarana Indonesia Buku Seribu Wajah Ayah 
Rujukan artikel ini:
Seribu Wajah Ayah
Pengarang: Nurun Ala
|
Editor Ratih Widiastuty

Semua berawal dari scroll tanpa tujuan di FYP TikTok.

Sebuah video menjanjikan rekomendasi buku-buku yang dijamin akan membuat pembacanya menangis.

Di antara sekian banyak sampul, satu judul menancap di benakku: Seribu Wajah Ayah.

Ada sesuatu yang membuatku tertarik padanya.

Mungkin karena dari semua judul, hanya buku itu yang berpusat pada sosok ayah.

Mungkin juga karena semesta tahu, momen itu adalah saat yang paling tepat.

Ayahku sedang terbaring sakit, berjuang melawan sebuah musibah penyakit, dan aku sedang berjuang melawan perasaanku sendiri.

Aku membeli buku itu dengan ekspektasi sederhana.

Paling-paling, ini hanya akan menjadi cerita klise tentang pahlawan keluarga, seperti yang sering kulihat di film.

Namun, ekspektasi sederhana itu seketika terpatahkan bahkan sebelum aku menyelesaikan bab kedua.

Air mata mulai mengalir, tetapi bukan karena ceritanya sedih.

Aku menangis karena sebuah alasan yang jauh lebih menusuk: ternyata diriku sedang membaca kisah hidupku sendiri.

Review Buku Seribu Wajah Ayah

Novel karya Azhar Nurun Ala ini memiliki cara bercerita yang unik.

Ia menggunakan sudut pandang orang kedua, "Kamu".

Sejak halaman pertama, aku bukan lagi pembaca, aku adalah "Kamu".

Tokoh utama yang dikisahkan kehilangan ibu saat dilahirkan dan dibesarkan seorang diri oleh ayah.

Seketika, diriku seakan ditarik mundur ke masa lalu.

Ke masa kecil di mana aku juga tidak sempat merasakan banyak kasih sayang seorang ibu, dan dibesarkan oleh sesosok ayah yang dari mulutnya, tak pernah sekalipun terucap kata mengeluh.

Halaman demi halaman terasa seperti cermin yang memantulkan kembali perjuangan ayahku dulu, perjuangan yang selama ini mungkin kuanggap biasa saja.

Perubahan pertama yang kurasakan adalah pergeseran perspektif.

Buku ini memaksaku untuk berhenti melihat ayah sebagai sebuah "peran"—pencari nafkah, sosok tegas yang terkadang dingin—dan mulai melihatnya sebagai seorang "manusia".

Manusia yang sama seperti diriku, yang pernah muda, punya mimpi, punya lelah, dan punya ketakutan yang disembunyikan rapat-rapat di balik diamnya.

Diriku semakin menyadari, di balik sikapnya yang sering kali tegas di hadapanku, ada seorang ayah yang mungkin menangis dalam sunyi di sepertiga malamnya, memohon pada Rabb-Nya agar anaknya ini menjadi orang yang baik dan sukses dunia akhirat.

Buku ini seolah membisikkan kepadaku tentang seribu wajah yang ayah tunjukkan dan sembunyikan.

Salah satu bagian yang paling menghantam perasaanku adalah ketika sang ayah menasihati "Kamu" perihal cinta.

Dengan bijak ia berkata, "Jatuh cinta itu fitrah," namun ia juga memberi benteng moral yang kokoh, mengingatkan bahwa mencintai dan bertanggung jawab adalah dua hal yang berbeda.

Momen itu terasa begitu nyata, begitu relate, hingga sulit untuk dijelaskan.

Aku seperti melihat kembali bagaimana ayahku, dengan caranya sendiri, selalu berusaha menjaga diriku di jalan yang lurus tanpa banyak berkata-kata.

Gelombang perubahan kedua adalah banjir emosi yang melahirkan penyesalan konstruktif.

Saat membaca lembar demi lembar, ada rasa sesak di dada.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Rasa sesak yang lahir dari kesadaran akan ribuan pengorbanan kecil yang tak pernah kuhitung.

Rasa syukur yang meluap, bukan lagi sekadar ucapan terima kasih, melainkan haru yang mendalam atas keberadaannya.

Puncak emosionalnya tiba di akhir cerita.

Dalam novel, sang ayah meninggal dunia, meninggalkan "Kamu" dengan penyesalan yang tak bertepi.

Penyesalan atas waktu yang terbuang, perhatian yang tak sempat diberikan, dan cinta yang tak terucap.

Hatiku mencelos.

Namun, di tengah kesedihan itu, sebuah kesadaran yang dahsyat muncul laksana kilat: Beruntungnya, cerita hidupku belum mencapai titik itu.

Buku ini menunjukkan sebuah akhir yang tragis, tetapi bagiku, itu bukan akhir.

Itu adalah sebuah peringatan keras.

Sebuah alarm yang berbunyi nyaring di dalam jiwa.

Penyesalan yang kurasakan bukanlah penyesalan yang melumpuhkan, melainkan penyesalan yang membangun.

Ia menjadi bahan bakar, mendorong diriku untuk berubah, untuk berbuat sesuatu selagi waktu masih tergenggam di tangan.

Dari sinilah perubahan ketiga lahir: sebuah dorongan kuat untuk bertindak.

Buku ini tidak hanya mengubah cara diriku ini berpikir dan merasa, tetapi juga mengubah caraku ingin berperilaku.

Aku tiba-tiba menyadari bahwa ayahku dulunya juga seorang lelaki muda sepertiku.

Wajar saja jika ego kami terkadang sulit bersatu.

Kesadaran ini menumbuhkan empati yang dalam dan melahirkan sebuah niat tulus jauh di dalam hatiku.

Aku belum melakukannya, tetapi Aku berjanji pada diri sendiri.

Suatu hari nanti, Aku hanya ingin duduk diam di sampingnya.

Bukan untuk bercerita tentang pencapaianku atau mengeluhkan masalahku.

Aku hanya ingin bertanya satu hal sederhana, "Ayah, dulu waktu muda, apa cita-cita Ayah yang belum tercapai?"

Aku ingin mendengar ceritanya, bukan sebagai seorang anak yang menuntut, tetapi sebagai seorang teman yang ingin memahami perjalanannya.

Seribu Wajah Ayah bukan lagi sekadar tumpukan kertas bertinta.

Ia telah menjadi titik balik, sebuah katalisator bagi pendewasaan batinku.

Ia mengajarkan bahwa pahlawan sejati seringkali tidak bersuara nyaring, cintanya tersembunyi dalam kerja keras, dan doanya terpanjat dalam hening.

Buku ini menunjukkan sebuah akhir cerita yang penuh sesal, namun hadiah terbesarnya adalah memberikan diriku kesempatan, kekuatan, dan keinginan untuk menulis akhir yang berbeda untuk cerita milikku sendiri.

Dan aku akan memulainya hari ini.

Buku Seribu Wajah Ayah bisa kamu dapatkan di Gramedia.com, Gramedia Digital untuk versi E-book, atau toko Gramedia terdekat.

***

Artikel ini merupakan salah satu karya terpilih dari Lomba Menulis Artikel “Buku yang Mengubah Hidupku” yang diselenggarakan oleh Ngaji Literasi Gramedia, sebuah inisiatif kolaboratif untuk mendorong budaya baca, tulis, dan refleksi literasi di kalangan generasi muda Indonesia.

Info lengkap tentang program ini dapat diakses di ngajiliterasi.com dan Instagram @ngajiliterasigramedia.

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

buku
30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

buku
Cara Melupakan Seseorang yang Tidak Bisa Kita Miliki

Cara Melupakan Seseorang yang Tidak Bisa Kita Miliki

buku
Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Stoisisme

Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Stoisisme

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau