Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Menjadi Pilar Peradaban Kita?

Kompas.com - 21/02/2022, 15:00 WIB
Sumber Gambar: Dok. Kepustakaan Populer Gramedia
Rujukan artikel ini:
Sapiens Grafis vol. 2: Pilar-pilar…
Pengarang: Yuval Noah Harari
Penulis Redaksi KPG
|
Editor Almira Rahma Natasya

Sapiens Grafis Vol. 2: Pilar-pilar Peradaban karya kolaborasi Yuval Noah Harari dengan dua komikus, David Vandermeulen dan Daniel Casanave, dibuka dengan sejarah revolusi pertanian.

Dari situ, sebetulnya kita bisa menduga pembaca akan diarahkan ke mana, namun mari kita jajaki secara runtut.

Apa yang membedakan para pemburu-pengumpul dengan mereka yang bercocok tanam dan mengapa kemudian kita menganggap yang satu lebih beradab ketimbang yang lain?

Jawaban paling gampang tentu melalui asumsi bahwa sesuatu yang baru mestilah lebih baik dari yang lama.

Sesuatu yang baru adalah upgrade dari yang lama.

Asumsi itu masuk akal mengingat Sapiens, sebagaimana makhluk hidup lain, berevolusi dari masa ke masa.

Dengan kata lain, Sapiens menjadi semakin beradab dari masa ke masa, meninggalkan ketidakberadaban para pendahulunya.

Jared Diamond—yang menjadi inspirasi Harari menulis buku Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia—punya jawaban sendiri di Guns, Germs, and Steel, Collapse, dan The World Until Yesterday.

Tapi kali ini, mari kita jabarkan menurut penjelasan Harari di bukunya yang fenomenal, Sapiens dan Sapiens Grafis.

Revolusi Pertanian dalam Buku Sapiens

Jadi, apa yang membuat mereka yang bercocok tanam lebih beradab dari pemburu-pengumpul?

Pemburu-pengumpul bergantung ke alam yang penuh “ketidakpastian”.

Ketika membutuhkan makanan, mereka keluar untuk memburu binatang-binatang besar di alam liar, kemudian makan, kenyang, istirahat, butuh makanan, berburu lagi, dan begitulah siklusnya.

Semuanya baik-baik saja selama alam masih mengakomodasi kebutuhan mereka.

Semakin lama, binatang buruan semakin sedikit.

Muncullah kebutuhan akan cadangan makanan.

Sebelum itu, pemburu-pengumpul beranggapan cadangan makanan mereka adalah alam liar itu sendiri—pokoknya alam pasti memberikan kita makanan! Lama-kelamaan, mereka merasa perlu mengusahakan cadangan makan sendiri.

Di situlah revolusi pertanian dimulai.

Apakah revolusi pertanian sekadar mengubah Sapiens dari pemakan daging menjadi pemakan gandum dan tanaman-tanaman lain? Tidak.

Pemburu-pengumpul juga sudah makan kacang-kacangan dan Sapiens setelah revolusi pertanian juga memakan daging.

Perbedaannya hanya pada adanya satu kecenderungan baru, yakni domestikasi.

Alih-alih berjudi pada ketidakpastian jumlah hewan di alam liar, Sapiens memutuskan untuk memelihara dan mengembangbiakkan hewan-hewan tertentu.

Dari situlah aktivitas beternak dimulai.

Beternak pada akhirnya bukan sekadar menjadi aktivitas baru, tetapi juga melahirkan konsep kepemilikan, yang menjadi inti domestikasi.

Jika pada masa pemburu-pengumpul setiap bentang alam adalah milik semua orang, revolusi pertanian menciptakan kawasan-kawasan dengan hak milik.

Kawasan ini adalah lahan gandum milik komunitas ini, kawasan itu adalah peternakan sapi milik komunitas itu, dan sebagainya.

Domestikasi, yang bermula dari revolusi pertanian pada kira-kira 12.000 tahun lalu adalah akar bagi suatu gagasan besar yang pada kemudian hari menentukan seluruh hajat hidup manusia, sampai sekarang dan (kemungkinan besar) masa depan.

Perangkap Peradaban

Harari menyatakan revolusi pertanian adalah perangkap.

Pernyataan tersebut jelas menggemparkan.

Revolusi pertanian yang semula dianggap solusi memenuhi kebutuhan Sapiens setelah jumlah hewan di alam liar semakin sedikit, justru menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang lebih besar, dan melebihi masa pemburu-pengumpul, Sapiens bekerja jauh lebih keras untuk memenuhi kebutuhannya.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Pada masa pemburu-pengumpul, wilayah di sekitar Yerikho dapat menampung kawanan nomaden yang terdiri atas 50 orang.

Empat ribu tahun setelahnya, ladang-ladang gandum menggantikan tumbuhan liar.

Di kawasan itu kemudian berdiri pedesaan yang ramai dengan penghuni diperkirakan mencapai 1.000 orang.

Revolusi pertanian menyebabkan ledakan penduduk.

Ya, berkat pertanian ada lebih banyak orang di Bumi, namun mereka juga lebih sengsara! Memangnya ada orang sadar yang mau menurunkan standar kehidupannya hanya untuk memperbanyak jumlah salinan genom Homo sapiens? Konyol. Tidak ada yang menyetujui bisnis ini! Ini perangkap! Dan perangkap itu menutup dengan sedemikian perlahan sehingga manusia terjebak di dalamnya sebelum memahami apa yang terjadi!” tulis Harari.

Oleh karena populasi meledak dan terus meningkat, Sapiens membutuhkan sesuatu dan sesuatu itu adalah tatanan.

Pada masa Hammurabi, tatanan ideal adalah hierarki, dan tatanan itu bertahan bahkan berabad-abad setelah kematiannya, tentu dengan perubahan dan penyesuaian di sana-sini.

Lalu pada 1776, di Amerika, dikemukakanlah landasan yang diharapkan menjadi basis sebuah tatanan baru, yaitu kesetaraan.

Namun apa yang dimaknai sebagai “kesetaraan” nyatanya menyuburkan hierarki juga.

Perbudakan yang menurut Hammurabi adalah sesuatu yang digariskan dewa-dewi, tidak mengalami perubahan sudut pandang pada tahun penetapan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat tersebut.

Banyak penandatangan Deklarasi Kemerdekaan adalah pemilik budak,” Yuval mengingatkan dalam bukunya Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia.

Mereka tidak membebaskan budak-budak mereka setelah menandatangani Deklarasi itu, dan mereka juga tidak menganggap diri mereka munafik.

Bahkan istilah “kemerdekaan” yang disebut dalam Deklarasi “tidak berarti bahwa orang-orang yang tidak berdaya bisa memperoleh dan menggunakan kekuasaan.”

Dengan demikian, tatanan Amerika tetap mempertahankan hierarki kekayaan.

Kaya atau miskin dipandang sesuatu yang alami, takdir hidup seseorang.

Di belahan dunia lain, orang-orang mengenal sistem hierarki ini sebagai kasta.

Seiring berjalannya waktu, hierarki tergantikan dengan konsep-konsep imajinatif lain.

Kesetaraan, kemerdekaan, kapitalisme, komunisme, feminisme, dan banyak gagasan lain mewarnai sejarah Sapiens.

Lantas dari semua itu, apa yang sesungguhnya menjadi pilar-pilar peradaban kita?

Jawabannya ada dalam sekujur buku Sapiens Grafis Vol. 2: Pilar-pilar Peradaban.

Sapiens Grafis Vol. 1: Kelahiran Umat Manusia

Sapiens Grafis Vol. 1: Kelahiran Umat Manusia lebih dahulu terbit pada April 2021.

Keduanya adalah adaptasi komik dari buku Sapiens, yaitu buku sains populer karya Yuval Noah Harari yang pertama kali terbit pada 2017 dan telah cetak ulang berkali-kali.

Sapiens kemudian menjadi pemicu maraknya penerbitan buku-buku sains populer di Indonesia.

Dalam kedua buku Sapiens Grafis, Harari berkolaborasi dengan David Vandermeulen untuk mengolah teks yang ringkas dan cocok untuk pembaca komik, sekaligus akurat alias dapat merepresentasikan dengan baik gagasan dalam Sapiens sebagai buku induknya.

Selain Vandermeulen, Harari juga menggaet Daniel Casanave untuk menggarap ilustrasinya.

Buku Sapiens Grafis Vol. 2: Pilar-pilar Peradaban telah terbit pada 12 Januari 2022. Dapatkan di toko buku terdekat, marketplace official Gramedia atau melalui Gramedia.com.

Selain itu, dapatkan juga gratis voucher diskon yang bisa digunakan tanpa minimal pembelian. Klik di sini untuk ambil vouchernya!

Dapatkan Diskonnya! Dapatkan Diskonnya!

Info buku: https://siapabilang.com/buku-sapiens-grafis-2/

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Apa Arti Disabilitas Sensorik? Cari Tahu di Sini!

Apa Arti Disabilitas Sensorik? Cari Tahu di Sini!

buku
Siapa Bapak Demokrasi Indonesia?

Siapa Bapak Demokrasi Indonesia?

buku
Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

buku
Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

buku
Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau