Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Perjanjian yang Mempertahankan Kedaulatan Indonesia Pasca Kemerdekaan

Kompas.com - 02/09/2022, 11:30 WIB
Perjanjian yang Mempertahankan Kedaulatan Indonesia Photo on materi.co.id Perjanjian yang Mempertahankan Kedaulatan Indonesia
Rujukan artikel ini:
Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia…
Pengarang: Rosihan Anwar, Wartawan dan…
|
Editor Rahmad

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Sekutu merebut kembali Indonesia. Hal ini menyebabkan beberapa perang di berbagai daerah.

Peperangan yang terjadi antara lain Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa dan Laut Api Bandung. Beberapa perjanjian yang mempertahankan kedaulatan Indonesia

untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Maka kedua belah pihak mengadakan beberapa negosiasi dan pertemuan dan membentuk beberapa kesepakatan.

Perjanjian yang Mempertahankan Kedaulatan Indonesia

Berikut ini perjanjian yang mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan:

1. Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947)

Perundingan pasca proklamasi pertama antara Indonesia dan Belanda adalah perundingan Linggarjati. Perundingan berlangsung pada tanggal 10-15 November 1946 di Subang, Jawa Barat dan disahkan pada tanggal 25 Maret 1947.

Perwakilan Indonesia adalah Sutan Sjahrir, dan perwakilan Belanda adalah Prof. Schermerhorn. Berikut ini isi Perjanjian Linggarjati yang disepakati:

  • Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra
  • Dibentuknya beberapa negara-negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat, dimana RI menjadi salah satu negara bagiannya
  • Pembentukan Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni

2. Perjanjian Renville (17 Januari 1948)

Setelah perjanjian sebelumnya, Belanda tetap melanggar perjanjian tersebut dan sekaligus melakukan invasi militer pertama pada tanggal 21 Juli 1947 di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera.

Masyarakat internasional mengecam tindakan Belanda yang melanggar kesepakatan tersebut. PBB kemudian turun tangan dengan membentuk Komisi Tripartit (KTN) untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Anggota KTN yaitu Australia (Richard C. Kirby) mewakili Indonesia, Belgia (Paul Van Zeeland) mewakili Belanda dan Amerika Serikat sebagai perantara (Prof. Dr.Frank Graham). Sidang kedua ini tentang masalah invasi Belanda, berlangsung pada tanggal 17 Januari 1948, di atas kapal USS Renville.

USS Renville merapat di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Sharifuddin, dan Belanda memilih seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua. Berikut ini isi perjanjian Renville yang disepakati:

  • Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS
  • RI memiliki kedudukan sejajar dengan Belanda
  • RI menjadi bagian RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS
  • Tentara Indonesia di daerah Belanda atau daerah kantong harus dipindahkan ke wilayah RI

3. Perjanjian Roem-Royen (7 Mei 1949)

Lagi-lagi Belanda mengingkari janjinya dengan melakukan Invasi Militer II. Akibat penyerangan tersebut, Indonesia mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat, untuk menggantikan Presiden Sukarno.

Presiden sementara saat itu adalah Syafruddin Prawiranegara. Tindakan Belanda ini kembali dikecam keras oleh dunia internasional. Negosiasi dilanjutkan kembali pada 7 Mei 1949. Sidang ini disebut sidang Roem Royen dan digelar di Jakarta.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Bapak Moh. Roem dan perwakilan dari Belanda, Dr. J.H. Van Royen. Kesepakatan tersebut ditengahi oleh seorang fasilitator UNCI bernama Merle Cochran dengan isi perjanjian Roem Royen berikut ini:

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

  • Menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama memelihara ketertiban dan keamanan
  • Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta mengikuti Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat

4. Konferensi Inter-Indonesia (19-30 Juli 1949)

Pertemuan Inter-Indonesia ini digelar sebelum Konferensi Meja Bundar digelar. Pertemuan itu dihadiri oleh RI dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg), atau badan penasehat federal yang terdiri dari negara-negara boneka buatan Belanda.

Perundingan ini berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 dan dilanjutkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949.

Sebagai hasil dari pertemuan tersebut, terbentuklah negara yang disebut RIS, APRIS (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan bersenjata nasional, dan TNI menjadi inti dari APRIS.

5. Konferensi Meja Bundar (2 November 1949)

Menurut hasil Perjanjian Roem Royen, Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dr. Moh.Hatta dan delegasi BFO oleh Sultan Hamid II. Isi perjanjian Konferensi Meja Bundar seperti berikut ini:

  • Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949
  • Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda
  • Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda
  • Permasalahan Irian Barat yang merupakan daerah perselisihan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun

Hasil dari negosiasi tersebut adalah maksimal yang bisa dicapai, meski banyak pihak yang tidak puas. Pada 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS. Belanda juga diusir dari wilayah Republik Indonesia, dan diadakan upacara untuk mengakui kedaulatan Indonesia.

Ini merupakan tindak lanjut dari temuan KMB. Perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan telah melalui perjalanan panjang. Indonesia terus memperjuangkan pengakuan kemerdekaan. Semua berjuang untuk mempertahankan kedaulatan.

Buku Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 7: Kisah2 Zaman Revolusi Kemerdekaan yang ditulis Rosihan Anwar berkisah tentang zaman revolusi kemerdekaan 1945-1949. Sebagai seorang jurnalis, setiap sisi cerita memiliki keunikannya masing-masing bagiannya.

Penulis mengisahkan bagaimana keadaan revolusi, seperti Jakarta setelah proklamasi dan Jakarta menuju menjelang clash ke-1, dan peristiwa lainnya. Selain catatan sejarah peristiwa sebelum dan sesudah Perang Revolusi, ia juga menceritakan pengalaman pribadi selama revolusi.

Antara lain, kisah Rosihan pada 10 November 1946 di Linggarjati saat menjabat sebagai abdi Lord Killearn. Ketika dia berkesempatan menghadiri rapat kabinet di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947. Pada penandatanganan Perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947, ia menjadi penyiar keterangan saksi mata RRI.

Sampai diangkat oleh Jenderal Soedirman pada tanggal 7 Juli 1949. Ini adalah memoar jurnalis senior Rosihan Anwar, yang mencatat tahun-tahun awal perjuangan nasional untuk kemerdekaan.

Buku ini bisa kamu pesan dan beli di Gramedia.com!

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com