Ketika berbicara tentang kekerasan, kita mungkin akan langsung terpikirkan berbagai kekerasan fisik atau physical abuse.
Padahal, kekerasan yang juga sering terjadi dan tidak kalah berbahaya adalah kekerasan verbal atau verbal abuse.
Pada beberapa kasus bahkan physical abuse dan verbal abuse seringkali terjadi bersamaan.
Mengacu pada American Psychological Association Dictionary, verbal abuse merupakan kata-kata yang sangat menyakitkan, mengancam, atau menghina yang disampaikan secara lisan maupun tulisan oleh seseorang dengan maksud merendahkan, atau mengancam penerimanya.
Menurut Gunnur Karakurt, peneliti dari Case Western Reserve University, verbal abuse sering digunakan sebagai upaya untuk mendominasi, dan mempertahankan kekuasaan seseorang atas orang lain.
Verbal abuse dapat terjadi pada siapa pun yang berada dalam sebuah hubungan.
Entah pasangan, adik-kakak, orang tua-anak, maupun hubungan pertemanan bahkan rekan kerja.
Sayangnya, meskipun verbal abuse cenderung dapat dengan mudah diidentifikasi sebab mengandung teriakan, umpatan, atau kata-kata kotor, namun tidak semua orang yang menjadi korban verbal abuse ini dapat menyadarinya.
Meskipun tidak seperti kekerasan fisik yang dapat meninggalkan bekas terlihat pada tubuh, namun verbal abuse berdampak langsung pada kesehatan mental korbannya.
Pada kondisi tertentu, verbal abuse bisa sangat sulit disadari oleh korbannya.
Bisa jadi karena pelaku melakukan berbagai manipulasi yang membuat semua hal yang dilakukan seolah terlihat wajar.
Namun secara umum, ada beberapa tanda yang dapat dilihat ketika seseorang melakukan verbal abuse:
Ini adalah tindakan manipulatif yang bertujuan untuk melemahkan kepercayaan diri seseorang.
Tindakan gaslighting ini membuat pikiran seseorang kacau dan membuat orang tersebut mempertanyakan kewarasan mereka sendiri.
Contoh gaslighting yang sering terjadi, “itu nggak seperti yang kamu pikirkan” atau “kamu terlalu khawatir berlebihan”.
Judging adalah tindakan meremehkan dan menentang harga diri seseorang.
Biasanya menggunakan kata “kamu” sebagai penegasan,
“Kamu tidak layak dicintai”
“kamu tidak punya kesempatan bahagia”
“Orang-orang tidak suka kehadiranmu”
Tindakan manipulatif ini menyudutkan korban dan membuat korban percaya bahwa ia bertanggung jawab atas semuanya dan layak untuk disalahkan.
Contohnya, “ini sebabnya karena kamu pelupa, karena itu semuanya berantakan”
Jenis verbal abuse ini berupa seseorang yang menyebut nama orang lain secara negatif dengan tujuan merendahkan, misalnya:
“Bodoh”, “Idiot”, “dungu”, atau menggunakan nama-nama hewan.
Verbal abuse juga dapat berupa ancaman dan intimidasi.
Pelaku berupaya untuk membuat korban ketakutan apabila tidak menuruti apa yang ia inginkan, misalnya:
“Kalau kamu nggak mau melakukan ini, mending kita putus aja”
Verbal abuse memiliki dampak yang sangat buruk pada kesehatan mental.
Pada jangka pendek sesaat setelah menerima kekerasan secara verbal, korban mungkin akan merasa bingung, takut, dan juga hopeless secara bersamaan.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Parahnya, verbal abuse juga akan mempengaruhi kognitif, emosional, bahkan kondisi fisik seseorang, misalnya jadi susah berkonsentrasi, gampang berubah mood, menjadi temperamen, hingga meningkatkan detak jantung tidak beraturan.
Pada jangka panjang, verbal abuse dapat memicu kondisi gangguan kesehatan mental yang lebih buruk lagi, misalnya gangguan kecemasan, gangguan mood, stress kronis, low self esteem, hopelessness, PTSD, hingga depresi.
Sebab jika verbal abuse ini terjadi berulang-ulang, dapat membuat seseorang kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri dan merasa bingung terhadap konsep diri yang ia miliki.
Apalagi jika verbal abuse telah dialami sejak kecil, efeknya akan lebih parah lagi, sebab verbal abuse ini dapat membuat mereka kesulitan mempercayai orang lain, dan akan bermasalah dalam kontrol emosi kelak ketika mereka tumbuh sebagai orang dewasa.
Jika kamu merupakan salah satu korban atau sosok yang ingin menolong orang lain keluar dari lingkaran menyakitkan ini, maka ada beberapa cara yang dapat dicoba.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk mengenali verbal abuse adalah dengan mengenalinya dan menghentikan tindakan denial yang selama ini dilakukan.
Mengingat kondisi ini mungkin membingungkan bagi korban karena pertimbangan banyak hal terkait hubungan.
Bertindaklah secara tegas kepada pelaku bahwa mereka tidak boleh lagi merendahkan, mengintimidasi dan mengontrol segala hal yang kamu lakukan.
Katakan pula apa konsekuensinya jika perlakuan tersebut masih diteruskan.
Tentu saja hal ini mungkin berat karena membutuhkan keberanian ekstra, namun ini penting untuk dilakukan agar pelaku mengetahui bahwa kamu juga memiliki kekuatan sendiri.
Jika memungkinkan, jauhkan diri kamu dari pelaku kekerasan verbal sejauh mungkin.
Batasi geraknya di hidupmu, dan luangkan waktu untuk berkumpul dengan orang-orang yang menyayangimu.
Membuat jarak dengan pelaku akan memberikan kamu kesempatan untuk melakukan banyak evaluasi atas apa yang terjadi selama ini.
Kebersamaan dengan orang-orang terdekat juga akan membuatmu sedikit terhindar dari rasa hampa dan rasa kesepian.
Jika memang setelah melakukan banyak hal namun tetap tidak ada tanda-tanda kekerasan itu dapat berhenti, maka ini saatnya kamu mengambil keputusan terpenting untuk memutuskan hubungan dengannya.
Namun sebelum melakukannya, diskusikan hal ini baik-baik dengan teman terdekat, keluarga, ataupun konselor yang dipercaya.
Jika kekerasan verbal ini mulai mengarah pada kekerasan fisik yang dapat membahayakan nyawamu, jangan pernah ragu untuk meminta bantuan pada pihak berwenang agar kamu dapat perlindungan.
Atau jika verbal abuse ini membuatmu merasa terpuruk dan mengganggu kegiatan sehari-hari, jangan ragu pula untuk menemui psikolog/psikiater untuk dapat berkonsultasi.
Itulah bahaya verbal abuse bagi kesehatan mental.
Verbal abuse ini dapat sangat membingungkan bagi korban, sebab pelaku mungkin tidak bertindak kasar setiap waktu.
Bahkan pada orang yang sangat manipulatif, pelaku dapat mengatur cara agar korban tetap memaafkan meskipun telah berulang kali melakukan kesalahan.
Untuk itu, karena salah satu faktor dari verbal abuse ini adalah komunikasi, maka sangat penting bagi kita untuk dapat memahami dengan baik apa yang orang lain coba sampaikan pada kita.
Buku Gesture karya Zaka Putra Ramadani dapat menjadi bacaan yang tepat untuk kamu dapat belajar mengenai seni berkomunikasi.
Buku ini mengajak kita untuk melatih kemampuan membaca pesan dari bahasa tubuh lawan bicara.
Berisi 210 halaman, di dalam buku ini terdapat teori-teori komunikasi yang dipadukan dengan keilmuan psikologi perkembangan.
Tak hanya itu, dengan membaca buku ini, kita juga sekaligus mempelajari perilaku lawan bicara yang dapat diamati, termasuk mendeteksi lawan bicara yang sedang berbohong.
Jika kamu tertarik membaca buku Gesture karya Zaka Putra Ramadani, kamu dapat menemukannya dengan mudah di Gramedia.com. Selamat membaca!
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.