Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 Hubungan Makanan dan Ritual Di Bali yang Penuh Simbol dan Makna

Kompas.com - 03/10/2022, 11:30 WIB
Hubungan makanan dan ritual di Bali Photo by jovanel on Pixabay Hubungan makanan dan ritual di Bali
Rujukan artikel ini:
Seri Budaya Kuliner: Makanan dan…
Pengarang: Litbang Kompas
|
Editor Rahmad

Bagi orang Bali, makanan bukan hanya untuk memuaskan selera, tetapi juga sebagai sarana untuk mendapatkan berkah dari sang pencipta. Itulah sebabnya masyarakat Bali tidak pernah bosan menyiapkan banyak makanan untuk persembahan ritual keagamaannya.

Ritual yang terlihat seperti pertunjukan selalu melibatkan persembahan makanan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada makanan tanpa ritual dan tidak ada ritual tanpa persembahan makanan. Makanan harus selalu hadir sebagai persembahan sebelum dapat dinikmati oleh manusia.

Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa semua alam adalah milik Tuhan. Dalam pandangan Hindu Bali, makanan pertama-tama harus dipersembahkan kepada dewa-dewa yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Itulah sebabnya banyak makanan khas Bali yang syarat simbol dan makna bagi masyarakat setempat.

Hubungan Makanan dan Ritual Di Bali

Tidak ada makanan tanpa persembahan. Ini biasanya terjadi di pulau dewata. Makanan yang dimakan oleh manusia selalu merupakan bagian dari persembahan yang sebelumnya dibuat untuk para dewa untuk diberkati.

Hubungan makanan khas dan ritual di Bali contohnya bisa kita lihat pada hari Penang Pahang Galungan yang dilakukan warga Batuyan, Batubulan dan Gianyar dengan membawa sesajen yang disebut saiban.

Proses ritual mebat salah satunya adalah masak bersama. Sebelum makan bersama, Kandel bertanggung jawab untuk membuat lebih dari 100 makanan persembahan di banyak tempat yang dianggap keramat.

Mahar ini, biasa disebut ngejot (berbagi), terdiri dari makanan khas Bali yang dimasak pada hari itu. Makanan yang dimakan oleh manusia selalu merupakan bagian dari persembahan yang sebelumnya dibuat untuk para dewa. Seperti makanan yang berisi nasi diletakkan di atas potongan-potongan kecil daun pisang dan disajikan di tempat-tempat seperti dapur, sumur, halaman, gerbang rumah dan pura keluarga.

Dalam pandangan Hindu Bali, makanan pertama-tama harus dipersembahkan kepada dewa-dewa yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Oleh karena itu, orang mengkonsumsi makanan yang penuh berkah dari para dewa.

Makanan yang kita makan hanyalah lapisan luarnya saja. Jika kamu memiliki sisi spiritual, maka kamu dapat membantu orang. Dengan demikian, persembahan ritual menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu-Bali.

Ada juga peningkatan tajam dalam aktivitas ketika ada upacara dan perayaan keagamaan yang lebih besar seperti Galungan dan Kuningan. Upacara termasuk kerumunan warga yang membawa sesaji dalam bentuk makanan yang lebih besar dan jumlah bervariasi.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Semua upacara diatur menjadi semacam pertunjukan yang meriah. Antropolog Clifford Geertz menyebutnya Bali Theatreland karena merupakan simbol kekuasaan dan status.

Simbol Makanan Khas Dalam Ritual Masyarakat Bali

Selama upacara besar seperti Galungan, berbagai makanan dipersembahkan kepada para dewa. Selain itu, jenis makanan yang disajikan di setiap daerah tidak selalu sama. Negara, Jembrana, di pantai barat Bali, memiliki makanan khas yang dipersembahkan kepada para dewa.

Makanan khas Bali di sana adalah Pesol (sejenis lontong yang terbuat dari daun bambu dan kayu kasa) dan Rawal Krunga, atau tempurung kelapa muda.

Kemudian makanan Rawal yang merupakan campuran berbagai sayuran dan daging yang dicampur dengan kelapa bakar parut dan jenep (bumbu khas Bali yang sempurna).

Sekilas terlihat seperti salep dengan aroma rempah yang lebih tajam. Selain batok kelapa muda, Lawar Klungah berisi ayam. Sesaji masyarakat Jembrana biasanya berupa makanan laut seperti ikan, udang, dan kepiting.

Denpasar dan Gianyar, di sisi lain, fokus pada daging babi. Berbagai usulan tersebut mencerminkan bahwa masyarakat Bali sebenarnya heterogen. Michel Picard (2006) berpendapat bahwa setiap daerah di Bali telah dipengaruhi oleh bahasa Hindu Jawa dalam derajat yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan ruang sosial yang heterogen di setiap desa.

Berbagai usulan tersebut mencerminkan bahwa masyarakat Bali sebenarnya heterogen. Apapun persembahan sesuai makanannya melihat bahwa seluruh alam adalah cerminan Tuhan. Oleh karena itu, segala sesuatu layak untuk dipersembahkan kepada Tuhan.

Makanan itu sendiri sebenarnya merupakan simbol dari ide-ide suci. Misalnya, kurban bebek dipandang sebagai simbol kebijaksanaan bukan hanya segumpal daging atau makanan biasa.

Buku Seri Budaya Kuliner: Makanan dan Ritual di Bali yang ditulis Litbang Kompas bisa kamu jadikan referensi untuk banyak mengetahui tentang hubungan makanan dan ritual di Bali. Dari banyak makanan khas Bali yang mungkin kamu ketahui, bisa memiliki simbol tersendiri bagi masyarakat Bali.

Masyarakat Hindu di Bali memiliki interpretasi makanan yang kompleks. Dalam cara berpikir Hindu Bali, makanan pertama-tama harus dipersembahkan kepada para dewa yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta.

Tanpa sesaji, sama saja dengan mencuri sesuatu dan menikmati sesuatu dari alam. Buku ini bisa kamu pesan dan beli di Gramedia.com!

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com