“Tapi, katamu hidup nggak ada maknanya?”
”Justru karena hidup nggak ada maknanya, maka kita yang harus memberi makna.” - Resilience: Remi’s Rebellion.
Remi seorang siswi SMA mengalami kesulitan dalam berteman.
Berkat terkena detensi, Remi berteman dengan Kino yang merupakan teman sekelas Remi sekaligus ketua kelas.
Tak ingin hubungan pertemanannya berakhir, Remi meminta Kino untuk membantunya agar bisa berteman dengan banyak orang.
Kehidupan SMA Remi pun mulai berubah.
Remi mulai berteman dengan teman-teman sekelasnya juga beberapa teman yang pernah terkena detensi bersama dia.
Kino pun sering memberi masukan dan kritik soal pertemanan kepada Remi, Remi pun mulai berani untuk perlahan-lahan membuka diri dan mengeksplor minat dan bakatnya.
Remi yang tadinya sering merasa kesepian bahkan takut mati sendiri dan terlalu judgmental pun berhasil belajar mengatasi semua rasa takut dan kekurangannya tanpa menghilangkan jati dirinya.
Hingga pada akhirnya, masa SMA pun berakhir.
Kino yang melanjutkan pendidikan di Amerika terpaksa pergi meninggalkan Remi.
Remi kembali merasa kesepian.
8 tahun berlalu, Remi kini sudah dewasa, ia menjadi jurnalis seperti yang ia harapkan dulu, namun masih ada rasa rindu yang mendalam terhadap teman masa SMA-nya, Kino.
Hubungan Kino dan Remi kian hari kian berjarak, perbedaan zonasi waktu dan kesibukan membuat mereka jarang berkomunikasi.
Remi yang terus berangan-angan untuk bisa kembali bertemu dan bersama Kino, berusaha untuk bisa mendapatkan beasiswa pascasarjana di Amerika.
Remi pun mengikuti sebuah perkumpulan yang bisa membantunya untuk bisa meraih beasiswa.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Di perkumpulan itulah, Remi berkenalan dengan Emir.
Sosok Emir memberikan angin baru dalam kehidupan Remi.
Remi yang sempat merasa kesepian karena ditinggal Kino, kini ia kembali belajar mengenai makna kehidupan melalui Emir.
Novel ini memberikan format cerita berupa buku harian yang dibagi menjadi dua bagian yaitu ketika Remi SMA dan ketika Remi telah dewasa.
Dengan sudut pandang orang pertama novel ini mengangkat isu seputar mental illness terutama social anxiety.
Isu yang dibawakan oleh penulis sangat dekat dengan pembaca remaja bahkan pembaca dewasa.
Nellaneva berhasil membuat pembaca sangat dekat dan sangat relate dengan perjalanan hidup Remi.
Masalah-masalah yang dihadapi Remi seperti masalah dengan keluarga disfungsional, pencarian jati diri, overthinking mengenai masa depan dan karier ditulis sangat apik sehingga pembaca betah berlama-lama membaca dan ikut terhanyut dengan segala perasaan yang Remi rasakan.
Perkembangan karakter Remi juga patut diacungi jempol, meskipun perkembangannya tidak terlalu drastis tapi Remi berhasil menjadi sosok yang inspirasional bagi pembaca.
Karakter Remi yang awalnya susah bersosialisasi, sering merasa cemas, judgmental, seorang nihilis berubah menjadi Remi yang belajar menikmati hidup, belajar menjadi seseorang yang menerima bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, dan belajar bahwa kehidupan itu bermakna.
Teman-teman di sekitar Remi pun ditulis sangat apik.
Kino yang periang dan supel menjadi jembatan Remi untuk bisa merasakan bagaimana kehidupan bersosialisasi.
Karakter Jois dan Zui, dua teman yang Remi kenal semasa kuliah juga turut membantu Remi untuk lebih berani menghadapi kehidupan dan tidak lari ketika menghadapi kegagalan.
Emir dan Elang, dua saudara yang mengisi relung hati Remi dengan kehangatan dan penerimaan jati diri Remi memberikan angin baru mengenai makna kehidupan.
Novel dengan tema coming of age yang dibalut dengan pembahasan mengenai psikologi dan filosofi ini sangat layak dibaca oleh semua orang, oleh semua kalangan.
Novel ini akan meningkatkan kepedulian terhadap gangguan mental, memberikan makna dan pembelajaran tersendiri bagi pembacanya.
Dapatkan Novel Resilience: Remi’s Rebellion ini di Gramedia.com.