Kearifan Lokal Masyarakat Aceh di Dalam Buku Anak

Blurb

Banta dan teman-temannya sedang bersantai di pantai.

Tiba-tiba, terjadi gempa.

Dari kejauhan, muncul naga Smong sang raksasa laut.

Ini gawat! Semua penduduk harus menyelamatkan diri! Smong harus ditenangkan.

Banta dan elang besar pun mendekat ke arah sang naga.

Akankah Banta berhasil menenangkan Smong?

Resensi Buku

Pada tahun 2004 lalu, terjadi bencana dahsyat gempa dan tsunami di Aceh.

Bencana ini sangat menggemparkan dan menoreh luka bagi masyarakat.

Gempa dahsyat itu menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat besar.

Wilayah Aceh hancur lebur.

Sebanyak 128.645 orang meninggal, 37.036 orang hilang, dan 500.000 orang kehilangan rumah.

Dilansir dari goodnewsfromindonesia.id, “Namun, dari bencana tsunami ini, ada satu cerita lain dari kabupaten di Aceh yang berada persis di tengah-tengah samudra, daerah itu adalah Pulau Simeulue. Bangunan-bangunannya memang hancur, tetapi korban jiwa hanya tujuh orang. Konsep kearifan lokal telah menyelamatkan nyawa mereka.”

Sedari zaman nenek moyang, secara turun temurun, penduduk Simeulue memiliki kearifan lokal yang disebut nafi-nafi, yaitu budaya bercerita yang biasa diceritakan kepada anak-anak.

Kearifan nafi-nafi mengajarkan anak tentang bentuk mitigasi bencana tsunami.

Cerita ini mengajarkan masyarakat, jika ada gempa kuat yang kemudian diikuti surutnya air laut, segeralah lari menjauh dari pantai agar selamat dari terjangan ombak tinggi dan besar.

Nafi-nafi yang berupa nyanyian tersebut disebut smong, yang merupakan kata lain dari tsunami.

Cerita inilah yang menginspirasi Maya Lestari GF untuk membuat cerita anak berjudul Smong, Si Raksasa Laut.

Di cover depannya, terdapat naga asia ungu yang dapat mencuri perhatian pembaca anak dalam sekejap.

Ditambah judulnya yang terdapat kata ‘raksasa’.

Maya dan sang ilustrator Gilang Ayyoubi Hartanto sepakat membuat smong/tsunami menjadi hidup agar menarik minat baca anak.

Walaupun, pada kenyataannya masyarakat Aceh tidak merepresentasikan smong dalam bentuk naga.

Cerita dalam buku ini diambil dari sudut pandang seorang anak laki-laki (Banta) dari Aceh yang tinggal di desa di pesisir pantai.

Di suatu sore ketika selesai bermain dengan teman-temannya, dia merasakan ciri-ciri alam akan datangnya tsunami.

Benar saja, seekor naga datang dari bawah laut.

Naga itu tampak dari pantai dan berada di laut lepas.

Banta berteriak dan para lelaki yang dituakan meneriakan perintah agar warga menjauhi pantai dan segera pergi ke tempat tinggi.

Selanjutnya, cerita menyajikan Banta dan seekor elang raksasa yang berusaha mendekati Smong.

Ilustrasi di dalam buku ini begitu hidup dan tersaji apik secara berurutan.

Pilihan warnanya pun sangat menarik bagi pembaca anak, khususnya di detail sang naga Smong terlihat dari dekat.

Pembuatan buku cerita bergambar 28 halaman ini pun memakan waktu setahun penuh.

BIP bekerja sama dengan Room to Read (lembaga non-profit yang memberi bantuan teknis dalam pengembangan literasi anak dan pendidikan anak perempuan di negara berkembang), untuk membuat buku picture book dengan genre adaptasi cerita rakyat.

Kemudian, jadilah buku ini.

Sesuai dengan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran Kemdikbud, buku ini dibuat untuk pembaca Jenjang 3, dengan ciri gambar dengan proporsi maksimal 50%, kalimat terdiri atas dua sampai dengan delapan kata yang membentuk paragraf.

Jadi, buku ini dapat dinikmati oleh anak PAUD yang baru bisa membaca dan juga anak SD.

Secara keseluruhan, buku ini dapat dinikmati semua umur karena temanya yang dapat dinikmati semua kalangan.

Dengan buku ini, Penerbit dan Penulis berharap bahwa cerita ini dapat membantu masyarakat, khususnya yang tinggal di pesisir, untuk mengenali ciri datangnya tsunami dan cara menyelamatkan diri.

Buku Smong, Si Raksasa Laut bisa dibeli secara online melalui Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon