Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wastra Indonesia Selayang Pandang

Kompas.com - 28/01/2022, 07:58 WIB
Sumber Foto: Dok. Gramedia Pustaka Utama
Rujukan artikel ini:
Pesona Padu Padan Wastra Indonesia
Pengarang: Perkumpulan Wastra Indonesia
|
Editor Ratih Widiastuty

Wastra Indonesia, Warisan Penuh Keindahan dan Sarat Makna

Wastra Indonesia merupakan kain-kain tradisional khas buatan suku-suku bangsa di Indonesia, yang menjadi sebuah bentuk seni kerajinan tangan (craft) bercita rasa tinggi.

Meskipun dinamakan kain tradisional, wastra tak melulu berupa kain kuno, karena sampai saat ini pun masih banyak para pengrajin wastra.

Wastra Indonesia dibuat dengan aneka metode dan teknik yang menentukan hasil dan tampilan akhir sehelai kain.

Jenis dan Cara Pembuatan

Ada teknik rintang warna seperti pada kain batik, cinde, dan jumputan; teknik tenun seperti songket, tenun ikat, tapis, lurik, ulos, atau doyo; hingga teknik sulam.

Bahan pembuat wastra pun bisa bermacam-macam.

Ada wastra yang dibuat dari benang kapas, sutra, serat tumbuhan, hingga benang emas yang mewah.

Benang kapas dan sutra juga diwarnai dengan berbagai jenis pewarna alam dari tumbuhan yang tumbuh di Indonesia, meski kini lebih banyak yang menggunakan pewarna sintetis.

Beragam teknik maupun bahan ini membuat tampilan wastra Indonesia menjadi beraneka jenis, warna, tekstur, hingga fungsinya.

Teknik jumputan bisa dibilang salah satu teknik pembuatan wastra yang paling sederhana.

Selembar kain polos (biasanya putih) diikat di beberapa bagian membentuk motif abstrak berupa penggayaan bentuk lingkaran, oval, paisley, hati, garis, dan sebagainya.

Kain polos tersebut kemudian dicelup larutan pewarna.

Setelah ikatan dibuka, bagian terikat tadi akan tetap putih karena pewarna terintangi ikatannya.

Karena itulah teknik ini disebut rintang warna.

Jumputan ditemui di Jawa Tengah dan DIY, Bali, Palembang, dan Banjarmasin (kain sasirangan), uniknya setiap daerah memiliki teknik dan motif tersendiri dalam menjumput dan mewarnai.

Teknik rintang warna yang lebih rumit dilakukan dalam proses pembatikan.

Kain mori atau sutra yang telah digambar dengan pensil, ditutup dengan lilin malam cair yang diterakan dengan canting (pada batik tulis) atau lempengan cap logam (pada batik cap).

Proses menutup pola dengan canting memakan waktu yang tak sedikit, rumit, butuh ketelitian dan kesabaran tinggi.

Setelah ditutup lilin, kain akan dicelup warna beberapa kali.

Proses mencelup satu warna dilakukan setelah warna yang sebelumnya kering dan ditutup kembali dengan lilin baru.

Proses ini dilakukan berulang kali hingga seluruh pola selesai diwarnai.

Kerumitan ini menyebabkan harga batik tulis menjadi relatif tinggi.

Batik cap sekali pun, meski relatif lebih mudah, tetap dibutuhkan ketekunan, konsistensi, dan kecermatan dalam mencelup.

Proses yang melibatkan tangan terampil ini kadang kurang dihargai apabila banyak yang lebih memilih tekstil motif batik buatan pabrik yang dibuat secara massal, bahkan diimpor dari negara lain.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Teknik rintang warna sekaligus tenun juga dapat kita temui dalam wastra Indonesia yaitu tenun ikat.

Teknik menenun sendiri sudah rumit, misalnya songket, sutra Sengkang, tapis Lampung, atau ulos.

Pada tenun ikat kerumitan bertambah karena sejak sebelum ditenun, benang diikat-ikat sesuai pola kemudian dicelup warna.

Bila penenun ingin menambah warna lain, bagian yang tak ingin terkena warna baru harus diikat kembali.

Setelah dijemur hingga kering ikatan-ikatan itu dibuka dan diatur dalam bidang tenunan seperti gedogan yang sangat khas Indonesia, atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

Proses ini pun membutuhkan keterampilan tinggi, ketekunan, dan konsistensi yang terbentuk seiring waktu.

Di Indonesia dapat ditemui tenun ikat pakan, lungsi,maupun kombinasi pakan-lungsi yang sangat unik.

Motif yang terbentuk dalam tenun ikat kombinasi ini bisa menghasilkan motif geometris dengan sudut yang benar-benar presisi.

Hanya ada tiga bangsa di dunia yang memiliki teknik semacam ini: Jepang, India, dan Indonesia.

Di Indonesia, tenunan ikat kombinasi ini hanya kita temui pada kain gringsing dari Desa Tenganan di Bali.

Teknik sulaman bisa ditemui di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Sulawesi Utara.

Hasil sulaman khas Nusantara mulai yang sederhana hingga yang sangat halus dan rumit, yang dikerjakan selama berbulan-bulan secara manual.

Hampir semua kain tradisional di Indonesia tercipta dari olah rasa seni para pengrajin.

Keterampilan mereka dibentuk secara turun temurun, dengan segala kesulitan, dinamika, dan pasang surutnya.

Meski telah ada banyak lembaga pelatihan keterampilan, namun pengembangan dan pelestarian wastra Indonesia sangat tergantung pada kesediaan pelaku, dan dukungan konsumen.

Alangkah baiknya bila kita mendukung keberadaan wastra Indonesia dengan lebih banyak membeli dan menggunakan kain buatan bangsa kita sendiri.

Perlu diketahui, kini wastra tak semahal dulu.

Mungkin sarana transportasi dan komunikasi yang semakin mudah ikut menghapus sekat-sekat antara penenun dan konsumen.

Mungkin pula kesadaran akan nilai keindahan wastra Indonesia mulai mendapat perhatian lebih banyak kalangan.

Namun masih perlu lebih banyak lagi upaya dari semua pihak agar wastra Indonesia terus lestari.

Buku Pesona Padu Padan Wastra Indonesia dapat dibeli di Gramedia.com.

Selain itu, dapatkan gratis voucher diskon yang dapat digunakan tanpa minimal pembelian. Klik di sini untuk dapatkan vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com