Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Lompat Batu Berasal dari Daerah Mana Ya? Cari Tahu Di Sini Yuk!

Kompas.com - 20/10/2022, 09:00 WIB
Tradisi Lompat Batu Berasal Sumber Gambar: Telisik.id Tradisi Lompat Batu Berasal
Rujukan artikel ini:
Aktivitas Anak Paud: Mengenal Budaya…
Pengarang: A. TABI’IN
Penulis Okky Olivia
|
Editor Ratih Widiastuty

Bicara soal warisan budaya di Indonesia, kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan beragam kesenian seperti busana, tradisi, atau olahraga tradisional.

Salah satu budaya tradisional yang telah ada secara turun temurun dan kini sudah berhasil mendunia adalah tradisi lompat batu.

Tradisi lompat batu merupakan tradisi asli yang berasal dari daerah Nias, Provinsi Sumatera Utara.

Warga Nias sendiri menyebut tradisi lompat batu sebagai hombo atau fahombo, tradisi ini biasanya dilakukan oleh para laki-laki suku Nias untuk menunjukkan bahwa mereka telah dewasa.

Meski terlihat sederhana, tradisi yang dikemas secara adat ini berhasil menyuguhkan pertunjukkan yang menarik minat banyak wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara yang datang ke pulau Nias.

Sejarah Tradisi Lompat Batu

Pulau Nias terletak di sebelah barat Pulau Sumatera, orang-orang Nias sering menamakan diri mereka sebagai Ono Niha yang berarti anak atau keturunan, sementara pulau Nias sering disebut dengan Taho Niha yang artinya tanah.

Sejak berabad-abad yang lalu, suku Nias adalah suku yang hidup dengan budaya Megalitik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya batu-batu besar di pedalaman Pulau Nias.

Tradisi lompat batu ini sudah diwariskan secara turun temurun.

Tradisi ini pada awalnya lahir sejak banyaknya peperangan yang dilakukan oleh suku Nias untuk memperebutkan tanah dan budak.

Sampai pada akhirnya, lompat batu dijadikan sebagai sebuah tolok ukur apakah seorang pemuda layak dijadikan prajurit atau tidak.

Jika pemuda tersebut berhasil melompati batu setinggi 2 meter tanpa menyentuhnya, ia diizinkan untuk menjadi prajurit dan ditunjuk sebagai pembela desa.

Sejak masih kecil, anak-anak suku Nias banyak berlatih melompat, mulai dari melompati tali, kayu, batu tiruan, sampai batu sungguhan yang ketinggiannya pun diatur secara bertahap sebelum akhirnya benar-benar mengikuti acara tradisi ini.

Tidak hanya itu, penduduk suku Nias juga percaya bahwa ada beberapa unsur mistis dalam tradisi ini, sehingga para peserta harus meminta izin terlebih dahulu kepada roh leluhur untuk menghindari adanya celaka.

Saat ini tradisi lompat batu tetap rutin dilakukan oleh masyarakat suku Nias demi menjaga dan melestarikan warisan budaya yang sudah ada secara turun temurun.

Tata Cara Tradisi Lompat Batu

Pada masa peperangan, tiap-tiap desa di Nias memiliki benteng atau tembok pembatas yang membatasi wilayah kekuasaan desa tersebut, dan bila ada pasukan lain yang mampu melewati pembatas tersebut, maka pasukan itulah yang akan menang.

Meski kini sudah dijadikan sebagai pertunjukkan yang menjadi tontonan umum, tradisi lompat batu tetap tidak boleh dilakukan di sembarang tempat, jadi harus dilakukan di tempat khusus dan di waktu yang khusus.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Jauh sebelum acara diadakan, setiap peserta harus berlatih dengan keras untuk bisa melewati setiap tahapan tinggi batu tersebut, sekaligus belajar bagaimana caranya menghindar dari cedera.

Tradisi Lompat Batu Menjadi Simbol Budaya Nias

Tradisi lompat batu kini termasuk salah satu tradisi kebanggaan di Indonesia, karena mengandung keunikan dan kekayaan budaya yang sangat otentik.

Tidak lagi dijadikan sebagai acara untuk mempersiapkan peperangan, tradisi lompat batu kini banyak digunakan sebagai pertunjukkan atraksi budaya untuk mengisi acara-acara yang penting.

Sampai hari ini, ada beberapa desa di wilayah Nias yang masih melakukan tradisi lompat batu, salah satunya ada di Desa Bawomataluo yang terletak di Kabupaten Nias Selatan, Bawomataluo sendiri memiliki makna bukit matahari.

Tidak hanya sebatas melompati batu saja, tradisi ini juga sering dibarengi dengan atraksi tari perang yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana suasana peperangan pada masa lampau.

Sampai saat ini, tradisi lompat batu masih terus berusaha dilestarikan oleh masyarakat suku Nias sekaligus pemerintahan setempat.

Itu dia penjelasan lengkap mengenai tradisi lompat batu yang sudah menjadi salah satu warisan budaya Indonesia, yang tentunya juga harus selalu dijaga keberadaannya sampai kapanpun.

Tentu sudah banyak orang yang mengetahui bahwa Indonesia termasuk salah satu negara dengan kekayaan budaya terbanyak di dunia, ini harus dipahami oleh setiap warga negara supaya kita bisa terus melestarikannya.

Di era globalisasi, sudah ada banyak sekali kebudayaan dari negara lain yang masuk dan sedikit tercampur dengan budaya Indonesia, dan keadaan ini tentunya bukan sesuatu yang baik.

Sebagai orang dewasa yang sudah lebih dulu mengenal budaya Indonesia, kita tentu perlu mengajarkan dan mengenalkan ini kepada anak-anak supaya mereka tidak melupakan kebudayaan negaranya sendiri.

Kamu bisa gunakan buku Aktivitas Anak Paud: Mengenal Budaya Indonesia karya A. Tabi’in sebagai buku panduan pengajaran untuk anak-anak usia dini.

Melalui buku ini, anak-anak bisa belajar sekaligus mengenali kebudayaan dari tiap daerah di Indonesia, mulai dari pakaian adat, rumah adat, hewan endemic asli Indonesia, tari tradisional daerah, sampai tokoh-tokoh pahlawan nasional.

Semua materi dalam buku ini dikemas dengan cara yang unik sehingga anak-anak tidak hanya akan membaca tulisan yang panjang saja, mereka juga bisa bermain games sederhana seperti mencocokkan gambar atau mewarnai.

Untuk memilikinya, kamu bisa dapatkan buku ini melalui Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

Promo Diskon Promo Diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau