Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluk Pelik JI dan NKRI

Kompas.com - 23/04/2025, 18:00 WIB
Rujukan artikel ini:
JI The Untold Story: Perjalanan…
Pengarang: Irjen. Pol. Sentot Prasetyo,…
|
Editor Ratih Widiastuty

Malaikat selalu mencatat, dan suatu hari mereka akan berhenti mencatat.

Bukan tanpa alasan, melainkan atas kesadaran akan tugasnya yang telah mencapai batas.

Kiranya itu yang dipikirkan para petinggi Jemaah Islamiyah ketika mendeklarasikan pembubarannya pada 2024 lalu.

Dalam buku JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah, Irjen. Pol. Sentot Prasetyo, S.I.K. menceritakan kisah kasih Korps Bhayangkara dalam merangkul Jemaah Islamiyah untuk kembali berpegangan tangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hubungan love-hate relationship antara Densus 88 Polri dengan Al Jamaah Al Islamiyah ini sudah berlangsung cukup lama, 31 tahun, rasanya agak kurang dewasa untuk penyelesaian konflik dalam bahtera rumah tangga.

Dua sejoli ini terus menerus saling melempar “kasih” sejak dulu, percumbuan mereka di Bom Bali, Konflik Bersenjata di Maluku, Pengeboman Malam Natal dan aksi teror lainnya menjadi refleksi mendalam bagi lembaga penegak hukum dan kepolisian tanah air.

Pasalnya, Jemaah Islamiyah (JI) bukan organisasi kemarin sore.

Ia memiliki otak luar biasa cerdas di dalamnya.

Struktur organisasi yang apik, jaringan yang menggurita di seluruh dunia, rekrutmen tak terdeteksi, prajurit yang kompeten, kaderisasi ke puluhan pondok pesantren di dalam negeri dan strategi yang ciamik menjadikannya kekasih yang layak diperjuangkan oleh POLRI.

Ketika membaca buku ini, keterangan terkait jumlah pasukan JI yang menyentuh setengah ribu lusin cukup mencengangkan bagi saya.

Apalagi ketika diperkirakan bisa mencapai 10.000 pasukan.

Aduhai, angka yang cukup untuk membeli mi ayam di pinggiran kota itu membuat bulu kuduk merinding.

POLRI benar-benar mendapat pasangan yang sekufu.

Wajar sekali jika pantang menyerah memperjuangkan JI kembali ke pangkuannya.

Layaknya sepasang kekasih yang berbeda pandangan, POLRI melakukan segala cara untuk meluluhkan hati JI.

Dari mulai konfrontasi, hingga persuasi, sejak 1993 sampai 2024.

Sebagaimana yang kita tahu, malaikat selalu mencatat, dan suatu hari dia akan berhenti mencatat.

Hari itu pun tiba, akhirnya JI mengamini pembubaran organisasi radikalnya.

Ia luluh oleh kekasihnya berkat pendekatan humanis-dialogis.

Untuk menjadikan mesra, kita memang butuh bicara.

POLRI dan JI pun kembali berpelukan.

Bukan melalui angkat senjata, tetapi dengan diskusi hangat berbagi cerita, walaupun harus berpuluh-puluh kali upayanya.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Kepala Datasemen Khusus 88 Periode 2023 sampai sekarang ini akhirnya mengetahui, bahwa asa yang dimiliki oleh JI merupakan asa yang sama dengan POLRI dan seluruh rakyat Indonesia, yakni menciptakan kehidupan yang damai sentosa di republik ini.

Kesalahan berpikir yang tertanam dalam benak JI lah yang akhirnya melahirkan gerakan-gerakan tidak senonoh dalam upaya mencintai Indonesia.

Untungnya, rangkulan POLRI untuk kembali belajar tentang dalil-dalil terkait bisa meresap cukup baik kepada JI, yang kemudian menyadarkannya atas kekeliruan tindakan-tindakan di masa lampau.

Alhasil, hingga saat ini mereka bisa hidup mulia bersama.

Isi Buku JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah

Buku ini mengajak pembaca menyelami perjalanan panjang yang diceritakan secara runut oleh penulis.

Informasi yang diperoleh dari Bank Data Densus 88 tentu saja menjadi keunggulan buku ini.

Ditambah penulisnya bukan orang sembarangan, yakni Jenderal Bintang Tiga kebanggaan bangsa yang punya privilese untuk wawancara eksklusif dengan para A1 JI.

Tidak diragukan lagi manfaat yang digelontorkan oleh penulis buku ini, mulai dari mengenal sejarah organisasi radikal, membangun kesadaran beragama yang benar, dan meningkatkan kewaspadaan bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren.

Sebagai halnya tidak ada yang abadi di bumi, buku karya mantan Kapolres Sukamara ini tidak luput dari kekurangan.

Sebagai pembaca awam yang ingin mengetahui sejarah, pasti akan kesulitan dengan kosakata yang digunakan karena cukup tinggi dan tidak familiar di kalangan rakyat bawah.

Selain itu, walaupun cover buku sangat merepresentasikan identitas personal JI, tapi sayangnya menurut saya kurang menarik.

Cover buku terlihat sebagaimana buku sejarah lainnya, tua dan membosankan.

Tidak sebanding dengan keseruan yang ada di dalamnya.

Buku ini juga tidak memberikan tips and tricks kepada khalayak ramai sekiranya JI hanya berganti kulit.

Padahal kita tahu bahwa ruang yang paling merdeka adalah di dalam pikiran.

Manusia-manusia yang berada di dalam JI ini justru terjajah penyakit pada pikiran, yang mana kita belum memiliki skala pasti dalam menilainya, apakah sudah total sembuh atau masih sering kambuh.

Seperti yang penulis bilang “Keputusan berani oleh Jemaah Islamiyah untuk membubarkan diri sebaiknya diapresiasi, bukan malah dicurigai.”

Ucapannya terdengar seperti ucapan orang yang baru bernapas lega.

Saya berharap pengawasan dan pendampingan JI hingga pulih adalah upaya yang terus digalakkan oleh penulis beserta jajarannya.

Sebab bagaimanapun juga, janji kemerdekaan harus terus kita tunaikan, yakni “...melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”

Oleh karena itu, melalui buku ini kita bisa belajar untuk mencintai Indonesia dengan cerdas dan santun.

Merdeka!

Baca selengkapnya dan segera dapatkan buku JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah di Gramedia.com!

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau