Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Penerimaan Diri Melalui Buku Insecurity is My Middle Name

Kompas.com - 07/02/2022, 16:00 WIB
Sumber foto: Gramedia.com
Rujukan artikel ini:
Insecurity is My Middle Name
Pengarang: Alvi Syahrin
Penulis Lika Purnama
|
Editor Almira Rahma Natasya

Sudahkah aku menerima diriku sepenuhnya? Diriku yang jerawatan, diriku yang kulitnya kusam, diriku yang pengangguran, diriku yang mungkin tak sehebat orang-orang, sudahkah?

Pertanyaan aneh ini mungkin mengherankan bagi sebagian orang.

Ternyata, meskipun melekat dan menjadi bagian hidup kita sehari-hari, penerimaan diri bukan hal yang otomatis bisa kita lakukan dengan mudah. Apalagi jika harus menerima kekurangan-kekurangan yang kita punya.

Kita merasa tidak good looking sehingga sulit bergaul, sulit menemukan pasangan, sampai sulit menemukan pekerjaan karena kita pikir hanya orang-orang good looking yang dipermudah jalan hidupnya.

Sudah tidak good looking, tidak punya keahlian pula.

Kita terjebak dalam perasaan rendah diri sebab melihat teman-teman yang lain sudah mulai menata hidup dan begitu hebat dengan rencana-rencana masa depan yang mereka punya. Sedangkan kita, bahkan untuk sekedar bermimpi saja tidak berani.

Insecurity. Itu ancaman besar yang menghantui diri kita sehari-hari.

Kekhawatiran-kekhawatiran ini semakin meluas dan seolah diaminkan oleh banyak pihak. Padahal tidak sepenuhnya benar.

Alvi Syahrin menulis buku yang sangat menarik mengambil tema tentang keresahan ini. Insecurity is My Middle Name.

Buku setebal 264 halaman ini terbagi menjadi empat bagian besar dengan tulisan-tulisan sederhana yang sangat relate dengan apa yang kita rasakan.

Alvi mencoba untuk berdialog dengan pembacanya, dari hati ke hati, meruntuhkan keraguan dan kekeliruan besar atas persepsi yang selama ini terlanjur terbangun tentang makna kata cantik dan gambaran masa depan yang seolah suram.

Memaknai Kata Cantik

Banyak hal yang kita lihat di televisi maupun media sosial, semua berlomba-lomba untuk menampilkan orang-orang yang dibuat agar seolah tampak sempurna.

Hingga kita tanpa sadar membentuk sebuah standar amat tinggi yang sebetulnya hanya berasal dari ilusi.

Melihat gambaran perempuan yang digandrungi berkulit putih mulus, tanpa jerawat, dengan tubuh langsing minim lemak.

Lantas ketika kita bercermin dan menyadari bahwa kita jauh di bawah standar itu, kita akan mulai melabeli diri kita tidak cantik. Kita jadi merasa buruk, memunculkan insecurity dan melupakan hal-hal lain yang menjadi potensi diri kita.

Namun, apakah benar definisi cantik sebatas itu? Ternyata tidak juga. Fisik adalah standar paling dangkal untuk menilai kecantikan seseorang.

Mungkin terdengar klise, tapi memang cantik itu relatif. Buku ini memberikan penekanan mengaggumkan bahwa cantik tidak harus good looking.

Kita bisa menjadi orang yang berpendidikan, orang dengan attitude dan tutur kata yang baik ditengah orang-orang yang seenaknya mengetikkan komentar jahat di media sosial.

Kita juga bisa jadi orang menginspirasi, orang yang gigih memperjuangkan mimpi, memberikan pengaruh positif terhadap sekitarnya.

Kita tetap bisa menjadi cantik dengan definisi dan pemahaman yang berbeda. Dan bukankah itu jenis kecantikan yang masih bisa kita usahakan?

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Gambaran Masa Depan

Selepas menyelesaikan pendidikan menengah atas, kita mungkin sedikit terusik dengan teman-teman yang bisa dengan mudah menentukan jurusan kuliah, mengikuti passion-nya, lantas masuk PTN bergensi dengan mudah.

Sedangkan kita masih terombang-ambing, bingung menentukan langkah hidup selanjutnya. Pintar juga enggak, banyak uang juga enggak.

Setelah berhasil lulus kuliah pun, lagi-lagi kita dibuat kacau oleh keadaan. Dihadapkan dengan kerasnya kehidupan, harus tertampar oleh teman-teman yang lebih dahulu dapat pekerjaan.

Seolah semua orang hebat dengan tujuan hidupnya masing-masing. Sedangkan kita, masih stuck, merasa nggak bisa apa-apa.

Merasakan semua itu lantas membaca buku ini, kita akan seolah-olah sedang dipeluk teman lama.

Bahkan, Alvi Syahrin dalam buku ini juga memberikan rekomendasi skill-skill apa yang bisa coba dipelajari dari 0 untuk orang-orang yang benar-benar tidak tahu apa yang mereka bisa lakukan.

Buku ini juga akan menampar kita sekali lagi dengan realita. Apakah selama ini kita benar-benar gagal, atau hanya takut mencoba? Sebab batas antara bisa dan tidak bisa hanya ada di kata mencoba.

Kalau Kolonel Sanders tidak pernah mencoba membuat ayam goreng, kita tidak akan bisa menyaksikan produk KFC sebesar sekarang. Kalau Larry Page waktu itu tidak punya ide membuat search engine, kita mungkin tidak akan pernah merasakan mudahnya mencari informasi di Google.

Lihat, kan? Semua orang hebat juga berasal dari orang yang tidak tahu apa-apa. Tapi mereka mencoba.

Berdamai Dengan Diri Sendiri dan Menerima

Membaca buku ini sampai akhir membuat kita akan memahami satu hal penting tentang apa yang selama ini memicu rasa insecurity yang kita punya.

Kita sering terlalu fokus pada apa yang orang pikirkan tentang kita. Bagus atau tidaknya pakaian yang kita kenakan, bagaimana tampilan kita, apakah kita terlihat baik atau buruk di mata mereka.

Kita haus validasi eksternal. Kita butuh pengakuan dari orang yang bahkan tidak memberikan kontribusi apa-apa di hidup kita.

Parahnya, kita sering menjadikan penilaian orang lain sebagai standar dari banyaknya hal yang kita lakukan. Sehingga ketika mereka memberikan penilaian buruk, kita akan merasa jatuh.

Padahal, tidak ada yang paling mengerti diri kita selain kita sendiri.

Padahal, penilaian orang lain terhadap kita sama sekali tidak menjamin apa-apa.

Kita berusaha mati-matian tampil cantik supaya lebih disukai. Apa akan ada jaminan orang yang menyukai kita ketika kita cantik itu yang tulus? Bagaimana jika fisik kita menua? Kulit kita keriput? Apakah orang yang datang ketika kita cantik akan bertahan jika fisik kita berubah?

Insecurity is My Middle Name mengajarkan kita untuk bodo amat dengan pandangan orang lain terhadap kita. Sudah bukan waktunya lagi terpuruk karena merasa tidak good looking. Kita selalu bisa menjadi cantik dengan definisi dan pemahaman yang berbeda.

Kalaupun ingin memperbaiki diri, ingin bebas jerawat, ingin diet, ingin melakukan apapun, niatkanlah untuk kebaikan diri sendiri, bukan untuk mencari validasi dari orang lain.

Because your life is not about them. It’s about you, and yourself.

Dapatkan Diskonnya! Dapatkan Diskonnya!

Ayo, dapatkan gratis voucher diskon untuk membeli bukunya! Langsung klik di sini, ya.

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com