Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sejarah Tari Kecak yang Masih Sangat Jarang Diketahui

Kompas.com - 03/05/2023, 10:12 WIB
Sejarah Tari Kecak  Sumber Gambar: Pexels.com Sejarah Tari Kecak 
Rujukan artikel ini:
Seri Dendang Kencana: Menjadi Guru…
Pengarang: Watiek Ideo & Nindia…
|
Editor Puteri

Indonesia dikenal mempunyai kekayaan budaya yang melimpah, salah satunya adalah seni tari yang jumlahnya tak terhitung banyaknya, mulai dari Sabang sampai Merauke.

Di antara beragam tarian tradisional yang ada, tari kecak menjadi salah satu seni tari yang cukup menarik karena melibatkan banyak orang untuk melakukannya dengan gerakan yang artistik.

Tari tradisional yang berasal dari Pulau Bali ini mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu suara “Cak, Cak, Cak”, yang merupakan suara khas yang dikeluarkan ketika para penari sedang melakukan gerakan tarian kecak.

Tarian kecak sendiri adalah sebuah seni drama tari yang biasanya melibatkan 50 hingga 150 orang penari saat mementaskannya.

Tari kecak sendiri sebagian besar dilakukan oleh para penari pria yang duduk bersila membentuk sebuah lingkaran.

Busana yang dikenakan oleh para penari berupa kain sarung serta kain kotak dengan warna hitam putih layaknya papan catur yang dikaitkan di lingkar pinggang penari.

Tari kecak sendiri biasanya sering ditampilkan sebagai hiburan untuk para wisatawan yang datang ke Pulau Dewata untuk melihat salah satu warisan budaya Nusantara yang tentunya sangat memikat dan memukau ini.

Akan tetapi, di balik keindahan dan keunikan tari kecak, terdapat asal-usul dan sejarah dari tarian tradisional yang satu ini.

Bagaimana sejarah dan asal-usul dari tari kecak yang menjadi kebudayaan masyarakat Bali ini? Cari tahu jawabannya berikut ini.

Asal-Usul Tari Kecak

Tari kecak merupakan salah satu seni tari yang populer di Pulau Dewata dan biasanya kerap digunakan sebagai upacara penyambutan tamu maupun upacara keagamaan.

Tari kecak pun mempunyai sebutan nama tari cak atau tari api yang dilakukan secara massal oleh beberapa penari laki-laki yang mengenakan busana berupa kain penutup kotak-kotak berwarna hitam-putih layaknya motif papan catur.

Menariknya, tari kecak tidak dimainkan tanpa adanya iringan alat musik berupa gamelan, karena hanya dengan duduk membentuk sebuah lingkaran sambil diiringi seruan irama berbunyi “cak, cak, cak” sambil mengangkat tangan, tarian ini sudah tampak sangat memikat untuk dilihat.

Tari kecak tergolong sebagai salah satu tarian sakral, di mana para penari yang tampak terbakar api justru kebal dari panasnya tanpa merasakan kesakitan sama sekali.

Wayan Limbak adalah tokoh di balik terciptanya tari kecak.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Pada tahun 1930, dirinya berusaha untuk memperkenalkan tarian ini ke berbagai penjuru dunia yang dibantu oleh seorang pelukis dari Jerman bernama Walter Spies.

Para penari laki-laki yang menari sambil berseru “cak, cak, cak” merupakan cikal bakal dari terciptanya nama kecak.

Tidak hanya itu, suara kerincingan yang diikatkan pada kaki penari pemeran tokoh Ramayana juga mampu mengiringi tarian kecak dengan alunan musik yang khas.

Di dalam pola lingkaran tersebut, para penari menunjukkan aksi mereka dengan memeragakan sejumlah tarian yang terinspirasi dari beberapa adegan kisah Ramayana yang berjuang untuk menyelamatkan Shinta dari tangan jahat Rahwana.

Sejarah Tari Kecak

Alasa Walter Spies membantu Wayan Limbak dalam menciptakan tarian kecak adalah karena Walter sangat berminat dengan kesenian tradisional yang satu ini.

Tidak hanya itu, sejumlah ritual tradisional yang masih sangat kentara dari tarian ini juga semakin membuat tari kecak tampak menarik di mata Walter Spies.

Melalui beberapa tradisi Sanghyang, dibuatlah seni tari kecak dari sejumlah bagian cerita Ramayana yang diiringi dengan seruan “cak, cak, cak” yang jadi asal muasal nama tari kecak tercipta.

Walter dan Wayan pun berdiskusi untuk menghadirkan sebuah tarian tradisional yang semenarik dan secantik mungkin.

Pada awalnya tari kecak hanya dipentaskan di beberapa desa saja, salah satunya Desa Bona di Gianyar.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pertunjukan tari kecak semakin semakin berkembang dengan pesat hingga ke berbagai penjuru Pulau Bali.

Berbicara soal tarian tradisional, maka sudah seharusnya kita untuk memperkenalkannya pada anak-anak lewat buku Seri Dendang Kencana: Menjadi Guru Tari yang bercerita mengenai bagaimana asyiknya menjadi guru tari serta mempelajari seni tari untuk anak-anak.

Seri buku anak Dendang Kencana sendiri diangkat dari serial lagu anak Indonesia dengan nama yang serupa.

Baik lagu maupun bukunya mampu mengajarkan nilai-nilai positif untuk anak-anak, seperti kemandirian, peduli kesehatan, dan mencintai Indonesia.

Dapatkan bukunya di Gramedia.com.

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

buku
Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

buku
Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

buku
30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau