Sepasukan petugas bersenjata dengan seragam hitam dan rompi antipeluru terlihat turut serta dalam penangkapan dan pemindahan Irjen Ferdy Sambo menuju Mako Brimob di Depok.
Mereka adalah Korps Brigade Mobil atau Korps Brimob.
Mereka juga biasanya menampakkan diri ketika ada teror atau aksi-aksi demonstrasi yang rusuh.
Lantas, siapakah para anggota Brimob ini? Apakah mereka juga merupakan bagian dari Polri?
Korps Brigade Mobil, atau disingkat Korps Brimob, merupakan pasukan khusus yang bersifat paramiliter milik Polri.
Paramiliter artinya pasukan ini bersifat semi-militer, memiliki struktur, taktik, dan fungsi yang sama dengan militer profesional, namun tidak dimasukkan dalam angkatan bersenjata formal sebuah negara.
Korps Brimob memiliki tugas utama untuk menangani terorisme domestik, kerusuhan, penegakan hukum dengan resiko tinggi, SAR, penjinakan bom, dan penyelamatan sandera.
Selain itu, Korps Brimob juga dilatih untuk tugas-tugas anti-separatis dan anti-pemberontakan yang sering berjalan bersama dengan operasi militer.
Korps Brimob merupakan Unit Taktis Polri yang terdiri atas 2 cabang, yaitu Gegana dan Pelopor.
Gegana merupakan tim dalam Korps Brimob yang memiliki tugas-tugas spesifik, yaitu menjinakkan bom, menangani bahan-bahan kimia, biologi, dan radioaktif (KBR), anti-terorisme, dan intelegensi.
Sementara, Pelopor merupakan pasukan yang tugasnya menangani kerusuhan, SAR, dan operasi gerilya.
Selain Polri, di setiap Polda di Indonesia juga terdapat Korps Brimob masing-masing yang melakukan operasi-operasi sesuai tugasnya untuk mendukung kinerja kepolisian.
Korps Brimob berawal dari sebuah pasukan polisi khusus bentukan Jepang yang diberi nama Tokubetsu Kaisatsu Sai.
Saat itu, tujuan dari pembentukan satuan khusus ini adalah terdesaknya Jepang dari dalam dan luar negeri.
Jepang membutuhkan bantuan militer sebanyak mungkin karena terus mengalami kekalahan-kekalahan dalam Perang Dunia II.
Setelah akhirnya kekalahan tersebut tidak terelakkan dan Jepang terusir dari Indonesia, Tokubetsu Kaisatsu Sai adalah satu-satunya kelompok militer yang memegang kendali senjata.
Pasukan ini kemudian membagi-bagikan senjata tersebut pada mantan anggota militer atau semi militer untuk mempertahankan Indonesia dan mengamankan rakyat.
Polisi istimewa bentukan Jepang ini kemudian memproklamasikan untuk menjadi Brigade Mobile atau Brimob pada tanggal 14 November 1946.
Pada tanggal 25 April 1959, berdasarkan surat keputusan Departemen Kepolisian Negara, Brimob diubah susunannya menjadi tingkatan batalyon.
Karena menilai kebutuhan akan masalah-masalah yang ditangani, Brimob kemudian membagi resimennya menjadi Pelopor dan Gegana.
Meskipun dinaungi oleh organisasi yang sama, polisi dan anggota Brimob memiliki fungsi yang berbeda.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Polisi yang dimaksud di sini adalah polisi pengendalian masyarakat, atau yang biasa disebut Samapta.
Pada dasarnya, perbedaan Brimob dan Samapta terletak pada peran dan fungsinya.
Samapta memiliki fungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengayomi masyarakat, dan menegakkan hukum dengan adil.
Sementara, Brimob merupakan pasukan yang khusus menangani ancaman berintensitas tinggi yang terjadi dalam masyarakat.
Oleh karena resiko yang dihadapi sangat tinggi, Brimob dipandang sebagai pasukan elit dalam Polri.
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban, maka peran dan kewenangan tugas antara Brimob dan polisi juga berbeda.
Atribut dan seragam Brimob juga berbeda karena peran Brimob sebagai pasukan paramiliter.
Ada beberapa peristiwa bersejarah yang ditangani oleh Brimob.
Ketika Indonesia akan merebut kembali Irian Barat dari cengkraman Belanda, di bawah perintah Presiden Soekarno yang disebut Trikora, Korps Brimob merupakan pihak yang menyiapkan resimen-resimen tim pertempuran di pulau-pulau sekitar Irian Barat.
Korps Brimob bergabung dengan Komando Mandala yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto.
Korps Brimob membentuk satu detasemen khusus (Densus) untuk bergabung dalam Operasi Seroja dalam peristiwa pembebasan Timor Timur di tahun 1975.
Densus ini diberi nama Densus Alap-Alap dan terdiri dari para mantan anggota Resimen Pelopor.
Sebuah insiden pada tanggal 30 September 2002 terjadi akibat perpecahan antara TNI-Polri.
Beberapa pihak berpendapat bahwa insiden ini terjadi akibat adu domba yang memicu perpecahan antara 2 lembaga ini.
Peristiwa Binjai ini melibatkan Korps Brimob Polda Sumatera Utara dan Lintas Udara 100/Prajurit Setia yang sama-sama bermarkas di Binjai.
Peristiwa-peristiwa yang mengandung ancaman tinggi bagi negara kita ini dirangkum oleh A. M. Hendropriyono, dalam bukunya yang berjudul Dari Terorisme Sampai Konflik TNI-Polri.
Penulis merupakan tokoh senior militer dan seorang intelijen yang juga bergelar doktor dalam ilmu filsafat.
Dalam buku ini, kamu akan menemukan banyak perenungan-perenungan penulis mengenai kondisi negara dalam konflik-konflik dengan ancaman tinggi seperti terorisme, fenomena-fenomena hukum, dan lain-lain.
Analisis dalam buku ini akan membantu pembaca untuk berpikiran terbuka terhadap konflik-konflik tersebut dan bersikap kritis terhadap isu-isu yang ada.
Dapatkan buku ini segera hanya di Gramedia.com!
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.