Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peribahasa Jawa Kuno Emban Cindhe Emban Siladan, Apa Artinya?

Kompas.com - 25/07/2022, 10:00 WIB
Emban Cindhe Emban Siladan tegese Sumber Gambar: Freepik.com Emban Cindhe Emban Siladan tegese
Rujukan artikel ini:
Kawruh Bahasa Jawa : Plus…
Pengarang: Eko Purwanto Dkk
|
Editor Almira Rahma Natasya

Emban cindhe emban siladan’ merupakan salah satu ungkapan populer dalam lingkup kehidupan keluarga dan sosial masyarakat Jawa.

Mungkin, bagi Anda yang bukan berasal dari suku Jawa akan kebingungan mengenai arti kalimat ini.

Usut punya usut, ternyata arti ungkapan ini tidak begitu baik, loh.

Peribahasa ini cenderung digunakan untuk menasehati seseorang atas ketidakadilan yang dilakukannya.

Arti ‘Emban Cindhe Emban Siladan

Dalam bahasa Jawa Kuno, emban memiliki dua arti berdasarkan bentuk atau fungsi katanya.

Pertama, emban sebagai kata benda berarti pengasuh.

Kadang, disebut juga dengan pelengkap Mbok Emban.

Lalu, sebagai kata kerja, emban berarti mengasuh atau memangku (menggendong).

Sementara itu, cindhe berarti emas dan siladan berarti bilah bambu panjang yang dapat dianyam menjadi besek.

Orang-orang kaya atau bangsawan zaman dahulu memiliki pengasuh anak yang mereka sebut Mbok Emban.

Tugas Mbok Emban adalah mengurusi segala macam kebutuhan anak yang diasuhnya, mulai dari memandikan, memberi makan, menidurkan, dan lain-lain.

Ketika memangku atau menggendong anak tersebut, Mbok Emban biasanya menggunakan sehelai kain lebar yang disampirkan di dada untuk menyanggah berat si anak.

Emban cindhe emban siladan secara harfiah berarti ada anak yang digendong dengan gendongan emas, sementara itu ada anak yang digendong dengan gendongan bambu yang tidak nyaman dan kasar.

Maksud dari peribahasa ini yaitu adanya perbedaan perlakuan pada dua orang anak.

Yang satu disayang dan digendong dengan gendongan yang nyaman terbuat dari emas, sedangkan yang satu lagi tidak begitu disayang sehingga digendong dengan gendongan yang tidak nyaman.

Emban cindhe emban siladan merupakan sindiran bahwa perlakuan yang berbeda atau pilih kasih kepada dua orang anak menjadi ketidakadilan yang harus dihentikan.

Emban Cindhe Emban Siladan’ dalam Kehidupan Sehari-hari

Anda tentunya sudah tidak asing dengan istilah anak emas.

Praktik anak emas ini merupakan bentuk dari peribahasa emban cindhe emban siladan.

Sayangnya, praktik ini masih sangat banyak terjadi di mana-mana.

Bukan hal aneh jika dalam sebuah keluarga kita menemukan ada anak yang lebih disayang dari anak lainnya karena anak tersebut lebih berprestasi, lebih menonjol secara fisik, atau bahkan tidak karena alasan apa-apa.

Terkadang, hal ini tidak disadari oleh orang tua.

Mereka menyangkal telah menganakemaskan salah seorang anaknya.

Bukan hanya dalam hubungan keluarga saja, emban cindhe emban siladan juga berlaku di sekolah atau pekerjaan.

Misalnya saja ada seorang anak yang berbuat kesalahan, namun karena anak ini merupakan anak emas guru, hukuman anak tersebut sangat ringan dibandingkan dengan jika murid lain yang melakukannya.

Contoh lain juga terjadi dalam dunia kerja, ketika atasan lebih perhatian pada seorang anak buah karena satu dan lain hal.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Jika ada anak buah yang lebih pintar ‘menjilat’, maka perhatian si atasan lebih banyak tertuju padanya.

Hal ini menjadikan potensi karyawan yang lain tidak terlihat karena pekerjaan terus menerus ditangani oleh si anak emas.

Mengapa ‘Emban Cindhe Emban Siladan’ Tidak Boleh Dibiasakan

Menganakemaskan seseorang, baik itu anak sendiri, murid, atau anak buah, tidak dapat dibenarkan karena hal-hal berikut ini dapat terjadi.

1. Menunjukkan Tidak Bijaknya Watak Seseorang

Dengan menganakemaskan seseorang, Anda akan terlihat tidak bijaksana.

Perilaku mengistimewakan seseorang ini akan sangat mudah terlihat oleh orang lain.

Jika Anda adalah orang tua, anak-anak Anda yang lain akan merasa sangat dikecewakan.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan hal ini akan merusak hubungan Anda dengan anak-anak Anda.

Jika Anda seorang guru atau atasan, Anda akan kehilangan kepercayaan dari orang lain.

Orang-orang akan menduga ada maksud atau tujuan lain dari sikap Anda yang mengistimewakan satu orang.

2. Berpotensi Menimbulkan Rasa Benci atau Dendam

Seorang anak yang berada dalam posisi ‘emban siladan’ bisa jadi merasa sangat membenci saudaranya yang dirasanya ‘emban cindhe’.

Seseorang yang dianaktirikan akan lebih banyak menerima sakit hati karena perlakuan yang tidak adil yang ia terima.

Wajar jika akan timbul rasa benci dan dendam, apalagi jika perlakuan ini diterima bertahun-tahun.

Jika dibiarkan berlarut-larut, perasaan ini sangat tidak sehat untuk mental.

3. Merusak Mental

Orang yang diistimewakan biasa mendapat perlakuan baik selama hidupnya.

Ia selalu dibantu, didukung, dan dipermudah jalannya.

Namun, jika ternyata kemampuannya tidak sesuai seperti apa yang orang-orang puji, ketika ia berhadapan di dunia yang tidak mengistimewakannya, ia akan jatuh.

Orang yang terbiasa dimanja akan terkejut ketika berhadapan dengan tantangan yang harus ia hadapi sendiri tanpa bantuan orang lain.

Emban cindhe emban siladan merupakan perilaku yang kadang tidak bisa dihindari, karena tak semua orang menyadari tengah melakukan hal tersebut.

Namun, harus selalu diingat, praktik ini sama sekali tidak menghadirkan kebaikan di dalam sebuah hubungan.

Anda harus selalu bersikap adil terhadap orang lain.

Jika Anda tertarik untuk mempelajari bahasa dan peribahasa Jawa lainnya, Anda dapat membaca Kawruh Bahasa Jawa: Plus Kumpulan Peribahasa Jawa karya Eko Purwanto dan kawan-kawan.

Dalam buku ini, Anda akan disajikan ilmu lengkap tentang tatanan bahasa Jawa.

Anda juga akan menemukan istilah-istilah dan kata-kata mutiara, selain mempelajari aksara dan tata bahasanya.

Segera dapatkan buku ini hanya di Gramedia.com!

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com