Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sense of Self Pada Remaja dalam Menyikapi Perubahan Tubuhnya

Kompas.com - 28/03/2022, 18:00 WIB
Sumber Foto : Pixabay
Rujukan artikel ini:
TeenLit: The Boy I Knew…
Pengarang: Suarcani
|
Editor Ratih Widiastuty

Edukasi Tentang Pubertas Yang Masih Dianggap Tabu

Masa pubertas bukanlah periode yang mudah.

Bukan hanya bagi para remaja yang mengalaminya, para orangtua pun sering merasa kebingungan dalam menghadapi segala jenis perubahan yang terjadi pada anak mereka.

Dalam fase ini, remaja berubah menuju kematangan.

Yang paling mudah dikenali tentu saja perubahan tubuh mereka.

Pada remaja laki-laki, bisa dilihat dari tumbuhnya kumis, jenggot, jakun, serta perubahan suara yang semakin dalam.

Pada remaja perempuan ditandai dengan pertumbuhan buah dada, perkembangan pinggang, dan menstruasi.

Umumnya, orangtua jarang membahas segala perubahan ini saat fase kanak-kanak.

Bahkan menstruasi masih tabu dibicarakan secara terang-terangan.

Bukan sekali dua kali kita melihat konsumen yang tampak rikuh saat membeli pembalut.

Seakan itu adalah aib yang harus disembunyikan.

Padahal, itu normal terjadi, bukan? Bahkan rutin datang setiap bulan.

Pembahasan Tentang Pubertas Melalui Film dan Novel

Hal inilah yang menyebabkan banyak kontroversi yang timbul dari film Turning Red dari Disney’s Pixar yang mulai tayang pada 21 Februari 2022 kemarin.

Dilansir dari Daily Mail, sebagian orangtua masih merasa tidak nyaman akan pembahasan menstruasi yang diusung film tersebut.

Beberapa malah menganggap hal tersebut tidak pantas untuk dijadikan konflik dalam media yang dikonsumsi khalayak ramai.

Namun sebaliknya, beberapa orangtua dan psikolog justru menganggap film tersebut sebagai salah satu cara untuk membuka percakapan dengan remaja tentang perubahan yang terjada dalam diri mereka.

Aspek-aspek psikologi dari perubahan fisik menyebabkan remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan berusaha mengembangkan citra individual mengenai tubuh mereka.

Sebagian bisa menghadapi perubahan tersebut dengan baik, tapi sebagian besar justru merasa terombang-ambing akan sense of self atau persepsi dirinya.

Hal ini juga dibahas dalam buku The Boy I Knew from YouTube yang ditulis Suarcani.

Buku ini bercerita tentang Rai, cewek pemilik kanal YouTube Peri Bisu.

Dalam kanal tersebut, Rai menyanyikan cover-cover lagu tanpa pernah menampilkan wajahnya.

Dia selalu menayangkan sosoknya dari belakang, itu pun sebatas pundak ke atas.

Sudah tiga tahun ini Rai tidak lagi nyaman menampilkan bakat menyanyinya di dunia nyata.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Padahal, sejak kecil Rai sering tampil menjadi bintang tamu di acara ulang tahun teman-temannya.

Semua orang memuji suara Rai yang merdu dan bening.

Namun, Rai pernah mendengar beberapa cowok teman SMP-nya berkomentar tentang buah dadanya yang bergoyang heboh saat dia antusias menari mengikuti nyanyiannya.

Komentar yang tentu saja membuat Rai tidak percaya diri.

Apalagi setelahnya, Rai sering sekali digoda di pinggir jalan tentang ukuran buah dadanya yang besar.

Rai merasa marah, sedih, takut, dan tidak lagi menghargai diri sendiri.

Pada masa pubertas, cara berpikir yang sebelumnya kognitif mulai beralih ke abstrak.

Hal ini tentunya membuat remaja semakin menyerap cara pandang orang lain.

Mereka pun lebih banyak introspeksi, membentuk sistem penilaian diri sendiri terhadap lingkungannya, mengembangkan identitas diri, dan masih banyak lagi.

Jika perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial ini tidak terintegrasi dengan baik, maka akan membatasi remaja dalam menilai risiko dengan efektif.

Cara pandangnya pun tidak selaras dengan dunia di sekitarnya.

Hal ini tentu saja membuat persepsi dirinya menjadi tidak baik.

Menurut artikel The Guardians sekitar 31% remaja merasa malu dengan keadaan tubuhnya.

Bahkan mereka memikirkan itu setiap hari, merasa marah dan khawatir akan pendapat orang lain.

Maka dengan membangun lingkungan yang terbiasa membahas segala perubahan ini lebih awal, lebih detail, dan lebih terbuka, diharapkan para remaja dan orangtua tidak lagi kebingungan dalam menyikapinya.

Segala bentuk ketidaknyamanan yang dirasakan para remaja pun bisa ditangani dengan cara yang tepat.

Persepsi diri mereka pun bisa dibentuk dengan cara yang lebih baik.

Kisah perjuangan Rai dalam menyikapi tubuhnya sehingga mampu merasa nyaman kembali dalam buku The Boy I Knew from YouTube ini semoga bisa menemani remaja menghadapi masa pubertas yang sulit.

Dapatkan novel The Boy I Knew from Youtube dengan cara membelinya di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau