Dalam dunia perfilman, tokoh dengan watak villain memainkan peran yang krusial.
Mereka bukan hanya sekedar tokoh yang melawan protagonis, tetapi juga pendorong konflik, yang sering kali menjadi motor naratif yang menggerakkan cerita.
Villain dapat hadir dalam berbagai bentuk, baik yang menakutkan maupun yang kompleks, penuh nuansa sehingga menciptakan daya tarik tersendiri bagi penonton.
Villain dalam Film
Secara umum, villain adalah karakter dalam film atau cerita yang berperan sebagai lawan utama bagi protagonis.
Mereka biasanya digambarkan memiliki sifat jahat, mementingkan diri sendiri, atau memiliki motif yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh sang protagonis.
Namun, penggambaran villain tidak selalu hitam-putih.
Dalam perkembangan sinema modern, semakin banyak villain yang dibuat dengan latar belakang cerita yang lebih kompleks, menunjukkan sisi kemanusiaan, atau bahkan menjadikan mereka korban keadaan.
Evolusi Villain di Layar Lebar
1. Era Klasik
Pada masa awal perfilman, villain sering kali digambarkan secara sederhana dan jelas sebagai representasi dari kejahatan.
Tokoh antagonis pada era film bisu, misalnya, sering menggunakan gestur yang berlebihan untuk menggambarkan kejahatan mereka, seperti cengiran lebar dan tatapan mata yang tajam.
Contoh klasik dari era ini adalah tokoh-tokoh seperti Count Orlok dalam Nosferatu (1922) yang menjadi ikon bagi karakter vampir dalam perfilman.
2. Villain dengan Motif Kompleks
Seiring berjalannya waktu, para pembuat film mulai menciptakan karakter villain yang lebih realistis dan multidimensi.
Tidak lagi hanya berperan sebagai sumber kejahatan, mereka memiliki latar belakang yang lebih dalam dan motif yang lebih masuk akal.
Contoh terkenal dari karakter seperti ini adalah Darth Vader dalam Star Wars.
Tokoh yang awalnya dilihat sebagai penguasa jahat, namun kemudian terungkap bahwa dia adalah hasil dari serangkaian tragedi dan pilihan buruk dalam hidupnya.
3. Anti-Hero vs Villain
Di era modern, batas antara villain dan anti-hero sering kali menjadi kabur.
Banyak film yang menunjukkan bahwa protagonis juga memiliki sisi gelap dan villain memiliki alasan yang masuk akal untuk bertindak.
Joker dalam versi Joker (2019) yang diperankan oleh Joaquin Phoenix adalah contoh sempurna dari evolusi karakter ini.
Dalam film ini, Joker tidak hanya dipandang sebagai tokoh antagonis tetapi juga sebagai korban dari sistem sosial yang penuh ketidakadilan.
Film tersebut memaparkan latar belakang Arthur Fleck, seorang pria yang terpinggirkan secara sosial dan akhirnya berubah menjadi Joker karena tekanan mental dan ketidakpedulian masyarakat.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Ini memperlihatkan bagaimana seorang villain bisa memiliki latar belakang yang membuat penonton bersimpati, sekaligus mempertanyakan moralitas yang ada.
Jenis-Jenis Villain
1. The Monster
Villain jenis ini sering kali digambarkan sebagai makhluk tidak manusiawi atau memiliki kekuatan yang luar biasa.
Contohnya termasuk makhluk alien dalam film Alien (1979) atau predator dalam film Predator (1987).
Mereka biasanya hadir sebagai ancaman fisik yang nyata bagi protagonis dengan sedikit motivasi manusiawi.
2. The Mastermind
Villain tipe ini cenderung cerdas dan manipulative.
Mereka merancang rencana jahat yang kompleks dan mampu mengendalikan banyak pihak untuk mencapai tujuan mereka.
Hannibal Lecter dalam The Silence of the Lambs (1991) adalah contoh yang sempurna.
Dia tidak hanya sadis dan jenius, tetapi juga memiliki kendali psikologis yang luar biasa atas orang-orang di sekitarnya.
3. The Corrupted Hero
Beberapa villain adalah mantan pahlawan atau individu baik yang kemudian jatuh ke sisi gelap karena trauma atau keputusan keliru.
Harvey Dent atau Two-Face dalam film The Dark Knight (2008), adalah contoh karakter yang dulunya seorang jaksa penuh integritas, tetapi kemudian menjadi villain setelah tragedi pribadi yang mengubah cara pandangnya terhadap keadilan.
4. The Sympathetic Villain
Ini adalah tipe villain yang dapat membuat penonton bersimpati atau bahkan memahami motif mereka.
Mereka biasanya digambarkan memiliki tujuan yang bisa dimengerti, meskipun cara mereka untuk mencapainya salah.
Contoh dari tipe ini adalah Erik Killmonger dalam Black Panther (2018) yang motivasinya untuk memberdayakan masyarakat kulit hitam terpinggirkan membuatnya menjadi villain yang diperdebatkan moralitasnya.
Nah, villain adalah elemen penting dalam film yang memberikan kedalaman pada narasi, menghadirkan konflik, dan sering kali menjadi cermin dari masalah-masalah sosial atau psikologis.
Mereka tidak lagi hanya sekedar menjadi "si jahat" dalam cerita, tetapi juga karakter yang mampu menggugah perasaan dan pikiran penonton.
Novel The Ballad of Songbirds and Snakes yang ditulis Suzanne Collins bisa kamu baca untuk lebih memahami karakter villain.
Novel ini merupakan edisi lanjutan dan prekuel dari trilogi The Hunger Games, berisi tentang seorang remaja bernama Coriolanus Snow sang antagonis utama yang akan menjadi Presiden Snow of Panem.
Melalui novel ini, pembaca dapat melihat sisi lain dari Snow saat muda sebelum berubah menjadi Presiden Snow yang kejam.
Tidak hanya mengisahkan tentang Corionalus Snow saja, novel ini juga menyajikan selingan kisah romantis antara Snow dan Lucy, mentor dari Distrik 12.
Ikuti kisah lengkapnya dan dapatkan segera buku The Ballad of Songbirds and Snakes hanya di Gramedia.com.