Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal 7 Mekanisme Pertahanan Diri Manusia untuk Mengatasi Situasi yang Tidak Nyaman

Kompas.com - 20/01/2022, 14:11 WIB
Sumber Foto: Freepik.com
Rujukan artikel ini:
The Appeal Of Psychoanalysis :…
Pengarang: ANTHONY STORR
Penulis Okky Olivia
|
Editor Almira Rahma Natasya

Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia pasti pernah menemukan berbagai permasalahan, baik masalah yang sepele maupun masalah yang berat sampai membuat pikiranmu kewalahan dan merasa tidak nyaman.

Ketika menghadapi situasi, pikiran, atau masalah yang membuat diri merasa tidak nyaman, maka manusia secara naluriah akan bereaksi untuk bisa melindungi diri sendiri atau biasa juga disebut sebagai mekanisme pertahanan diri (defense mechanism).

Mekanisme pertahanan diri ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, ada yang melampiaskan emosinya pada orang lain, atau ada juga yang memilih memendam dan menyibukkan dirinya untuk bisa melupakan kegalauannya.

Mekanisme Pertahanan Diri Menurut Psikologi

Mekanisme pertahanan diri ini pertama kali mulai dikembangkan oleh seorang ahli psikologi yaitu Sigmund Freud dan anaknya, Anna Freud.

Menurut mereka, saat manusia sedang menghadapi situasi yang sulit, maka pikiran manusia juga membutuhkan cara tertentu untuk bisa melampiaskan emosi yang ada.

Untuk mengenal lebih dalam mengenai mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi konflik, kamu bisa membaca penjelasan lengkapnya dibawah ini.

1. Penyangkalan (Denial)

Denial ini merupakan bentuk pertahanan diri yang paling umum dan paling sering kita jumpai atau kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan melakukan penyangkalan, kita sebenarnya tahu bahwa apa yang kita lakukan itu salah dan bisa merugikan, tapi kita tidak peduli dan menggunakannya sebagai bentuk pertahanan diri untuk bisa menghindar dari situasi yang menyakitkan hati.

Jadi daripada harus berkata jujur, manusia biasanya cenderung menyangkal untuk bisa melindungi dirinya sendiri.

2. Represi

Banyaknya permasalahan yang buruk biasanya membuat pikiran manusia menjadi sangat terganggu.

Sebagian dari kita kemudian memilih untuk melupakan dan tidak mengakuinya sama sekali daripada masalah itu terus mengganggu kehidupan kita.

Represi ini biasanya terjadi saat kita kehilangan sosok yang cintai.

Daripada kita menerima kenyataan dan nantinya merasa kesepian, kita biasanya lebih memilih untuk menganggap bahwa orang tersebut masih hidup.

Padahal hal itu akan sangat merugikan kita dan bahkan nantinya bisa membuat pikiran kita jadi semakin terganggu.

3. Regresi

Mekanisme pertahanan diri yang satu ini sebenarnya paling mudah terlihat pada anak-anak, tapi orang dewasa juga bisa mengalaminya.

Ketika manusia merasa trauma atau kehilangan sesuatu yang penting, maka bisa saja terjadi regresi atau kembali kepada keadaan psikologi saat masih anak-anak.

Pelariannya bisa beragam, misalnya dengan menggigit kuku, menghisap ibu jari, menangis terisak-isak seperti anak kecil, dan masih banyak lagi.

Atau yang paling parah, seseorang juga bisa mengurung diri di kamar dan memilih meringkuk di tempat tidur seharian sambil memeluk boneka kesayangannya.

4. Rasionalisasi

Mencoba untuk merasionalisasikan perkataan, pikiran, atau perbuatan juga bisa menjadi salah satu bentuk pertahanan diri yang biasa dilakukan oleh manusia.

Bagi orang-orang yang menerapkan mekanisme ini, biasanya ia akan merasa nyaman dengan apa yang dilakukan, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa dirinya sendiri melakukan kesalahan.

Misalnya, seperti seseorang yang selalu datang terlambat ke kantor dan mendapat teguran dari atasan, tapi karena ia mau menghindari dari rasa malu dan bersalah, ia jadi beralasan bahwa jarak kantornya sangat jauh dari rumah.

Padahal bisa saja ia berangkat lebih pagi atau mencari tempat tinggal sementara yang jaraknya lebih dekat dari kantor.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

5. Sublimasi

Sublimasi ini merupakan bentuk pertahanan diri dengan melampiaskan emosi negatif pada hal-hal yang positif.

Orang yang menerapkan mekanisme ini lebih memilih untuk melampiaskannya pada objek atau aktivitas yang lebih aman.

Contoh umumnya seperti misalnya, seorang guru yang marah melihat tingkah laku anak didiknya yang tidak mematuhi aturan memilih untuk melampiaskan emosinya dengan berolahraga.

Sebenarnya cara ini terlihat sangat positif, tapi kalau dilakukan terus secara berulang-ulang maka nantinya bisa menyiksa diri sendiri karena kita tidak bisa meluapkan apa yang sedang kita rasakan.

6. Pengalihan (Displacement)

Jika sublimasi memilih untuk melampiaskan emosi pada hal yang positif, maka pengalihan ini justru memilih untuk melampiaskan emosinya pada hal yang negatif seperti menghancurkan dan merusak barang.

Misalnya saat kita gagal mendapatkan pekerjaan, kita akan pulang ke rumah dengan membawa kekecewaan yang mendalam sehingga kita bertindak kasar dengan membanting pintu, atau membanting barang-barang yang ada di sekitar kita.

7. Intellectualization (Intelektualisasi)

Mekanisme pertahanan yang satu ini dilakukan dengan menghindar dengan berbagai cara yang lebih intelektual, dan bisa memungkinkan kita untuk terhindar dari stres karena fokus pada penyelesaian masalah secara intelek.

Misalnya, seseorang yang didiagnosis menderita suatu penyakit dan ia berusaha untuk mencari informasi mengenai penyakitnya serta mencoba segala pengobatan apapun.

Hal ini dilakukan supaya ia bisa terhindar dari perasaan cemas dan khawatir tentang penyakitnya.

Nah, selain mengenalkan mengenai mekanisme pertahanan diri, Sigmund Freud juga mengenalkan salah satu teori psikologi yang dinamakan Teori Psikoanalisis.

Teori Psikoanalisis ini merupakan teori yang membahas mengenai hakikat dan perkembangan bentuk kepribadian yang dimiliki oleh setiap manusia.

Teori ini juga menjelaskan bahwa sifat, karakter, dan kepribadian manusia, sebenarnya akan muncul serta berkembang saat manusia sedang mengalami dan menghadapi sebuah konflik.

Untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai pemikiran Freud sekaligus mempelajari apa itu Teori Psikoanalisis, ada dua buah buku yang menarik untuk kamu baca.

Buku pertama adalah The Appeal of Psychoanalysis: Daya Tarik Psikoanalisis yang ditulis oleh Anthony Storr.

Dalam buku ini Freud banyak mengemukakan pendapat dan gagasannya mengenai psikologi dan pemikiran manusia yang bisa mengubah cara pandang kita terhadap diri sendiri dan orang lain.

Pemikiran-pemikiran Freud ini disampaikan dengan kritis dan penuh ketajaman sehingga membuat para pembaca juga mempertanyakan banyak hal mengenai kehidupan manusia dan mencari jawabannya dalam buku ini.

Buku kedua mengenai Teori Psikoanalisis yang menarik untuk kamu baca adalah buku Psikoanalisis Sebuah Pengantar Singkat yang ditulis oleh Daniel Pick.

Buku ini akan menyajikan berbagai penjelasan mengenai Psikoanalisis secara luas dan mendalam.

Isinya juga disesuaikan dengan kedudukan Psikoanalisis pada zaman sekarang.

Selain itu, penulis dalam buku ini juga akan menjelaskan berbagai alasan mengapa Teori Psikoanalisis sampai saat ini masih menjadi sumber yang penting untuk menyelisik dan memahami sifat, karakter, maupun kepribadian manusia.

Untuk memahaminya lebih lanjut, kedua buku ini sudah bisa kamu beli di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, borong kedua buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com