Perkembangan setiap anak tentu tidak bisa digeneralisir.
Ketika anak berada di masa remaja yang dimana merupakan masa dimana anak mengalami transisi usia biasanya cukup menantang bagi keluarga karena kemungkinan munculnya pergolakan.
Hal ini dikarenakan remaja memiliki tingkat perkembangan emosi dan kognitif yang berbeda.
Di usia yang penuh tantangan ini, orang tua perlu cerdas dalam memberikan arahan agar anak tidak salah langkah.
Meskipun akan ada masa di mana akan sulit untuk menghadapi dan berkomunikasi dengan anak-anak, kamu perlu memahaminya karena ini adalah masa ketika anak-anak tumbuh dewasa. Baca selengkapnya terkait Parenting Islami.
Selama masa remaja, anak-anak biasanya mengalami berbagai gejolak dalam diri mereka, mulai dari masalah pubertas hingga hubungan mereka.
Ada banyak hal yang mungkin ingin dia katakan hanya untuk menanyakan atau mengungkapkan berbagai kekhawatiran dan pertanyaan yang muncul di benaknya.
Masa pubertas ini juga berlangsung cukup lama, yaitu sekitar lima sampai enam tahun.
Perubahan hormon terutama mempengaruhi emosi anak remaja.
Untuk itu, orang tua perlu menjadi pendengar yang baik.
Jangan biarkan anak mencari peluang negatif lainnya, seperti melakukan kenakalan remaja, hanya karena merasa tidak didengar dan tidak punya teman untuk diajak bicara.
Juga, hindari menyalahkan anak atas apa yang mereka katakan.
Pasalnya, hal ini bisa membuat anak ragu untuk mulai bercerita lagi.
Daripada menyalahkan, lebih baik membahas solusi terbaik saat anak bermasalah.
Selain itu, ketika orang tua menjadi pendengar yang baik, anak akan melakukan hal sebaliknya ketika kamu berbicara atau memberi nasihat. Temukan Cara Menjadi Seorang Pendengar yang Baik disini!
Sebagai orangtua, mungkin kamu tidak mengerti mengapa mereka tidak melakukan seperti apa yang kamu lakukan dulu ketika masa remaja.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menarik batas yang jelas antara diri kamu dan anak dengan tujuan membiarkan keadaan emosi yang berbeda berdiri berdampingan.
Membiarkan anak remaja mengembangkan ide-ide yang mandiri dan berbeda adalah penting.
Apa yang kamu inginkan sebagai orangtua mungkin berbeda dengan apa yang diinginkan anak dan itu tidak apa-apa.
Berikan batasan yang tidak terlalu sempit, namun tidak terlalu luas.
Batasan yang sempit mengecewakan, tidak menyisakan ruang untuk tanggung jawab pribadi.
Sedangkan di sisi lain, batas yang terlalu luas menyebabkan kurangnya orientasi dan pengawasan.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Karena itu, belajarlah untuk menjaga jarak secara emosional.
Di dalam pengasuhan anak remaja dan bagi yang mereka berurusan dengan remaja, baik secara profesional maupun dalam keluarga akan terus menerus berurusan dengan dua anak.
Anak yang pertama adalah remaja yang ada di depan kamu sekarang dan yang kedua adalah yang ada di dalam diri kamu.
Hindari anak di dalam diri kamu terus bekerja tanpa merefleksikan dirinya, dia akan bertindak seperti menebus rasa sakit, kesedihan dan ketakutan yang ditimbulkan pada kamu dulu sebagai seorang anak atau remaja kepada anak di depan kamu.
Secara sadar atau secara tidak sadar, kamu menyampaikan ketakutan dan ketidaknyamanan kamu.
Jika hal ini sering terjadi dan anak menjadi “pelampiasan” perasaan negatif itu bicaralah kepada profesional atau orang tua lain yang berpengalaman atau bahkan kepada orang tua kamu sendiri.
Seorang psikolog Dr. Thomas Gordon menulis di dalam bukunya Menjadi Orangtua Efektif: Cara Pintar Mendidik Anak Agar Bertanggung Jawab kalau orangtua yang tradisional terbiasa dengan metode “kalah-menang” dalam menyelesaikan konflik.
Namun, ada metode alternatif lain dalam pemecahan konflik yang diberi nama Metode “antikalah” dimana tidak ada orang yang kalah.
Metode ini tidak hanya bisa diterapkan dalam menghadapi konflik antara remaja dengan orangtua tetapi juga sering digunakan dalam hubungan-hubungan yang lain termasuk konflik-konflik hukum yang tak terhitung jumlahnya diselesaikan melalui persetujuan-persetujuan di luar sidang pengadilan melalui metode “antikalah” atau disebut juga Metode III.
Saya akan memberikan ilustrasi penggunaan metode ini seperti yang diberikan di dalam buku Menjadi Orangtua Efektif: Cara Pintar Mendidik Anak Agar Bertanggung Jawab
Ibu: Wiwi, Ibu pusing dan bosan menegurmu karena kamarmu jorok, dan Ibu juga yakin kamu bosan mendengar omelan Ibu. Sekali-kali kamu membersihkannya, tetapi lebih sering kamarmu itu berantakan; dan Ibu jadi marah. Marilah kita mencari penyelesaian yang dapat kita terima bersama, yang memuaskan kita berdua. Ibu tidak ingin memaksamu membersihkan kamar sehingga kamu tertekan, tetapi Ibu juga tidak ingin sedih, tertekan dan bahkan marah padamu. Bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah ini supaya beres seterusnya? Dapatkah kamu mencobanya?
Wiwi: Yah akan aku coba, tapi aku tahu akhirnya aku harus mempertahankan kebersihan kamarku
Ibu: Bukan begitu maksudnya. Ibu mau mengajakmu mencari penyelesaian yang dapat kita terima bersama, bukan oleh Ibu saja.
Wiwi: Ya, kalau begitu aku punya usul. Ibu tak suka masak tapi suka bersih-bersih, aku tak suka bersih-bersih tapi suka memasak. Selain itu aku ingin lebih banyak belajar memasak. Bagaimana jika aku memasak untuk makan malam dua kali seminggu, lalu Ibu membersihkan kamarku satu atau dua kali seminggu?
Ibu: Apakah kamu yakin ini dapat terlaksana?
Wiwi: Ya, aku benar-benar menyukainya.
Ibu: Baik, ayo kita coba. Apakah kamu juga menawarkan diri untuk cuci piring?
Wiwi: Tentu saja
Ibu: Baik. Barangkali kini kamarmu akan bersih sesuai dengan patokan kebersihan Ibu. Lagipula, Ibu akan melakukannya sendiri.
Mempelajari teknik metode “antikalah” membutuhkan latihan yang intensif, oleh karena itu ada baiknya kamu juga mempunyai buku Menjadi Orangtua Efektif: Cara Pintar Mendidik Anak Agar Bertanggung Jawab yang menjadi panduan dasar banyak psikolog anak.
Buku ini dapat kamu beli di Gramedia.com dan jangan lewatkan promonya di sini.