Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika 26 Warga Binaan dan Anak Bercerita dalam Buku Suara di Balik Jerjak

Kompas.com - 11/05/2022, 13:20 WIB
Buku Suara di Balik Jerjak Sumber Gambar: Dok. Elex Media Komputindo Buku Suara di Balik Jerjak
Rujukan artikel ini:
Suara di Balik Jerjak
Pengarang: Yayasan Second Chance
|
Editor Almira Rahma Natasya

JAKARTA – Second Chance Foundation meluncurkan buku kumpulan cerita warga binaan dan Anak berjudul Suara Di Balik Jerjak pada hari Kamis (28/4/2022).

Buku ini berisi 26 cerita terbaik dari hasil Sayembara Menulis Cerita Second Chance Foundation yang digelar pada akhir tahun 2020 silam secara daring.

Saat itu, sebanyak 160 naskah dari 146 peserta di 27 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang tersebar di 14 provinsi Indonesia telah terkumpul.

Tim juri yang terdiri dari penulis ternama seperti Oka Rusmini, Feby Indirani, dan Nuril Basri menyeleksi dan menetapkan 26 naskah terbaik untuk dibukukan.

Ketua Second Chance Foundation, Evy Amir Syamsudin mengatakan, kumpulan cerita dalam buku yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo ini mencerminkan curahan pemikiran dan perasaan ke-26 penulis.

Karya-karya yang mereka tulis menjadi terasa sangat personal, baik dalam bentuk cerita fiksi atau kisah nyata yang berasal dari realitas pemikiran dan pengalaman hidup mereka.

“Cerita yang ditulis mereka begitu beragam, seperti kekaguman akan keteladanan sosok pahlawan nasional, trauma akibat perbuatan masa lalu, kritik terhadap masyarakat, advokasi isu lingkungan di dalam rutan, hingga mendambakan dukungan dari masyarakat dalam merintis wirausaha untuk membangun kehidupan baru setelah bebas,” ujar dia dalam keterangannya.

Menurut Evy, seluruh cerita pada buku ini menjadi bukti bahwa setiap warga binaan dan Anak memiliki potensi luar biasa, khususnya dalam bidang sastra.

Mereka mampu mengungkapkan pengalaman hidup, berbagi perasaan, dan pemikirannya lewat tulisan dengan cara yang menarik dan khas.

Meskipun secara fisik terbelenggu, kreativitas para penulis tetap bebas, menembus batas tembok dan jeruji yang mengelilingi mereka.

“Saya meyakini lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak di Indonesia beserta ribuan individu di dalamnya memiliki kekayaan dan keunikan cerita dengan ragam perspektif. Ini merupakan potensi luar biasa dalam mengembangkan sastra penjara di Indonesia,” katanya.

Hal senada juga disampaikan anggota tim juri.

Penulis Oka Rusmini menuturkan, membaca karya-karya di dalam buku Suara Di Balik Jerjak seperti dihidangkan dengan potret-potret realita hidup yang dialami warga binaan dan Anak.

Perempuan yang menulis buku Tarian Bumi dan Sagra ini menyatakan, buku ini adalah potret hidup di luar jangkauan kita yang menuntun masyarakat, khususnya pembaca untuk meningkatkan empati kepada sesama.

“Betapa hidup itu sesungguhnya tidak pernah mudah. Tetapi hidup memang harus ditaklukkan, sebelum dia menyantap kita dengan buasnya. Cerita-cerita dalam buku ini bisa membuat kita berpikir ulang tentang rasa bahagia, rasa syukur, juga iman dan cara kita mengenal Tuhan. Sungguh cerita-cerita yang layak dikomsumsi oleh pembaca luas, bagaimana sesungguhnya hidup manusia-manusia yang diterungku. Beragam cerita di buku ini sungguh membuat kita berpikir banyak hal tentang potret ideal kemanusiaan itu sendiri,” kata Oka.

Anggota tim juri lainnya, Feby Indirani melihat kumpulan cerita yang ada dalam Suara Di Balik Jerjak begitu imajinatif, getir dan mengharukan.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Penulis buku Bukan Perawan Maria dan Memburu Muhammad ini menilai berbagai suguhan alur dan karakter dalam kumpulan cerita tersebut bisa mengejutkan pembacanya.

“Imajinatif, getir dan mengharukan. Suguhan alur dan karakter dalam cerita ini bisa mengejutkan. Lugu, tapi kerap menawarkan kearifannya sendiri. Sendu, tapi juga jenaka. Kumpulan cerpen ini memperkaya batin, mengajak Anda menyelami rupa-rupa kehidupan yang tak pernah terbayangkan. Sastra yang ditulis dari dalam kungkungan penjara ini justru meluaskan cakrawala, dan meninggalkan jejak panjang pada diri pembacanya,” ujar Feby.

Selain dalam versi buku cetak dan ebook bahasa Indonesia, Suara di Balik Jerjak diterjemahkan ke dalam versi bahasa Inggris dengan judul “Voices from Behind Bars” dalam format buku elektronik (ebook) dan print on demand (PoD) untuk menjangkau khalayak pembaca lebih luas.

Versi ebook bahasa Inggris akan tersedia pada sekitar akhir Mei mendatang, sementara versi PoD sudah bisa dipesan pembaca.

Masyarakat yang tertarik membaca buku ini bisa berkunjung ke gerai toko buku terdekat atau mengakses laman situs Gramedia.com, Gramedia Digital, dan elexmedia.id.

Harapan Penulis

Salah satu penulis cerita dalam buku ini, Endang, mengaku senang lantaran ceritanya bisa dimuat dalam buku ini.

Perempuan yang menghabiskan waktunya mengajarkan baca Al-Quran kepada sesama warga binaan ini mengungkapkan, ide “Cerita Rasmah” yang ia tulis terinspirasi dengan kehidupan warga binaan perempuan yang masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan dalam keadaan hamil dan melahirkan di dalam jeruji.

“Jadi inti ceritanya, pertama, tentang kasih sayang yang tidak berujung. Kedua, cerita Rasmah juga tentang seorang ibu yang selalu sabar dalam menghadapi cobaan di keluarganya. Ketiga, tentang harapan terhadap seorang suami untuk berubah lebih baik lagi. Dan yang terakhir, tentang seorang Ibu yang ingin bekerja keras supaya anaknya menjadi seorang sarjana, menjadi orang yang lebih baik lagi dari dirinya,” kata warga binaan Lapas Perempuan Kelas III Pangkalpinang ini.

Dari balik jeruji, perempuan yang gemar membaca novel ini menulis cerita tersebut di beberapa halaman kertas selama sekitar satu bulan.

Di tengah keterbatasan sarana, Endang bersyukur jajaran petugas di lapas membantunya dalam penyusunan dan pengiriman naskah cerita.

“Tantangannya lebih ke peralatan, ya, karena perlu komputer buat mengetik, perlu bantuan ibu-ibu petugas buat bantuan mengetik. Karena kita di sini kan kalau menulis di buku atau kertas gitu, nanti dirangkai sedikit-sedikit jadi cerita. Begitu selesai, minta bantuan sama ibu-ibu petugas buat bantu mengetik ceritanya,” ujarnya.

Ia berharap kehadiran buku ini bisa menjadi jendela inspirasi bagi para pembaca.

“Harapan saya mudah-mudahan tulisan saya bermanfaat untuk orang banyak. Dan semoga masih ada cerita-cerita lain yang lebih baik dari saya yang bisa digali, sehingga orang-orang bisa semakin terinspirasi dengan cerita-cerita mereka,” ujarnya.

Tentang Second Chance Foundation

Second Chance Foundation merupakan yayasan nirlaba mandiri pertama di Indonesia yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Indonesia melalui program pelatihan dan pendampingan yang berkesinambungan.

Sesuai namanya, Second Chance Foundation ingin memberikan kesempatan kedua bagi warga binaan agar setelah bebas, mereka menjadi manusia yang kreatif, produktif, mandiri dan dapat diterima kembali di lingkungannya sebagai manusia yang bermartabat dan tak mengulangi kesalahannya.

Selain itu, kami juga mengedukasi masyarakat dengan harapan prasangka negatif yang berkembang terhadap para WBP dapat tergantikan dengan semangat positif untuk mengangkat derajat mereka.

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau