Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Schadenfreude

Kompas.com - 18/02/2022, 11:00 WIB
Sumber Foto: Dok. Gramedia Pustaka Utama
Rujukan artikel ini:
Schadenfreude: Mengapa Kita Senang Melihat…
Pengarang: Tiffany Watt Smith
Penulis Anton Kurnia
|
Editor Novia Putri Anindhita

Kita mengenal rasa senang yang kita rasakan saat melihat orang lain mendapat kesusahan.

Secara lugas kita menyebutnya sebagai “julid”.

Orang Jepang mempunyai peribahasa: “Kemalangan orang lain berasa seperti madu.”

Orang Prancis punya istilah joie maligne, perasaan senang yang culas atas penderitaan orang lain.

Dalam bahasa Ibrani, menikmati bencana orang lain disebut simcha la-ed.

Sementara, dalam bahasa Jerman, itu disebut Schadenfreude—dari kata Schaden yang berarti kerusakan atau cedera dan freude yang berarti sukacita atau kenikmatan: sukacita atas kerusakan.

Suku Melanesia yang hidup di pulau karang Nissan yang terpencil di Papua Nugini menyebut menertawakan kesakitan orang lain dengan “banbanam”.

Di tingkatan yang paling ekstrem, ini termasuk menghina musuh yang sudah mati dengan menggali kuburan mereka dan menyebar sisa-sisa jasadnya di sekeliling desa.

Jenis banbanam yang lebih ringan adalah bergembira atas kegagalan memalukan di belakang seseorang, misalnya ketika turun hujan pada hari perayaan di desa musuh karena mantra dukun mereka tidak mempan.

Di foto-foto bersejarah orang-orang memancarkan wajah gembira yang sangat berbeda dari wajah gembira sembunyi-sembunyi yang ditunjukkan oleh manusia modern saat menyaksikan kemalangan orang lain.

Tetapi, pada 2015, di sebuah laboratorium di Würzburg, Jerman, tiga puluh dua penggemar sepak bola bersedia dipasangi alat elektromiografi di wajah untuk mengukur senyum dan kerenyit mereka saat menonton cuplikan siaran televisi dari keberhasilan dan kegagalan tendangan penalti tim Jerman dan tim musuh bebuyutan mereka, Belanda.

Para psikolog menemukan bahwa ketika tim Belanda tidak berhasil menendang bola ke gawang, senyum para penggemar tim Jerman muncul lebih cepat dan lebih lebar daripada ketika tim Jerman sendiri berhasil mencetak gol.

Fenomena Schadenfreude

Senyum dan sukacita Schadenfreude tidak bisa dibedakan dari senyum dan sukacita yang lain, kecuali dalam satu hal: kita lebih banyak tersenyum untuk kegagalan musuh dibandingkan dengan keberhasilan kita sendiri.

Namun, jangan salah.

Dengan berjalannya waktu, dalam soal membahagiakan diri, kita telah lama mengandalkan kegagalan dan terhinanya orang lain.

“Melihat orang lain menderita itu baik bagi seseorang,” tulis filsuf Friedrich Nietzsche.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

“Membuat orang lain menderita itu lebih baik lagi. Ini kata-kata yang keras, tetapi sebuah prinsip keras manusia, sangat manusiawi.”

Mengapa rasanya begitu nikmat menyaksikan kesusahan orang lain? Apakah yang seharusnya kita lakukan soal itu? Apakah itu salah?

Buku ini adalah satu dari tidak banyak buku yang membahas fenomena Schadenfreude.

Ini bukanlah semacam kitab ajaran moral agar orang menjadi seperti malaikat dan terbebas dari perasaan-perasaan negatif.

Buku ini justru mengajak pembaca mengamati fenomena Schadenfreude, memahami sebab-sebab dan efeknya, serta bersikap objektif terhadap emosi itu.

Tiffany sebagai penulis mengajak pembaca untuk lebih berempati terhadap orang lain yang mengalami kemalangan meskipun itu musuh yang sering berbuat jahat terhadap kita—misalnya.

Namun, di sisi lain Tiffanny juga menunjukkan bahwa emosi semacam ini bukannya tidak penting.

Schadenfreude mungkin tampak kejam, tetapi ketika kita melihat lebih dekat, muncul pemandangan emosional yang kompleks.

Senyum sinis keunggulan diungkap sebagai tanda kerentanan.

Yang tampak seperti kebencian mungkin sebenarnya adalah cinta dan hasrat untuk ikut bergabung.

Yang menggembirakan ketika kita mendengar kabar kemalangan orang lain adalah penemuan bahwa kita tidak sendiri di dalam kekecewaan kita, tetapi bagian dari komunitas manusia gagal.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa buku ini membahas emosi tersembunyi dan kesenangan julid itu lalu mengajak pembaca merenungkannya.

Ditulis dengan penjelasan yang jernih, buku ini menggabungkan observasi personal dan analisis kultural dengan bahasa yang ringan dan mengalir lancar—menyingkap informasi penting, sekaligus memperluas wawasan.

Sungguh sebuah buku yang mengasyikkan dibaca dan memperkaya jiwa.

Buku Schadenfreude bisa didapat dan dibeli secara online di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau