Orang tua pada umumnya pasti berusaha melakukan yang terbaik untuk mengasuh sang anak dengan belajar, berpikir, dan mencari cara terbaik yang bisa diterapkan secara nyata.
Orang tua juga sering kali menjalani hidup dengan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa masalah.
Padahal, masalah kecil pasti akan dialami oleh setiap keluarga.
Orang tua berpikir hubungannya dengan anak-anak baik-baik saja, namun entah sejak kapan, hubungan mereka semakin menjauh.
Anak yang selalu menurut untuk sesuai perintah orang tua, kemudian tidak lagi belajar dan hanya bermain gim di sudut kamarnya.
Atau, anak yang tadinya baik menjadi semakin mudah marah dan berkata kasar.
Anda mungkin menemukan seorang anak yang kehilangan energi dan minat serta mengalami depresi dan tanpa motivasi.
Perubahan-perubahan tersebut sering kali membuat orang tua bingung ketika menghadapi masalah dalam pengasuhan anak.
Hong Seon-Beom, seorang psikiater anak asal Korea Selatan, memiliki pemikiran bahwa jika orang tua ingin menguasai pengasuhan anak maka mereka harus memahami prinsipnya terlebih dahulu.
Prinsip pengasuhan tersebut juga disesuaikan berdasarkan tahap perkembangan mental anak yang dibagi menjadi tiga tahapan.
Ketika baru lahir, anak atau bayi membangun kepercayaan kepada dunia melalui interaksinya dengan pengasuh utamanya.
Bagi bayi, berada dalam pelukan orang yang merawatnya akan terasa seperti dunia seutuhnya.
Jika rasa percaya ini tumbuh dengan baik dan mengakar di dalam hati maka hal itu dapat menjaga ketenangan dan stabilitas dalam kenyataan pahit yang didominasi oleh kebetulan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan.
Meski berulang kali mengalami kegagalan dan frustasi, harapan akan muncul kembali seiring dengan tertanamnya kepercayaan terhadap dunia yang terbentuk sejak bayi karena mereka percaya bahwa dunia akan datang dan membuatnya nyaman ketika menangis.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Pada tahap ini, anak mulai mengenal konsep individualitas dan mencoba bersikap proaktif.
Untuk membantu hal ini, orang tua harus secara bertahap meninggalkan sikap pengasuhan di tahap 1 ke tahap 2.
Doronglah anak untuk melakukannya sendiri.
Misalnya, anak-anak biasanya coba menyendok makanannya sendiri sebelum usia 2 tahun dan memakai sepatu sendiri sebelum usia 3 tahun.
Tentu saja, mereka akan menumpahkan makanan ke lantai atau memakai sepatu secara terbalik.
Ini pun membutuhkan waktu yang lama.
Namun, jangan memarahi atau membuat mereka melakukannya dengan terburu-buru.
Orang tua juga tidak boleh melakukan semua hal untuk anak hanya karena tidak tahan melihat percobaan dan kesalahan yang dilakukan anak.
Masa remaja merupakan masa seorang anak benar-benar menyadari dan menemukan jalannya sendiri melalui metode coba-coba sekaligus menolak ajaran orang tua.
Hal ini mengakibatkan pengawasan orang tua menjadi berkurang.
Jadi, alih-alih menjadi pengawas, orang tua sebaiknya memiliki tujuan untuk menjadi penasihat, pendamping, dan kolaborator anak.
Perintah, seperti membuat jadwal les harian untuk anak, terkadang sudah tidak tepat lagi untuk diterapkan pada anak di usia remaja.
Detail mengenai tiga prinsip pengasuhan ala Hong Seon-Beom ini bisa dibaca lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Parenting 101: Seni Mengasuh & Mendampingi Anak Hebat versi Indonesian Translation yang telah diterbitkan oleh Penerbit Grasindo.
Membaca buku ini bisa membantu orang tua untuk menangani kebingungannya memperoleh informasi mengenai pengasuhan anak yang tepat.
Dapatkan segera bukunya di Gramedia.com.