Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Peninggalan Kerajaan Kutai yang Bersejarah, Jadi Bukti Eksistensi Kerajaan Tertua di Nusantara

Kompas.com - 10/07/2023, 16:00 WIB
Peninggalan Kerajaan Kutai Sumber Gambar: Kompasiana.com Peninggalan Kerajaan Kutai
Rujukan artikel ini:
Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa…
Pengarang: PRASETYA R.
Penulis Okky Olivia
|
Editor Puteri

Kerajaan Kutai dikenal sebagai kerajaan Hindu tertua yang pernah ada di Nusantara dan menjadi cikal bakal kelahiran kerajaan-kerajaan lainnya.

Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-4 Masehi dan terletak di hulu Sungai Mahakam, wilayah Muara Kaman yang kini telah berganti nama menjadi wilayah Kalimantan Timur.

Sebagai kerajaan yang bercorak Hindu, Kutai Martadipura ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India karena banyak pedagang India yang datang ke Nusantara pada masa itu.

Selain berdagang, orang-orang India yang datang ke Nusantara juga turut menyebarkan kebudayaan dari negara asal mereka sehingga banyak rakyat Nusantara yang mengikuti budaya India.

Bagi kamu yang penasaran dengan sejarah Kerajaan Kutai dan peninggalannya, simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Sejarah Singkat Kerajaan Kutai

Nama ‘Kutai’ diambil dari sebuah prasasti bernama Yupa yang oleh para ahli mitologi dipercaya merupakan peninggalan asli dari Kerajaan Kutai.

Dari prasasti Yupa, ditemukan juga nama Maharaja Kudungga yang merupakan pendiri Kerajaan Kutai Martadipura.

Setelah Maharaja Kudungga, hampir seluruh keturunannya menggunakan kata ‘Warman’ di belakang namanya terinspirasi dari bahasa Sansekerta yang biasa digunakan oleh masyarakat India bagian selatan.

Selain Maharaja Kudungga, ada nama Maharaja Mulawarman yang juga populer karena berhasil membuat kerajaan dan rakyatnya menjadi lebih makmur.

Kejayaan Kerajaan Kutai pada masa pemerintahan Maharaja Mulawarman juga ikut ditulis dalam Prasasti Yupa.

Dalam prasasti tersebut, dikatakan bahwa Mulawarman melakukan sebuah upacara pengorbanan emas dengan jumlah sangat banyak yang dijadikan sebagai persembahan untuk para dewa sekaligus juga dibagikan kepada para rakyatnya.

Sayangnya, kejayaan Kerajaan Kutai Martadipura ini mulai terasa goyah setelah meninggalnya Maharaja Mulawarman.

Raja-raja pengganti Mulawarman banyak yang tidak kompeten dan terlalu banyak membuat masalah sehingga kerajaan ini mulai berada dalam kondisi yang lemah dan tidak stabil.

Pada abad ke-13, terjadi peperangan antara Kerajaan Kutai Martadipura yang bercorak Hindu dan Kerajaan Kutai Kartanegara yang bercorak Islam.

Maharaja Dharma Setia yang merupakan raja terakhir dari Kutai Martadipura berhasil dikalahkan oleh Aji Pangeran Anum Panji Mendapa dari Kutai Kartanegara, peristiwa ini menjadi penanda berakhirnya masa Kerajaan Kutai Martadipura di Nusantara.

7 Peninggalan Kerajaan Kutai

1. Prasasti Yupa

Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Kerajaan Kutai

Salah satu bukti keberadaan Kerajaan Kutai di Nusantara ditandai dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang berwujud Yupa.

Yupa adalah sejenis tiang batu yang bertuliskan tentang sejarah Kerajaan Kutai, ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Isi dari Prasasti Yupa ini menceritakan tentang sebuah kerajaan Hindu yang menetap di wilayah Muara Kaman, hulu Sungai Mahakam, tepatnya di Kalimantan Timur.

Singkatnya, Prasasti Yupa ini mengisahkan tentang latar belakang Kerajaan Kutai yang didasarkan pada kehidupan politik, sosial, dan budaya para pemimpinnya.

Salah satu prasasti yang bernama Prasasti Muarakaman III kini tersimpan dan bisa kamu lihat secara langsung di Museum Nasional.

2. Pedang Sultan Kutai

Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Kerajaan Kutai

Pedang Sultan Kutai atau Pedang Kalimantan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Kutai dari abad ke-13.

Pedang ini terbuat dari emas dan batu mulia, di bagian gagangnya terdapat ukiran harimau yang juga dihiasi dengan berbagai jenis batu mulia khas Kalimantan.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Tidak hanya itu, pada bagian ujung pedangnya juga terdapat hiasan berupa seekor buaya sementara bagian sarung pedangnya dihiasi dengan beberapa ornamen yang tidak kalah unik.

Sama dengan Prasasti Yupa, kamu bisa langsung melihat Pedang Sultan Kutai ini di Museum Nasional.

3. Kura-Kura Emas

Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Kerajaan Kutai

Peninggalan Kerajaan Kutai yang ini cukup unik dan kini bisa kamu temukan di Museum Mulawarman.

Kura-kura emas ini pertama kali ditemukan di area Long Lalang, hulu Sungai Mahakam dan besarnya setengah kepalan tangan.

Menurut sejarah, kura-kura emas ini merupakan salah satu persembahan dari Kerajaan Cina untuk Aji Bidara Putih, salah satu putri dari Kerajaan Kutai.

Benda ini dijadikan sebagai tanda bukti bahwa ada pangeran yang serius ingin mempersunting sang putri kerajaan.

4. Kalung Ciwa

Kalung Ciwa pertama kali ditemukan di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada tahun 1890, tepatnya pada masa kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman.

Sampai sekarang, Kalung Ciwa ini masih terus digunakan sebagai perhiasan kerajaan, sekaligus juga digunakan saat acara penobatan sultan baru.

5. Ketopong Sultan

Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Kerajaan Kutai

Ketopong Sultan adalah mahkota yang dipakai oleh sultan Kerajaan Kutai, dan kini tersimpan di Museum Nasional.

Ketopong Sultan ini terbuat dari emas dengan berat sekitar 1,98 kg dan pertama kali ditemukan di wilayah Muara Kaman pada tahun 1890.

6. Kering Bukit Kang

 Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Kerajaan Kutai

Menurut sejarah, Kering Bukit Kang adalah sebuah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri raja Kutai Kartanegara yang pertama.

Dari cerita masyarakat yang beredar, sang permaisuri tersebut pernah ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas bambu.

Di dalam gong tersebut, terdapat seorang anak perempuan, telur ayam, dan sebilah keris yang sampai sekarang dipercaya sebagai Kering Bukit Kang.

7. Kalung Uncal

Setelah akuisisi yang dilakukan oleh Kerajaan Kutai Kertanegara terhadap Kutai Martadipura, para Sultan Kartanegara wajib menggunakan Kalung Uncal sebagai atribut resmi.

Kalung Uncal ini berbahan dasar emas dengan bobot 170 gram dengan hiasan liontin yang ukirannya menceritakan tentang kisah Ramayana.

Itulah penjelasan lengkap mengenai sejarah Kerajaan Kutai beserta peninggalannya yang menarik untuk kamu ketahui.

Kalau masih penasaran dengan kisah-kisah sejarah kerajaan di Nusantara, kamu juga bisa temukan cerita lengkapnya dalam buku Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa 1042-1527 M karya Prasetya R.

Buku ini akan membahas mengenai jejak peradaban kerajaan Hindu di Jawa khususnya yang berdiri pada tahun 1042 sampai 1527 Masehi, mulai dari Kerajaan Medang sampai Kerajaan Majapahit.

Buku ini juga akan menjelaskan tentang sejarah berdirinya suatu kerajaan, peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi, penyebab keruntuhannya, sampai peninggalan-peninggalan kerajaan tersebut.

Dengan membaca buku ini, kamu akan menemukan banyak fakta menarik yang pastinya akan semakin menambah wawasanmu akan sejarah Indonesia di masa lampau.

Buku ini bisa dengan mudah kamu dapatkan di Gramedia.com.

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

buku
Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

buku
Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

Arti Healthy Relationship dan Cara Membangunnya

buku
30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

30 Kata-kata Afirmasi Positif Pagi Hari, Bikin Tambah Semangat dan Fokus Seharian

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau