Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Asal-Usul Fenomena Klitih, Kejahatan yang Kerap Terjadi di Yogyakarta

Kompas.com - 20/02/2023, 13:30 WIB
fenomena klitih Sumber: pexels fenomena klitih
Rujukan artikel ini:
Pengadilan Jalanan Dalam Dimensi Kebijakan…
Pengarang: Fathul Achmadi Abby
|
Editor Rahmad

Klitih adalah sebuah fenomena yang sejatinya sudah dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta sejak zaman dahulu. Dulu, klitih adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengisi waktu luang. Biasanya klitih ini dilakukan dengan mengisi teka teki silang, menjahit, atau jalan-jalan sore.

Akan tetapi, saat ini, makna klitih kemudian mengalami pergeseran menjadi kegiatan yang negatif sejak tahun 2004. Di mana, para remaja memanfaatkan waktu luang yang mereka miliki dengan mencari musuh di jalanan. Lantas, seperti apa sejarah klitih yang sebenarnya? Simak penjelasannya berikut ini.

Arti Klitih

Klitih berasal dari Bahasa Jawa yang memiliki arti suatu aktivitas untuk mencari angin di luar rumah. Sementara itu, ada juga yang menyebut kalau klitih dari sebutan “Pasar Klitikan” yang ada di Yogyakarta.

Di mana merupakan suatu aktivitas santai sambal mencari barang bekas atau dalam Bahasa Jawa disebut dengan “klitikan”.

Pada awalnya, istilah klitih ini mempunyai makna yang positif, di mana menggambarkan seseorang yang sedang mengisi waktu luangnya.

Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, istilah klitih berubah menjadi sebuah tindakan kejahatan dengan cara menyerang seseorang secara acak.

Istilah klitih kekinian dikenal dengan sebuah fenomena penyerangan dengan menggunakan senjata tajam oleh sekelompok orang yang mengendarai sepeda motor. Namun, tahukah kalian, bahwa sejarah klitih bukanlah hal seperti itu.

Aksi klitih yang saat ini terjadi adalah dilakukan oleh orang-orang secara bergerombol dengan menggunakan senjata tajam berjenis golok, pedang, bahkan sampai gir sepeda motor yang sudah dimodifikasi.

Aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta ini marak terjadi sampai membuat masyarakatnya gram.

Klitih ini biasanya terjadi pada malam hari dengan menyusuri sebuah jalanan yang sepi.

Lalu, si pelaku langsung menyabet para korbannya secara bergerombol sampai menimbulkan banyaknya luka parah, bahkan tidak jarang bisa menyebabkan kematian.

Sejarah Klitih

fenomena klitih fenomena klitih

Fenomena klitih sebetulnya sudah dimulai sejak awal tahun 1990-an, di mana kepolisian mengelompokkan geng remaja yang ada di daerah Yogyakarta. Kepolisian diketahui sudah memiliki informasi yang berkaitan dengan geng remaja dan kelompok anak mudah yang melakukan kejahatan.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Lalu, setelah orde baru, para pelajar yang terlibat tawuran, akan dikeluarkan dari sekolahnya.

Hal ini yang membuat para pelajar kemudian berkeliling dan mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih tersebut.

Alasan dari para remaja yang melakukan aksi klitih ini adalah karena mereka ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya.

Para anak mudah yang melakukan klitih mengklaim bahwa dirinya mendapatkan reputasi yang bagus di lingkungannya karena berani melakukan hal tersebut.

Selain itu, anak muda yang melakukan klitih ini juga mempunyai masalah pribadi tersendiri ataupun masalah dengan keluarganya yang cenderung bisa membuat mereka menjadi pelaku klitih.

Adanya fenomena klitih dalam tindakan kriminalitas di jalanan, terkadang membuat masyarakat sekitar yang memergokinya menjadi main hakim sendiri dalam urusan penangkapan pelaku.

Dalam hal pengadilan jalanan untuk pelaku kriminalitas, kamu bisa mempelajarinya melalui buku yang berjudul Pengadilan Jalanan Dalam Dimensi Kebijakan Kriminal yang ditulis oleh Fathul Achmadi Abby.

Buku ini berusaha untuk bisa memberikan pemahaman kepada setiap pembacanya bahwa pengadilan jalanan ini sangat identik dengan tindakan main hakim sendiri. Biasanya, pengadilan jalanan ini dilakukan oleh sekelompok orang terhadap seseorang yang diduga melakukan criminal, seperti pencurian.

Pengadilan jalanan memang salah satu bentuk kekerasan yang kerap muncul di tengah masyarakat. Kekerasan ini biasanya berupa tindakan sekelompok orang yang melakukan pemukulan secara beramai-ramai kepada orang yang diduga melakukan aksi kriminal seperti pencurian atau aksi yang tidak manusiawi.

Pengadilan jalanan disebut sebagai bentuk kekerasan karena bisa membuat korbannya tidak hanya luka-luka saja, bahkan bisa membuatnya kehilangan nyawa.

Buku ini memberikan informasi jika terdapat tawaran progresif dengan pengadilan jalanan yang ada di antara kebijakan hukum pidana dan juga hukum non pidana.

Kebijakan kriminal yang disebutkan di dalam buku ini berorientasi pada penggunaan sarana hukum pidana yang cenderung tidak efektif pada implementasinya.

Nah, buku ini sangat cocok untuk para praktisi hukum, hakim, mahasiswa jurusan hukum, pengacara, ataupun masyarakat luas yang memiliki ketertarikan di bidang hukum. Buku ini bisa langsung kamu pesan dan beli melalui gramedia.com.

Penulis: Nurul Ismi Humairoh

Rekomendasi Buku Terkait

Terkini Lainnya

Apa Arti Disabilitas Sensorik? Cari Tahu di Sini!

Apa Arti Disabilitas Sensorik? Cari Tahu di Sini!

buku
Siapa Bapak Demokrasi Indonesia?

Siapa Bapak Demokrasi Indonesia?

buku
Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

Membangkitkan Kekuatan Diri: Review Inspiratif Buku The Unstoppable You

buku
Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

Dari Imajinasi ke Halaman: Rahasia Menulis dalam Buku Seni Menulis Fiksi untuk Pemula

buku
Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

Sebuah Pelukan dari Duka: Menemukan Diri dalam Kepergian

buku
Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

Cara Menjaga Relasi Jangka Panjang di Dunia Profesional

buku
Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

Launching Buku  “Untold Stories Strategi Public Relations di Industri Kreatif”:  Ungkap Sisi Manusiawi Kerja Komunikasi Publik Menghadapi Dinamika Isu

buku
Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

Cara Menjaga Hubungan Tetap Awet, Langkah Sederhana yang Sering Terlewat

buku
15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

15 Cara Self Love dan Langkah-Langkah Awal Menerapkannya

buku
10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

10 Cara Berdamai dengan Diri Sendiri agar Hidup Tenang dan Bermakna

buku
Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

Apa Itu Let Them Theory? Cara Biar Hidup Tidak Banyak Drama

buku
Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Makna Perjalanan Spiritual: Pengertian, Cara Memulai, dan Manfaatnya dalam Kehidupan Sehari-hari

buku
15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

15 Cara Menemukan Jati Diri yang Hilang dengan Mudah

buku
Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

Networking Efektif: Pengertian, Manfaat, dan Strategi Membangun Relasi yang Berkualitas

buku
Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

Arti Maintain Relationship dan Cara Efektif agar Hubungan Tetap Harmonis

buku
Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

Contoh Perjalanan Spiritual: Proses dan Transformasi Diri dalam Kehidupan

buku
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau