Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mengatasi Emosi pada Anak, Ini Hal yang Perlu Diperhatikan Setiap Orang Tua

Kompas.com - 10/11/2021, 10:55 WIB
Sumber foto: Pexels
Rujukan artikel ini:
Menjadi Orangtua Efektif
Pengarang: DR. THOMAS GORDON
|
Editor Almira Rahma Natasya

Usia anak-anak adalah usia emas dalam membentuk pertumbuhan baik secara fisik, emosi, maupun mental.

Menghadapi perkembangan anak pada usia ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi orang tua dan dituntut untuk siap dalam menghadapinya.

Pada prosesnya, umumnya anak belum memahami perbedaan emosi negatif yang ia alami, diantaranya seperti marah, sedih, frustasi, tertekan, atau ketakutan.

Anak-anak juga belum mengerti cara yang baik menyatakan atau mengungkapkan emosi tersebut.

Seringkali, anak menunjukkan emosi dengan menangis, mengamuk, berteriak, menjerit, melempar barang, atau bahkan melukai dirinya sendiri atau orang lain.

Kondisi itu biasa disebut dengan tantrum, yaitu keadaan ledakan emosi yang tak terkontrol dipicu oleh berbagai sebab misalnya keinginan yang tak terpenuhi.

Saat menghadapi kondisi ini, para orang tua sering merasa putus asa dan kerap hilang kontrol terhadap kesabarannya.

Orang tua rentan mengalami stres saat menghadapi masa-masa ini sehingga tak sedikit orang tua pun merasa buruk atas diri mereka sendiri dan merasa gagal.

Wajar saja jika para orang tua merasakan hal tersebut, mengasuh anak bukan perkara mudah dan perlu strategi menjalaninya.

Lalu, bagaimana cara untuk membantu mengatasi emosi pada anak? Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua.

Cara Mengatasi Emosi pada Anak

1. Mencontohkan Cara Mengelola Emosi yang Sehat

Orang tua adalah cermin yang digunakan oleh anak, mereka seringkali mencontoh dari sikap yang kita tunjukan pada mereka.

Sebagai orang tua, kita perlu menunjukkan pada anak cara mengelola emosi kita sendiri contohnya dengan menahan diri untuk tidak membentak.

Ketika kita membentak, maka anak akan belajar bagaimana meniru untuk membentak, namun ketika kita berbicara dengan penuh ketenangan dan menghormati perasaan anak, ia juga akan belajar bagaimana berbicara dengan sopan.

Setiap kali kita bersikap di depan anak, setiap kali kita menahan diri ketika marah, maka anak juga sedang belajar cara meregulasi emosi.


Baca juga: Kecerdasan Emosional


2. Memprioritaskan Gaya Pengasuhan yang Mendalam

Seorang anak belajar untuk menenangkan kekesalan mereka dengan ditenangkan oleh orang tuanya.

Agar anak mempunyai kemampuan mengatasi emosinya sendiri, orang tua perlu membangun koneksi mendalam dengan anak.

Hal ini dapat dibentuk dengan kegiatan positif yang melibatkan kerjasama menyenangkan antara anak dan orang tua misalnya bermain, memasak, melukis, dan lain-lain.

3. Menerima Emosi Anak Meski Anak Merasa Tidak Nyaman

Emosi negatif yang dirasakan oleh anak tentu membuat mereka tidak nyaman, maka dari itu orang tua perlu menunjukkan penerimaan terlebih dahulu.

Kata-kata penerimaan seperti “Oh sayang, ibu/ayah tahu hal ini membuat kamu kecewa, ibu menyesal karena ini tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu” membuat anak merasa diterima dan tidak menghadapi emosi itu sendirian.

Ketika empati mendasari respons kita, anak akan belajar bahwa emosi tersebut mungkin dirasa tidak enak, tetapi ia menyadari bahwa apa yang ia rasakan tidak berbahaya.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Sang anak akan menerima dan memproses perasaannya, tidak menahannya begitu saja.

Anak tahu bahwa orang tua mengerti perasaannya sehingga ia akan merasa lebih baik dan bisa untuk berkompromi.

4. Menahan Keinginan untuk Menghukum

Hukuman seperti memukul, menyuruh anak untuk menyendiri, memaksa anak menerima konsekuensi, atau mempermalukannya tidak akan membantu anak mengatasi emosinya.

Jika hal itu kerap dilakukan, anak hanya akan menerima fakta bahwa dorongan emosi negatif mereka dicap sebagai hal yang buruk.

Anak akan menekan emosi mereka dan kemudian emosi-emosi itu menumpuk sehingga ada masanya meluap dan lebih banyak mengarah ke perilaku yang lebih buruk.

Alih-alih menghukum, bantu anak untuk tetap pada jalurnya dengan bimbingan positif dan bantu mereka mempelajari keterampilan memproses emosi.

5. Membantu Anak Merasa Aman dalam Merasakan Emosinya

Orang tua dapat mengizinkan anak merasakan semua emosi yang menghampirinya sekaligus membatasi tindakannya.

Misalnya orang tua dapat mengatakan, “kamu boleh marah sesukamu, tapi ibu/ayah melarang kamu untuk melemparkan barang.”

Ketika anak marah, ia sosok yang sedang terluka. Ia tak dapat mengontrol emosinya hanya pada saat itu.

Jika orang tua tetap berbelas kasih, anak akan merasa aman untuk mengungkapkan emosinya dan mengeluarkan air matanya tanpa merasa dihakimi.

Agar lebih paham cara mengatasi emosi pada anak, buku “Menjadi Orangtua Efektif” karya Thomas Gordon dapat menjadi pilihan orang tua untuk membacakannya bersama anak.

Buku ini memaparkan bagaimana proses komunikasi antara orang tua dan anak bisa dibangun dan dilatih dalam penanganan emosi.

Orang tua dapat mencari solusi agar anak Anda mau berbicara dan mengutarakan emosinya pada Anda.

Salah satu caranya yakni dengan menggunakan bahasa penerimaan, baik secara verbal maupun nonverbal.

Lumrah jika anak cenderung menarik diri dan enggan mengungkapkan perasaannya, bisa jadi karena orang tua dianggap bukan sebagai sumber pertolongan.

Orang tua perlu menerima anaknya terlebih dahulu, menerima emosinya, dan tidak mengabaikan apa yang mereka rasakan.

Orang tua perlu menunjukkan penerimaan ini misalnya dengan melontarkan kalimat afirmasi positif seperti “mendekatlah, ibu/ayah ingin bersamamu”, “kemarilah, nak, ibu/ayah ingin mengerti perasaanmu” kemudian diikuti dengan rangkulan, atau dekapan lembut.

Bila anak merasakan penerimaan tersebut, anak akan lebih mudah dinasehati, diberi arahan dan anak pun dapat mendengarkan orang tuanya dengan lebih baik.

Buku “Menjadi Orangtua Efektif” menunjukkan pada orang tua bahwa jika anak memiliki masalah, terutama dalam mengelola emosi, orang tua dapat menanganinya dengan kemampuan mendengarkan secara aktif.

Mendengarkan anak secara aktif jauh lebih efektif daripada pembuka pintu yang hanya sampai mengajak untuk berbicara.

Orang tua juga perlu mempelajari agar pintu penerimaan tetap terbuka, mendengarkan secara aktif dengan memperhatikan ucapan, gerak-gerik, ekspresi, hingga sinyal yang diberikan anak.

Buku ini menguraikan teknik-teknik berkomunikasi orang tua pada anak secara detail, selalu menggunakan contoh kasus di keseharian, dan dilengkapi juga dengan penggabungan antara simulasi situasi dan ilmu pengasuhan.

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau