Kelahiran dan kematian adalah sebuah proses alami kehidupan.
Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematiannya.
Hal tersebut merupakan sesuatu yang mutlak dan pasti datangnya, namun kita tidak tahu kapan waktunya.
Things Left Behind adalah sebuah buku esai yang ditulis oleh Kim Sae byul yang mempunyai pekerjaan tidak biasa.
Kim yang sebelumnya bekerja sebagai seorang direktur di rumah duka, membuat sebuah perusahaan layanan jasa yang diberi nama “BioHazzard.”
Perusahaan ini menyediakan jasa untuk membersihkan barang-barang peninggalan yang meninggal.
Hal ini didasari karena sulit bagi seseorang yang ditinggalkan untuk mengunjungi kembali memori dari barang-barang peninggalan.
Selain itu, perusahaannya juga banyak dihubungi oleh mereka yang memiliki penyakit mental menimbun barang atau kita kenal dengan nama hoarding disorder.
Mereka yang memiliki penyakit mental ini tidak bisa melepaskan diri dengan benda yang mereka miliki, sehingga mereka mempunyai keengganan membuang sampah. Baca selengkapnya terkait Macam-macam Penyakit Mental.
Perilaku ini menimbulkan permasalahan kesehatan karena mereka terus mengumpulkan barang atau membeli barang, tetapi hampir tidak pernah membersihkan rumah.
Things Left Behind memuat 30 esai yang menyentuh hati dan beberapa cerita bisa membuatmu menitikan air mata.
Kepopuleran buku Things Left Behind membuat buku ini kemudian diadaptasi ke dalam serial yang diproduksi oleh Netflix berjudul Move to Heaven.
Salah satu cerita yang membuat terenyuh adalah seorang bapak yang meninggal sendirian di rumahnya.
Ia lama bekerja di tempat konstruksi, tetapi cedera kaki yang parah membuat dia susah bergerak dan dia menolak tinggal bersama anaknya.
Dengan keterbatasan bergerak dan kebiasaannya minum minuman keras, membuat kakinya semakin lemah dan dia hanya merangkak.
Awalnya si anak sering berkunjung ke tempat ayahnya untuk membantu membelikan kebutuhan sehari-hari dan membawakan makanan serta membersihkan rumahnya, tetapi pekerjaan kantor semakin sibuk sehingga anaknya mengurangi frekuensi berkunjung, sampai pada akhirnya hanya menelpon saja, dan frekuensinya juga kian lama makin berkurang.
Sebulan sekali, dua bulan sekali, bahkan tiga bulan sekali baru menelpon ayahnya.
Kematian si ayah sendiri di rumah itu pun kemungkinan sudah lama tidak diketahui.
Kondisi rumah sangat luar biasa kotor dengan berbagai jenis sampah dan kotoran berserakan di mana-mana.
Membersihkan rumahnya membuat Kim Sae byul tidak bisa berkata-kata.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Baca juga: Review Its Okay To Not Be Okay
Zaman sekarang sulit bagi seluruh keluarga berkumpul di meja makan dan makan bersama seperti dahulu.
Kesibukan tidak hanya berlaku bagi orang tua, tetapi juga anak-anak, seakan kita dikejar dengan kesibukan.
Di sisi lain, kemajuan teknologi mempermudah kita semua sehingga membuat dunia lebih nyaman.
Berkat teknologi yang berkembang pesat, hampir tidak ada yang mustahil untuk dilakukan.
Terutama jika kita mampu secara ekonomi, kita bisa hidup tanpa merasa iri hati kepada siapa pun.
Kualitas hidup kita menjadi ditentukan oleh kemampuan kita dan ketidakberhasilan kita mengikutinya, membuat kita merasa menjadi orang yang gagal.
Kita menjadi terlupakan oleh orang-orang di sekitar kita.
Kemudian kita akan menjadi penyendiri yang tertutup lalu meninggal dalam kesepian.
Sama seperti mendiang si ayah yang tidak berdaya secara ekonomi sejak cedera kakinya.
Ia menjalani hari-hari sendirian karena istrinya pun sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya.
Hal ini membuat dia merasa kehilangan semangat hidup.
Dia sebenarnya bisa saja memilih tempat tinggal yang dekat dengan anaknya, tetapi dia memilih rumah yang berjarak empat jam dari rumah anaknya.
Kehilangan semangat hidup ia refleksikan dengan kebiasaan minum minuman keras pada siang dan malam hari, serta tidak mengkonsumsi asupan bergizi.
Kenyataan bahwa semakin banyak orang meninggal dalam kesepian dan tertutup dari dunia luar menimbulkan dilema dalam diri Kim Sae byul.
Meskipun pekerjaan ini banyak dipandang sebelah mata dan jarang orang yang menghargai, Kim merasa bahwa yang ingin dia lakukan ini adalah untuk meringankan kesedihan dan penderitaan keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai, dengan cara membereskan barang-barang peninggalan mereka yang meninggal.
Namun, di sisi lain Kim juga ingin berhenti melakukan pekerjaan ini, karena perasaannya terasa teriris melihat orang yang meninggal seorang diri tanpa orang yang mendampingi saat menjelang ajal.
Dengan ditulisnya buku ini, Kim berharap kita sebagai manusia akan lebih menghargai orang-orang di sekitar kita, lebih mensyukuri hidup yang diberikan dan pada orang-orang di sekeliling yang mengasihi kita, serta menemukan makna hidup yang sejati.
Kamu bisa menemukan buku Things Left Behind di toko buku Gramedia atau memesan via online di website resmi Gramedia.com.