Quarter life crisis adalah periode yang dialami oleh manusia dewasa awal (awal sampai pertengahan umur 20-an) saat mereka memulai babak baru dalam hidup.
Sederhananya, ini adalah masa transisi ketika seseorang beralih dari remaja menuju dewasa dengan tanggung jawab yang tiba-tiba jauh berbeda.
Dalam International Journal of Evidence Based Coaching and Mentoring, quarter life crisis disebutkan memicu rasa ketidakstabilan yang luar biasa, perubahan terus menerus, yang menyebabkan rasa tidak berdaya.
Quarter life crisis ini menimbulkan dampak yang signifikan seperti krisis emosional, kesepian dan keterasingan.
Selain itu, orang yang mengalami quarter life crisis juga seringkali dihantui ketakutan akan kegagalan.
Quarter life crisis terjadi ketika manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup tidak seperti yang selama ini kita pikirkan.
Umumnya, penyebab utama terjadinya quarter life crisis adalah akibat dari stressor yang ada di hidup kita, contohnya yang terjadi beberapa tahun ini.
Berdasarkan penelitian yang dirangkum oleh Forbes pada tahun 2021, ada 33% Gen Z dan 25% milenial yang harus kehilangan pekerjaan ketika pandemi terjadi.
Padahal ketika bencana ini meledak di seluruh dunia, sebagian Gen Z baru menyelesaikan sekolah atau kuliahnya dan langsung dihadapkan kondisi lock down di mana-mana.
Sebagai fresh graduate dan minim pengalaman, tentu momen ini menjadi guncangan yang cukup hebat bagi mereka.
Mencari pekerjaan sebagai fresh graduate ketika dunia normal saja sudah sulit, apalagi pada kondisi new normal.
Sedangkan, mereka tidak mungkin terus bergantung pada orang tua, ada ego sebagai manusia dewasa yang pastinya ingin mandiri dan terlihat dapat diandalkan.
Ketimpangan antara ekspektasi dan realita seperti inilah salah satunya yang dapat menjadi pemicu timbulnya quarter life crisis, di mana manusia menghadapi “kehidupan nyata” setelah keluar dari sekolah dan dunia nyaman yang selama ini mereka punya.
Peristiwa ini dapat memunculkan perasaan negatif seperti putus asa, rasa tidak percara diri, dan kebingungan luar biasa.
Quarter life crisis dapat mengakibatkan perasaan negatif seperti putus asa, rasa tidak percaya diri, dan kebingungan yang menyebabkan rasa sakit secara emosional.
Ada beberapa tanda yang dapat dikenali, di antaranya adalah:
Kita sering kebingungan karena semua hanya ada dalam angan-angan yang mudah dilupakan.
Akan berbeda halnya jika kita menyempatkan untuk menyusun rencana dengan menuliskannya secara rinci pada sebuah catatan, dari apa yang kamu inginkan dalam hidup, bagaimana cara mencapainya, hal apa yang sudah atau belum kamu lakukan sebagai usaha mencapainya, dan kapan kamu akan memulai semua itu.
Menyusun rencana selain membuat kita lebih teratur, juga akan membuat kita lebih sadar akan kelebihan dan kekurangan yang kita punya.
Kamu mungkin tidak sengaja melihat unggahan seorang teman di media sosial yang baru mendapatkan kenaikan jabatan.
Kamu mungkin merasa tertinggal menyaksikan teman lainnya yang terlihat bahagia dengan keluarga kecilnya.
Ada kalanya kamu melihat hidup orang lain terasa sangat indah dan mudah, seolah usaha yang mereka lakukan tidak seberapa namun hasilnya lebih besar dari kamu yang usahanya mati-matian.
Ini cukup mengerikan jika diteruskan, sebab membandingkan hidup kita dengan orang lain tidak akan membantu melainkan hanya akan mempersulit.
Segala yang kita lihat dari kehidupan orang lain hanyalah salah satu sisi terluar yang memang sengaja mereka tampilkan di media sosial, sedangkan di balik layar mereka kita tidak pernah tahu.
Setiap orang memiliki jalan hidup dan takdirnya masing-masing, cobaan dan rintangannya pun juga berbeda, sehingga cara terbaik untuk survive dari quarter life crisis adalah dengan berhenti membandingkan dan fokus pada hidup kita masing-masing.
Dengan begitu, tekanan yang kita rasakan akan sedikit berkurang dan kita memiliki kesempatan untuk lebih berpikir jernih merencanakan banyak hal.
“Saya harus bisa sukses sebelum 25 tahun”
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
“Saya harus segera menikah sebelum umur…”
“Saya harus bisa membanggakan orang tua”
Kata harus ini memberikan tekanan yang lebih pada diri kita, membuat kita hidup berdasarkan standar yang kebanyakan berasal dari orang lain.
Terbelenggu kata “harus” membuat kita akan merasa frustasi ketika kita gagal mencapainya.
Untuk itu, agar diri lebih rileks, ganti kata “harus” menjadi kata lain yang tekanannya lebih rendah seperti “saya ingin”.
Memang terkesan santai dan tidak ambisius, namun ini juga cukup aman bagi kita yang tidak tahu akan seperti apa kehidupan mendatang.
“Saya ingin bisa sukses sebelum umur 25 tahun”.
Jika pada kenyataannya sukses baru bisa dicapai ketika usia 30 tahun juga tidak menjadi masalah, sebab kata “ingin” tidak membelenggu kita pada sebuah tuntutan dan kewajiban.
Kebanyakan orang tidak sabar pada proses dan ingin sukses secara cepat dan instan, padahal segala yang didapat dengan instan akan hilang dengan instan pula.
Lihatlah orang-orang yang benar-benar hebat di luar sana, berapa banyak waktu yang mereka butuhkan untuk ada di posisi sekarang ini.
Belajar dari kisah Messi, pemain bola terbaik di dunia, ia lahir dengan kelainan hormon sehingga menghambat pertumbuhannya, namun ia tidak lantas menyerah pada keadaan.
Ia berjuang dan sabar pada prosesnya sampai sehebat sekarang.
Kita bertumbuh dan berkembang, diiringi dengan proses belajar seumur hidup.
Untuk itulah kita tidak bisa berhenti pada level yang sama selamanya.
Jika merasa kekurangan skill, maka kamu dapat berusaha mencari berbagai pelatihan yang banyak disediakan secara online dan gratis.
Kamu juga dapat membaca buku untuk menambah wawasan dan pengalaman tentang banyak hal.
Misalnya, untuk keluar dari quarter life crisis kamu dapat membaca buku yang ditulis oleh Gerhana Nurhayati Putri dengan judul Quarter Life Crisis.
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian utama.
Bagian pertama membahas lebih dalam mengenai quarter life crisis, mulai dari awal mula hingga ciri-ciri, penyebab, dan dampaknya.
Bagian kedua membahas mengenai masalah-masalah yang timbul akibat quarter life crisis, seperti pandangan hidup, kemandirian finansial, kehidupan kerja, dan kehidupan asmara.
Bagian terakhir adalah yang terpenting, sebab membahas mengenai self help, proses pencarian jati diri, eksplorasi diri, beserta banyak tips.
Buku ini juga tidak sembarang ditulis, melainkan berdasarkan sumber kredibel dari psikolog berlisensi.
Jika kamu tertarik membacanya, buku ini bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.
Itulah cara survive atau bertahan dari quarter life crisis.
Jika gejala yang dialami sangat berat hingga mengganggu aktifitas sehari-hari, maka jangan ragu untuk menghubungi bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater.
Dapatkan gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian.
Yuk, langsung klik di sini dan segera dapatkan gratis vouchernya.