Asal-usul Banyuwangi, Legenda dari Jawa Timur

Lihat Foto
Sumber Gambar: Kompas.com
Asal-usul Banyuwangi
Rujukan artikel ini:
Seri Cerita Rakyat 37 Provinsi…
Pengarang: Dian Kristiani
|
Editor: Puteri

Banyuwangi adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi Jawa Timur.

Kabupaten Banyuwangi berdiri pada tahun 1950, namun Hari Jadi Banyuwangi sendiri ditetapkan pada tanggal 18 Desember 1771.

Banyuwangi adalah salah satu wilayah yang termasuk ke dalam kawasan Tapal Kuda yang merujuk pada bentuk kawasan yang mirip tapal kuda.

Banyuwangi mempunyai bentang alam yang sangat indah sampai menjadikan sektor pariwisatanya daya tarik tersendiri.

Pasalnya, Banyuwangi berbatasan langsung dengan Selat Bali sehingga keindahan alamnya tidak usah dipertanyakan lagi.

Banyuwangi mempunyai berbagai nama julukan, mulai dari Kota Osing, Bumi Blambangan, hingga Kota Santet.

Banyuwangi mempunyai asal usul yang panjang serta bercabang, dengan jejak-jejak peradaban yang termasuk zaman periode prasejarah sampai masa modern.

Untuk lebih jelasnya, berikut asal usul nama Banyuwangi menurut cerita rakyat.

Cerita Rakyat Banyuwangi

Asal usul nama Banyuwangi bisa ditelusuri dari Legenda Sri Tanjung.

Diceritakan, dahulu kala daerah ujung Pulau Jawa paling timur dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo.

Dalam melaksanakan pemerintahannya, raja dibantu oleh Patih Sidopekso yang mempunyai istri cantik bernama Sri Tanjung.

Prabu Sulahkromo pun terpikat dengan kecantikan dari Sri Tanjung, hingga terbersit dalam pikirannya untuk memberikan tugas pada Patih Sidopekso yang tidak mungkin bisa dikerjakan oleh manusia biasa.

Selama Patih Sidopekso pergi menjalankan tugasnya, Prabu Sulahkromo berusaha untuk merayu Sri Tanjung.

Namun, usahanya untuk mendapatkan hati Sri Tanjung tidaklah berhasil.

Dengan piciknya, ketika Patih Sidopekso telah kembali dari tugasnya, Prabu Sulahkromo justru malah memfitnah Sri Tanjung yang sudah menggodanya.

Hasutan dari Prabu Sulahkromo berhasil membuat Patih Sidopekso murka ketika menemui istrinya tersebut.

Saking murkanya, Patih Sidopekso sampai mengancam akan membunuh Sri Tanjung. Padahal istrinya tersebut sudah amat sangat setia kepadanya.

Alhasil, karena Sri Tanjung tidak ingin mengakui tuduhan Prabu Sulahkromo, diseretlah dirinya ke tepi sungai yang keruh.

Sebelum Patih Sidopekso menghabisi nyawanya, Sri Tanjung pun berpesan agar suaminya itu menceburkan jasadnya ke dalam sungai.

Jika darah yang keluar beraroma busuk, maka benar adanya dirinya sudah berbuat serong.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Namun, apabila aliran air sungai malah berbau harum, maka tuduhan tersebut adalah kebohongan belaka.

Patih Sidopekso pun menusukkan kerisnya pada dada Sri Tanjung dan membuang jasadnya ke dalam sungai.

Ternyata air sungai yang semula keruh itu secara perlahan-lahan mulai menjadi jernih dengan aroma yang harum.

Itulah cikal bakal nama Banyuwangi tercipta berdasarkan legenda masyarakat Jawa Timur.

Sejarah Terbentuknya Banyuwangi

Terbentuknya kota Banyuwangi sendiri tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Blambangan yang dipimpin Pangeran Tawang Alun.

Ketika itu, VOC menganggap jika Kerajaan Blambangan secara administrasi merupakan bagian dari daerah kekuasaannya.

Hal ini berdasarkan penyerahan kekuasaan Jawa bagian timur oleh Pakubuwono II kepada VOC.

Akan tetapi, VOC tidak pernah seutuhnya menguasai Blambangan hingga akhir abad ke-17.

Saat pemerintahan Inggris mulai menjalin kerja sama perdagangan dengan Blambangan, VOC pun mulai bertindak untuk mengambil kekuasaannya.

Akibatnya terjadilah peperangan antara VOC dengan pasukan Blambangan yang dikenal dengan peristiwa Puputan Bayu.

Puputan Bayu yang berlangsung pada tanggal 18 Desember 1771, Blambangan berupaya sekuat tenaga untuk bisa terlepas dari kekuasaan VOC.

Sayangnya, Kerajaan Blambangan harus runtuh karena VOC berhasil meraih kemenangan.

VOC selanjutnya mengangkat R Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama.

Setelahnya, tanggal 18 Desember 1771 pun ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi.

Membaca cerita rakyat Nusantara memang selalu asyik dan menarik untuk dilakukan, khususnya bersama anak-anak.

Buku Seri Cerita Rakyat 37 Provinsi: Jawa Timur – Keong Mas menceritakan kisah Candra Kirana, putri Raja Kertamarta, yang akan menikah dengan Inu Kertapati.

Akan tetapi kakaknya, Dewi Galuh, tidak suka dengan rencana pernikahan itu.

Dia pun meminta bantuan nenek sihir untuk mengutuk Candra Kirana menjadi seekor keong mas.

Bagaimana kelanjutan ceritanya?

Miliki bukunya sekarang juga di Gramedia.com.

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi