Cara Untuk Mendengarkan Suara Hati Remaja

Lihat Foto
Sumber foto : Pixabay
Rujukan artikel ini:
Kita Dalam Tumpukan Kata
Pengarang: SESAKATA
Penulis Dion Rahman
|
Editor: Ratih Widiastuty

Media sosial telah menjadi buku harian bagi siapa saja yang bisa membuat penggunanya menuliskan apa pun, termasuk kegiatan sehari-hari.

Bedanya dengan buku harian, media sosial membuat siapa saja entah itu orang yang berada dalam lingkaran yang sama atau orang-orang di luar lingkaran, bisa membacanya.

Dari sana, terjadilah interaksi sosial antarpengguna yang tersebar ke seluruh dunia tanpa adanya batasan umur.

Namun, umumnya para remajalah yang menjadi pengguna aktif karena kemudahan berinternet yang bisa diakses melalui ponsel.

Menelisik Suara Hati Lewat Sosial Media

Aryn Karpinski, peneliti dari Ohio State University, menyebutkan bahwa mahasiswa pengguna aktif media sosial ternyata memiliki nilai yang lebih rendah daripada mereka yang tidak aktif di media sosial.

Para pengguna aktif mengaku bahwa waktu belajar mereka tersita untuk berselancar di berbagai akun media sosial yang mereka miliki.

Dampak lain pada perilaku remaja yang aktif di media sosial adalah kurangnya interaksi dengan sesama dalam kehidupan nyata.

Mereka dinilai tidak memiliki kepekaan sebesar remaja yang lebih aktif dalam dunia nyata.

Akan tetapi, keberadaan media sosial tidak bisa dipandang hanya dari sisi negatifnya saja.

Ada begitu banyak peran positif bagi kehidupan banyak orang, terlebih bagi remaja. Dengan menjadikan media sosial sebagai buku harian yang bisa diakses oleh semua orang, mereka bisa menuliskan harapan, suka cita, keluh kesah, bahkan kepedihan.

Sesakata Sebagai Sarana Berbagi Kisah

Mengingat semua orang cukup sibuk dengan kehidupan masing-masing, maka media sosial bisa dijadikan solusi mereka untuk membagi kisah.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Salah satunya, Dinda Darmawan dan Sri Ajeng Larasati, dua sosok yang berada di balik akun @sesakata di Instagram.

Akun dengan 216 ribu followers berkat 391 postingan yang kebanyakan berupa bait puisi ini muncul dari keresahan hati mereka sebagai remaja yang membutuhkan ruang untuk berkreasi.

Puisi-puisi yang mewakili isi hati dalam Sesakata ditulis oleh Ajeng, kemudian ditampilkan dalam balutan warna yang terkesan tenang yang merupakan hasil goresan tangan kreatif Dinda.

Untaian kata yang disajikan Sesakata bisa dipahami oleh siapa saja yang membacanya sebagai bentuk refleksi diri.

“Entah siapa yang pandai bersembunyi, kamu atau janjimu.”

“Ada rasa khawatir untuk terlalu dekat dengan seseorang. Pertama, takut dikecewakan. Kedua, (dan yang jadi paling mengerikan) adalah takut mengecewakan.”

“Tak semua yang hilang, ingin ditemukan. Tak semua yang pergi, ingin dicari. Tak semua kisah cinta berujung bahagia.”

Tiga baris puisi di atas merupakan nukilan karya yang ditulis Sesakata di Instagram mereka yang kemudian beralih media dalam rupa buku puisi berjudul Kita dalam Tumpukan Kata.

Terbit awal 2021 di Elex Media Komputindo dengan ukuran sebesar buku saku yang cukup fleksibel dibawa dalam tas, dibaca dalam perjalanan kereta yang juga bisa dihabiskan dalam sekali duduk saat menunggu.

Karya Sesakata memberi kita rujukan bahwa media sosial telah menjadi alternatif bagi remaja dalam mengekspresikan diri mereka.

Selain untaian kalimat penuh kegalauan, Sesakata juga memberi motivasi kepada remaja untuk bangkit atas situasi yang tak dikehendaki.

Mereka terus mengeksplor banyak hal yang tertumpuk dalam benak, mengurai keresahan-keresahan dalam diri, kemudian menuangkannya dalam sebentuk gambar dan tulisan yang menyatu dengan indah.

Sesakata membuktikan bahwa media sosial telah menjadi ruang bagi remaja yang suaranya ingin didengarkan.

“Keinginan hanya akan menjadi sebatas angan. Jika ternyata hanya kamu yang mengusahakan. Hidup memang punya alurnya sendiri. Untuk jiwa yang tinggal di dalamnya.”

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi