Saat berpapasan atau melihat penyandang disabilitas di jalan, anak-anak mungkin punya banyak pertanyaan dalam benak mereka.
Ayah-Bunda, jangan khawatir jika anak mulai mengungkapkan rasa penasarannya.
Momen ini justru dapat menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan kasih dan memperkuat empati si kecil.
Untuk mulai menanggapi pertanyaan anak seputar disabilitas, orangtua perlu menjawab dengan lugas.
Hindari penjelasan yang mendetail dan bersifat emosional.
Deskripsikan dengan bahasa yang singkat tetapi sesuai dengan proses ilmiah yang terjadi.
Ayah-Bunda juga perlu menggunakan istilah yang tepat, tidak “mengecilkan” misalnya “ia kurang dari orang lain”, maupun bersifat kasar misalnya “cacat” atau “terbelakang”.
Lebih baik, pakai istilah yang akurat, seperti “pengguna kursi roda.”
Salah satu tip lain dalam menumbuhkan empati adalah tidak membanding-bandingkan kondisi anak dengan penyandang disabilitas.
Ayah-Bunda justru dapat menekankan kesamaan keduanya.
Misalnya, sama-sama menyukai hobi tertentu.
Fokuskan juga pembicaraan pada kelebihan sang penyandang disabilitas.
Tekankan bahwa adanya kekurangan di satu bidang bukan berarti tidak memiliki keunggulan di bidang lain yang dapat dibanggakan.
Hal ini nantinya akan membentuk pemahaman dalam diri anak, bahwa disabilitas tidak menentukan nilai diri seseorang.
Pada akhirnya, anak akan menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Pemahaman lain yang tak kalah penting dan perlu ditanamkan pada anak adalah mengenai bentuk-bentuk perundungan dan penindasan.
Anak-anak mungkin belum memahami betapa ngerinya efek perundungan fisik maupun mental pada seseorang, tak terkecuali pada penyandang disabilitas.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Perbedaan mereka yang tampak menonjol membuatnya mudah dijadikan sasaran empuk perundungan dan penindasan oleh orang dewasa maupun anak seumurnya.
Ajarkan pada anak untuk memperlakukan penyandang disabilitas sebagaimana ia ingin diperlakukan, yakni mengutamakan aspek kasih, respek, dan toleransi.
Bila ia tak sengaja menyakiti mereka, minta anak memohon maaf seperti yang sepatutnya ia lakukan setelah melakukan kesalahan pada orang lain.
Kalau Ayah-Bunda kesulitan untuk memulai percakapan tentang ini, buku dongeng dan film ternyata menjadi salah satu media yang digemari orangtua lainnya.
Sambil membaca atau menonton kisah-kisah mengenai penyandang disabilitas, anak-anak dapat langsung bertanya atau membahasnya.
Anda pun lebih mudah membuka diskusi melalui pertanyaan tentang kejadian yang dialami para tokoh.
Buku Aku Anak Istimewa adalah salah satu alternatif bahan bacaan bagi Ayah-Bunda untuk menumbuhkan empati anak terhadap penyandang disabilitas.
Terdapat 9 cerita yang dikemas dalam picture book dengan ilustrasi colorful dan menarik.
Seperti yang telah diuraikan dalam penjelasan di atas, alih-alih menggunakan bahasa yang seolah-olah “mengurangi” nilai diri dari penyandang disabilitas, buku Aku Anak Istimewa betul-betul menggambarkan judulnya.
Penyandang disabilitas dalam buku ini ditempatkan sejajar dengan orang-orang non-disabilitas lain, bahkan disabilitas yang mereka miliki disebut sebagai “keistimewaan”.
Sudut pandang yang dipakai dalam buku ini pun menarik untuk dibedah.
Kita dibawa menyelami kisah-kisah penyandang disabilitas dari sudut pandang orang pertama, yakni dari perspektif si penyandang disabilitas atau keluarganya.
Hal ini membuat penceritaan terasa lebih dekat dan personal.
Anak-anak yang membacanya sendiri maupun bersama orangtua akan merasa seolah-olah berada langsung di “sepatu” mereka.
Selain menyajikan 9 buah cerita, ada pula pojok pengetahuan yang dirancang supaya anak memahami lebih detail setiap jenis disabilitas, termasuk ciri-ciri dan cara berkomunikasi dengan penyandangnya.
Buku Aku Anak Istimewa dapat dipesan dan dibeli melalui Toko Gramedia terdekat dan juga Gramedia.com.
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.