Di dalam buku The Things You Can See Only When You Slow Down, Haemin Sunim, biksu Buddha dari Korea Selatan yang juga profesor filosofi, menulis dalam bentuk anekdot dari kutipan dan nasihat tentang kehidupan yang sibuk saat ini, dan manfaat dari memperlambat, melihat sesuatu dari kejauhan, serta menemukan keindahan dengan kehidupan kita sehari-hari.
Buku yang luar biasa ini pertama kali diterbitkan di tahun 2012 di Korea Selatan dan berhasil menduduki daftar buku best seller selama 41 minggu, hingga telah terjual lebih dari 3 juta eksemplar pada saat itu.
Selain itu, buku ini juga telah memenangkan banyak penghargaan Buku Terbaik Sepanjang Tahun.
Kesuksesan ini membawa buku The Things You Can See Only When You Slow Down diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, bermula dari Cina kemudian Jepang, Thai, Perancis dan bahasa Inggris.
Berbeda dengan buku filosofi yang pernah ada sebelumnya, Haemin Sunim yang pernah menempuh bangku kuliah S1 sampai S3 di universitas elit Amerika ini membawa kita dalam perjalanan melalui tema-tema seperti waktu jeda, gairah, hubungan, cinta, kehidupan, mindfulness, masa depan, dan spiritualitas.
Tema-tema tersebut dijabarkan satu persatu di dalam setiap babnya.
Setiap bab dimulai tulisan pendek seperti bentuk perenungan yang terkait dengan topik, kemudian diikuti dengan cerita dan pembahasan, serta ditutup dengan banyak kutipan dan kata bijak serta dilengkapi dengan berbagai ilustrasi indah karya seniman Young-Cheol Lee.
Cerita yang ada di setiap babnya diambil dari pengalaman pribadi, yang membuat kita merasa kalau orang bijak pun sama seperti kita, hanya mereka lebih pintar memaknai sebuah peristiwa dan mengambil tindakan untuk merubahnya.
Seperti pada kisah dimana Haemin Sunim sangat bahagia mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai tenaga pengajar di sebuah universitas, dia begitu menggebu-gebu dalam memberikan pelajaran yang salah satunya adalah Pengenalan terhadap Meditasi Buddha.
Dia tidak saja memberikan pekerjaan rumah lebih daripada professor lainnya, sebagai tambahan, dia juga meminta para muridnya melakukan meditasi dan membuat jurnal.
Tidak hanya sampai di sini, dia juga mengadakan pertemuan di luar kelas termasuk mengunjungi biara Buddha terdekat, padahal pengajar lain biasanya hanya mengadakan satu pertemuan saja.
Namun antusiasme Haenim yang besar seperti pisau bermata dua.
Alih-alih membuat muridnya bersemangat, yang terjadi justru sebaliknya.
Banyak muridnya yang kehilangan minat dan mulai banyak yang datang tidak mengerjakan tugas dan bahkan tidak membaca bahan pelajaran.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Haenim merasa terluka saat itu.
Dia merasa sudah melakukan segalanya untuk mereka, dan mereka malah menolak kebaikan yang dia tawarkan.
Ketika dia mengamati perasaan kecewanya, dia menyadari bahwa egonya membuat dia melakukan apa yang menurutnya baik walaupun itu tidak sesuai dengan kapasitas para muridnya.
Apakah cerita ini terdengar familier untuk kamu?
Terkadang kita memaksakan keinginan kita dan apa yang menurut pandangan kita benar tanpa memperhatikan dan memperdulikan bagaimana keadaan serta situasi orang yang mengalaminya.
Kita memaksa anak kita untuk mengambil les A sampai Z dengan harapan mereka bisa menjadi orang yang lebih baik dari kita di masa depan.
Yang kita tidak tahu adalah mungkin itu terlalu melelahkan untuk mereka dan beberapa mungkin bukan subjek favorit mereka.
Beberapa orang membaca buku ini seperti mereka membaca sebuah novel yang bisa sekali habis.
Namun Haenim menyarankan agar kita untuk merenungkan setiap babnya dan melangkah ke bab selanjutnya dengan santai.
Kamu tidak perlu terburu-buru, karena ini bukan masalah siapa yang tercepat dalam menyelesaikan buku ini, melainkan siapa yang paling bisa mengambil manfaat darinya.
Buku The Things You Can See Only When You Slow Down kini sudah diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia dan kamu bisa mendapatkan buku ini di Gramedia.com.
Dapatkan juga gratis voucher diskon yang bisa kamu ambil di sini!
“The wise do not fight the world. In the most relaxed and playful manner, they simply embody the truth that they are one with it.” - Haemin Sunim.