Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandangan Baru tentang Kegagalan dari Elizabeth Day

Kompas.com - 23/05/2023, 11:00 WIB
Buku Failosophy Sumber Gambar: Dok. Gramedia Widiasarana Indonesia Buku Failosophy
Rujukan artikel ini:
Failosophy
Pengarang: Elizabeth Day
|
Editor Novia Putri Anindhita

Kegagalan masih dianggap sebagai momok oleh kebanyakan orang.

Ketika mengingat kegagalan di masa lalu, terkadang hal tersebut masih terasa bodoh.

Sampai akhirnya muncullah Elizabeth Day dengan sudut pandang barunya dalam memaknai kegagalan.

Elizabeth Day selalu memikirkan tentang kegagalan dalam hidupnya, mulai dari kegagalan pernikahannya, gagal memiliki anak, bahkan gagal hidup bahagia karena menjadi people pleaser.

Semua kegagalan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.

Namun dibanding meratapi segala kegagalannya, ia memilih untuk berdamai dengan itu semua.

Berdamai dengan kegagalan yang dilakukan dengan tidak menyesali atas segala hal yang telah terjadi dan meyakini kalau hidup ini memberikan banyak pelajaran selama diri kita tetap terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Day juga menyebutkan kalau kegagalan tidak memandang kekayaan dan status sosial.

Jadi, setiap orang memiliki kegagalannya masing-masing.

Hal inilah yang membuat Day berpikir, kalau setiap orang pasti mengalami kegagalan mengapa harus bersusah payah menyangkalnya.

Day pun menghilangkan rasa tabu untuk menyangkal kegagalan dengan cara membicarakannya.

Ia membuat sebuah siniar (podcast) di mana tamu-tamunya bisa bebas membicarakan tentang kegagalannya masing-masing.

Ia merasa kalau membicarakan kegagalan dapat menjadi penangkal rasa malu ketika mengalami kegagalan.

Jika stigma tentang kegagalan itu hilang maka kegagalan itu sendiri akan kehilangan kekuatannya untuk melukai Anda.

Tujuh Prinsip Kegagalan

Setelah beberapa bulan menjalani dan merekam episode siniarnya, Day mulai menyadari ada pengulangan tema tertentu.

Sampai akhirnya, ia menyimpulkan kalau ada Tujuh Prinsip Kegagalan.

1. Kegagalan Itu Nyata

Day menganalogikan kegagalan seperti oksigen.

Layaknya oksigen, Anda tidak bisa menjalani hidup dengan berusaha menghindari oksigen.

Dibanding menghindarinya, Anda bisa menghadapi dan menerima kegagalan untuk kemudian belajar dari kegagalan tersebut.

2. Kamu Bukanlah Pikiran Terburukmu

Jika kita bisa terpisah dari pikiran yang ada, hal itu pasti berdampak sangat besar.

Setiap hari, kita dipenuhi dengan berbagai pemikiran yang ada di kepala.

Namun, jika ada pertanyaan apakah kita akan tetap hidup jika bisa melepaskan semua pikiran, jawabannya adalah iya.

Diri kita masih di sana terlepas dari segala pemikiran buruk tentang kita.

3. Hampir Setiap Orang Pernah Merasakan Kegagalan di Usia 20-an

Tamu-tamu yang diundang oleh Elizabeth Day ke siniar menceritakan hal yang serupa, yakni hampir sebagian besar dari mereka merasakan kegagalan di usia 20-an.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Pada awalnya, hal ini cukup mengejutkan karena Day membayangkan bahwa orang-orang akan memilih masa remaja sebagai masa penuh kegagalan.

Namun kenyataannya, kebanyakan orang baik-baik saja melewati masa remajanya.

Hal ini bisa terjadi karena ekspektasi yang diberikan pada kita di usia 20-an sudah berbeda.

4. Putus Cinta Bukanlah Sebuah Tragedi Kehidupan

Day menyebutkan kalau putus cinta adalah hal yang mengerikan.

Ia mengetahuinya karena telah memiliki banyak pengalaman mengenai hal itu.

Setiap perpisahan memiliki hal baik dan buruknya masing-masing.

Namun setelah berhasil melewati masa itu dan kembali melihat ke masa lalu, ia merasa bersyukur atas segala perpisahan yang pernah terjadi.

5. Kegagalan adalah Momen Mengumpulkan Data

Salah satu prinsip kegagalan yang diyakini Elizabeth Day adalah ia menghilangkan perasaan bahwa kegagalan telah mengubah diri menjadi lebih buruk.

Itu tidak benar.

Kegagalan memang mungkin dialami setiap orang, tetapi orang tersebut bisa meresponsnya dan mengubah pandangan buruk tersebut.

Jadi, kegagalan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang menenggelamkan, tetapi bisa menjadi pelajaran atau data penting yang akan membantu kita mengambil langkah selanjutnya.

6. Tidak Ada yang Namanya Versi Anda di Masa Depan

Dulu, Day adalah tipe orang yang mempersiapkan rencana hidup untuk lima tahun ke depan.

Namun ada satu masalah, tidak ada satu pun rencana yang berhasil.

Ia menyadari kalau standarnya terlalu tinggi sehingga membuatnya kecewa karena gagal mewujudkan rencananya.

Ekspektasi yang berlebihan inilah sumber rasa gagal itu.

Akhirnya, ia pun mengatur ulang ekspektasinya.

Alih-alih mengatur ekspektasi yang berlebihan, ia mulai menerapkan ekspektasi yang lebih realistis untuk masa kini sehingga tidak terus-menerus merasa gagal.

7. Terbuka dengan Kelemahan di Dalam Diri adalah Sumber Kekuatan yang Sesungguhnya

Elizabeth Day menyebutkan kalau hal yang ia pelajari tentang kegagalan adalah ketika berani terbuka mengakui kelemahan diri.

Kutipan dari David Baddiel juga menyebutkan kalau, “Kemampuan untuk menerima kegagalan merupakan simbol dari kekuatan diri.”

Semua sudut pandang baru tentang kegagalan dari Elizabeth Day ini bisa dibaca lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Failosophy.

Versi Indonesian Translation dari Failosophy juga telah diterbitkan oleh Penerbit Grasindo bulan Mei 2023.

Day tidak menyajikan pembacanya tentang kata-kata bijak yang klise, tetapi mengajak pembacanya untuk menerima kegagalan dengan hati terbuka.

Membaca buku Failosophy ini bisa membuat pembaca mendapat teman bercerita di kala menghadapi kegagalan.

Dapatkan bukunya di Gramedia.com.

Buku Failosophy Buku Failosophy

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau