Ketimpangan sosial merupakan kondisi di mana berlangsungnya kesenjangan, perbedaan, atau tidak meratanya sumber daya yang dimiliki.
Biasanya ketimpangan sosial bisa diakibatkan oleh perbedaan ekonomi, status sosial, budaya, dan politik.
Ilmu sosiologi memandang ketimpangan sosial sebagai masalah sosial yang terjadi di tengah masyarakat sehingga diperlukan tindak lanjut untuk mengatasinya.
Ketimpangan sosial terjadi akibat perbedaan dan ketidakseimbangan dalam ruang lingkup masyarakat.
Contoh dari ketimpangan sosial sendiri dapat dilihat dari fenomena perbedaan yang tampak antara si kaya dengan si miskin.
Ketidakseimbangan ekonomi menjadikan perbedaan penghasilan sehingga terdapat pembagian kelas atas, menengah, serta bawah.
Perbedaan kelas ini juga pada akhirnya akan berdampak secara nyata pada akses fasilitas serta pembangunan.
Meskipun saat ini kita telah hidup dengan perkembangan teknologi dan informasi yang memudahkan kehidupan, tapi kendala sosial yang masih sangat terasa adalah adanya ketimpangan sosial di tengah masyarakat.
Ketimpangan sosial dapat terjadi dalam beragam bentuk yang diakibatkan oleh adanya perubahan sosial di tengah era globalisasi seperti saat ini.
Apa saja ketimpangan sosial yang ada di Indonesia? Berikut beberapa contoh ketimpangan yang terjadi di Indonesia.
Ketimpangan pembangunan bisa terjadi karena perbedaan kemajuan pembangunan yang dikerjakan di masing-masing daerah.
Terdapat banyak faktor yang memicu ketimpangan pembangunan, seperti sumber daya alam yang dimiliki, letak geografis, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, hingga kondisi wilayah itu sendiri.
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan kegiatan pembangunan antar wilayah menjadi terganggu sehingga semakin memperbesar ketimpangan pembangunan.
Ketimpangan pembangunan yang terjadi ini dapat dilihat dari masih terdapat kelompok masyarakat desa terpencil yang belum memiliki aliran listrik dan pembangunan infrastruktur yang masih tidak memadai.
Indonesia merupakan negara hukum, di mana seluruh masyarakatnya berhak mendapatkan berbagai jenis kesempatan, mulai dari kesempatan untuk memperoleh kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Namun, pada kenyataannya, masih banyak kelompok masyarakat yang belum, bahkan sulit untuk bisa mengakses berbagai macam kesempatan tersebut.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Ketimpangan kesempatan biasanya akan dialami oleh masyarakat miskin, masyarakat yang berada di pedalaman, dan masyarakat yang masih belum tersentuh oleh pembangunan infrastruktur dalam bidang kesehatan serta pendidikan.
Pemilik modal adalah individu maupun kelompok yang mempunyainya sumber daya dalam melakukan kegiatan ekonomi dengan terstruktur.
Sementara buruh adalah seseorang yang bekerja dalam bidang usaha pemilik modal.
Ketimpangan sosial ini bisa terjadi apabila pemilik modal tidak memberikan upah yang sesuai pada buruh berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah serta memberikan beban kerja yang berlebihan kepada buruh.
Beban pekerjaan yang tidak setara dengan upah mengakibatkan para buruh tidak bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Hal ini berbanding terbalik dengan pemilik modal yang justru malah memperoleh keuntungan yang tinggi akibat melonjaknya permintaan pasar.
Hampir sebagian besar masyarakat urban mempunyai kendaraan pribadi seperti mobil dan motor.
Di lain pihak, terdapat pula masyarakat miskin yang tidak memiliki kendaraan pribadi karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat sulit.
Ketimpangan sosial ini terjadi karena faktor pertumbuhan ekonomi golongan masyarakat menengah ke atas, tingkat pendidikan yang rendah, terjadi krisis global, dan mental miskin yang dimiliki oleh masyarakat.
Perkembangan media sosial yang sangat pesat membuat budaya dari luar dapat masuk dengan cepat dan mudah.
Media sosial secara efektif mampu membuat budaya populer semakin dikenal dan disukai oleh masyarakat, khususnya di kalangan anak muda.
Masyarakat yang jauh lebih menggemari budaya populer dan melupakan budaya lokal memperlihatkan contoh ketimpangan budaya.
Maka dari itu, masyarakat perlu melestarikan kembali budaya lokal supaya keberadaannya tidak tergeser oleh budaya global.
Berbicara tentang ketimpangan sosial, buku Dari Malinau untuk Indonesia: Budaya Membangun Bangsa bisa dijadikan bahan bacaan yang sesuai karena membahas segala tantangan serta rintangan yang menjadikan Malinau lekat dengan stigma daerah terpencil, terbelakang, dan tertinggal.
Akan tetapi, masyarakat Malinau mempunyai kekuatan dan daya tahan dari budaya serta kearifan lokal yang masih tumbuh dengan sangat subur di tengah kehidupan masyarakatnya.
Buku ini memperlihatkan bagaimana Malinau bertransformasi dari ketertinggalannya menjadi daerah yang jauh lebih maju.
Bukunya dapat dipesan dan dibeli melalui Gramedia.com.