Tak Harus Nunggu View Jutaan buat Menerbitkan Novel

Lihat Foto
Sumber Foto: Dok. Elex Media Komputindo
Tips menerbitkan novel
Rujukan artikel ini:
City Lite: A Man Who…
Pengarang: Mel Bakara
|
Editor: Ratih Widiastuty

Perbincangan Ekslusif dengan Mel Bakara

Seseorang sudah menunggu di meja sudut cafe yang berlokasi di Jakarta Selatan tempat kami janjian.

Aku sengaja berangkat lebih awal karena tidak mau masalah lalu lintas jadi alasan keterlambatan.

Ketika kudapati sosoknya di sana sambil sesekali menengok ponsel, kukira hanya aku orang paling on time sedunia mengingat pertemuan ini bisa dia lakukan setelah tugasnya mengurus dua bocah selesai.

“Mel Bakara?

Perempuan dengan kacamata frame hitam itu lantas menoleh.

Dia berdiri dan menyalamiku dengan akrab—kudapati kesan itu lewat barisan giginya saat tersenyum lebar.

Dia kuhubungi setelah aku membaca novelnya yang terbit di Elex Media awal tahun lalu.

Di belakang covernya terdapat embel-embel pemenang sebuah penghargaan.

Setelah isinya kulahap habis dalam hitungan jam, aku merasa harus bertemu dan mengajaknya berbincang.

Dan di sinilah kami berada sekarang.

Setelah pesanan kopiku dicatat pelayan beserta basa-basi singkat yang kumulai dengan kadar cukup payah, Mel mau membuka diri dengan kesan—seperti yang kubilang tadi—seolah kami sudah saling mengenal.

“Pertengahan 2017,” mulainya begitu kutanya awal perjalanannya menulis, “aku berhenti bekerja dan mulai kembali membaca untuk mengisi waktu luang.

Fiksi yang kubaca, tentu aja.

Ini hobi lama.

Selain buku-buku cetak, aku juga membaca di Wattpad.

”Embel-embel itulah yang membuatku tertarik. A Man Who Loves You merupakan pemenang Watty’s Award tahun 2019. “Lalu aku mulai bosan membaca,” lanjutnya.

“Rasanya aku jadi seperti gelas yang kepenuhan. Aku butuh sesuatu yang lain untuk dilakukan supaya bisa jadi ibu rumah tangga dengan skill lain selain marah-marah. Ini dan itu kulakukan, gagal semua. Mau marah, masa marah sama diri sendiri?”

Aku mulai membayangkan versi marah dirinya, melihat yang barusan saja dia terlihat seperti sedang mengomeliku dari gaya bicaranya yang nyerocos.

“Suatu hari aku melakukan apa yang nggak pernah kupikir akan kulakukan.”

Penjelasannya terjeda pramusaji yang mengantarkan pesananku.

Setelah berterima kasih, aku mencoba menghidu aromanya selagi panas bersama sebersit pertanyaan dalam benak.

“Apa yang belum pernah dilakukan seorang ibu rumah tangga?”

“Aku duduk di depan laptop dan menulis.”

Kurasa dia sedang menciptakan ironi, mengingat itu sangat gampang ditebak dan dilakukan.

“Karena menulis nggak berbiaya, jadi aku akan menulis sampai bosan. Ternyata, sampai sekarang si bosan belum datang-datang dan aku juga belum menemukan hal lain yang bisa kulakukan.”

Yang kutahu, menulis bukan pekerjaan mudah meski menjadi hal dasar kedua yang kita pelajari setelah membaca.

Jadi, aku menyangsikan A Man Who Loves You sebagai buku pertama yang ditulis Mel.

Pasti ada buku lain sebelum ini.

Tips Menerbitkan Novel ala Mel Bakara

“Seberapa yakin kau merasa bahwa kau punya cukup bakat menulis?” tanyaku, mengikuti gaya bicaranya dengan penggunaan aku-kau.

“Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk nulis, sayang rasanya kalau hanya kujadikan arca di harddisk,” tak kusangka balasannya masih sesantai Mel yang baru saja kukenal ini.

Dia masih memamerkan senyumnya, meski aku tidak cukup punya keyakinan bahwa itu senyum sebenarnya.

Tapi kemudian fokusku tertuju pada penjelasan Mel berikutnya.

Ketika Mel merasa berhasil menulis sesuatu yang layak dibaca, yang dia butuhkan kemudian adalah feedback berupa kritik dan saran dari orang lain yang suka membaca.

Feedback ini menjadi penting sekaligus nggak penting buatnya.

“Hanya dari feedback aku bisa tahu yang kutulis itu beneran layak dibaca atau enggak. Karena orang-orang di lingkaranku bukan pembaca, Wattpad telah menjawab kebutuhan ini. Kupikir, kalau kutaruh di sana, sooner or later, akan ada yang membaca dan aku bisa memanen feedback.

Bagian tak pentingnya, kalaupun tidak ada yang membaca atau tidak memberikan feedback, misalnya hanya vote, dia pikir bahwa itu tidak masalah.

“Aku masih akan terus menulis sebelum bosan,”lanjutnya.

Lagi dan lagi, kata itu keluar dari mulut Mel seolah itu mantra paling mustajab untuk membungkamku.

Namun, bukan itu yang membuatku terdiam cukup lama.

Ada sedikit rasa takjub yang muncul di benakku saat mendengar tekadnya menulis.

“Aku yakin, semua itu nggak datang sendirinya. Yang kumaksud ini bukumu,” aku memberinya penegasan karena dia sedikit terdiam atas kalimat pertamaku.

“Kalau masih bingung, maksudku, apa yang jadi inspirasimu saat nulis A Man Who Loves You?

“Aku terinsipirasi Benny & Mice.”

“Yang mana?” Entah ketidaktahuanku terhadap komik atau rentang bacaan kami yang berbeda mengingat usiaku cukup jauh dengannya yang memuat aku melayangkan pertanyaan itu.

“Komik strip. Di situ, you know, hal sehari-hari dipelintir sehingga jadi satire yang lucu sekaligus mencubit. Aku suka yang seperti itu dan ingiiin sekali bisa membuat yang seperti itu. Berhubung aku juga termasuk pasukan romance garda depan, aku coba membuat gabungan keduanya.”

Selain itu, Mel juga mengaku bahwa selama menulis novel pertamanya, dia membaca ulang beberapa karya yang dia suka dari Rainbow Rowell, John Green, Ayu Utami, Ika Natassa, dan Kincirmainan.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Tiba-tiba aku teringat beberapa adegan yang dibikin Mel saat angin sore menerpa wajah.

“Tokoh-tokoh dalam novelmu terasa begitu nyata saat kubaca, bahkan di mataku yang lahir dan besar di pulau Jawa.”

Tokoh Ella, Ardo, Mikhael, serta tokoh pendukung lainnya serasa nyata seakan-akan dia hidup di masa lalu Mel.

Dan untuk mengabadikan kenangan, Mel menuliskannya.

“Perlu kau tahu, semua unsur dalam novel debutku hanyalah fiktif. Hanya dikarang-karang, dipelintir sanasini, demi terjadi sesuai yang aku mau,” jawabnya mantap.

“Teori menulis model gimana yangkaupelajari lalu kaupakai di A Man Who Loves You?”

“Aku cuma mempraktikkan rules yang kupelajari dari banyak sumber. Rules yang kumaksud adalah berbagai teknik menulis.”

Aku membuka ponsel, kembali menengok aplikasi Wattpad dan mencari halaman untuk bukunya yang menyisakan beberapa bab.

Sempat kulihat setelah selesai kubaca bukunya itu, kemudian aku tercengang mengingat viewers-nya jauh dari angka yang biasanya jadi paten banyak penerbit buat menerbitkan sebuah buku dengan target: buku laris manis bak kacang goreng.

“Ngomong-ngomong, pembacamu,” kataku hati-hati, tidak mau dia tiba-tiba melarikan diri gara-gara tersinggung ucapanku, “nggak terlalu banyak. Nggak sampai dibaca jutaan kali.”

Mel terdiam.

Keadaan itu membuatku mengingat-ingat kembali, apa ada yang salah dengan pertanyaanku. Beberapa saat berlalu dan dia masih terdiam.

“Ada yang salah dengan ucapanku?”

Mel menggeleng. “No, aku sedang nyoba mengingat.”

Baiklah.

Ternyata Mel cukup bisa memaknai kalimatku sebagai sesuatu yang wajar.

“Sejujurnya, aku nggak ada niatan untuk ngirim ke penerbit atau menerbitkan sendiri. Terlalu blank untuk itu. Sampai suatu hari ada teman pembaca di Wattpad yang shared link tulisanku itu ke salah satu editor Elex Media dan aku nggak tahu sama sekali. Saat dikontak sang editor, kupikir ini cara satu-satunya supaya aku bisa mendapatkan feedback dari yang profesional di kepenulisan, jadi ini adalah kesempatan yang nggak bisa dilewatkan.”

Kulihat nama editornya tercantum di halaman awal buku.

Nama Dion Rahman kurasa tidak terlalu terkenal, mengingat sepak terjang Hetih Rusli sudah lebih dulu berada di belakang terbitnya novel-novel bagus di Indonesia.

Tetapi aku membaca novel-novel yang ditangani oleh editor Mel ini.

Beberapa masuk koleksi rak bukuku.

“Kira-kira, apa yang dia lihat kalau bukan viewers?”

Tawa Mel meruak, seakan kalimatku barusan serupa punchline ala Raditya Dika yang mengocok perut.

“Aku pernah tanya editorku, jangan-jangan dia sedang lupa atau khilaf, apakah yakin mau menerbitkan AMWLY sedangkan akun Wattpad-ku belum banyak followers, pun tulisanku itu belum banyak views?”

“Jawaban bijak apa yang kaudapat?”

Mel kembali mematung.

Ekspresinya itu sama seperti saat dia berpikir tadi.

Tidak lama kemudian dia mengedik.

“Setelah kutanyakan itu, dia tetap membantu menerbitkannya.”

Congratulation,” kurasa, yang barusan adalah kalimat terbaikku pada pertemuan ini.

“Kalau begitu, apa penulis Wattpad lain yang viewers-nya nggak begitu banyak, punya kesempatan sama buat diterbitkan?”

“Novel debutku pada akhirnya terbit. Jadi kurasa semua penulis Wattpad yang tulisannya selesai, akan punya kesempatan yang sama.”

Selain itu, Mel menganggap bahwa platform penulisan berbasis online memungkinkan setiap orang bisa berlatih menulis dan menyajikannya untuk audiens yang tepat; penyuka baca.

“Seperti aku, aku nggak mungkin meminta feedback dari orang terdekatku karena dia nggak suka membaca apa pun selain subtitle film. Ini pun terpaksa.”

Kurasa Mel kocak juga.

Pantas saja dia bisa menulis A Man Who Loves You dengan kadar satire yang lumayan bikin cengar-cengir.

“Apa yang pengin kausampaikan lewat debutmu itu?

“Hmm.” Mel tampak sedang berpikir.

“Aku cuma ingin mengajak pembaca tertawa. Minimal, tersenyum.”

“To be honest, aku juga sedang mencoba menulis novel.

Punya tip bagi pemula sepertiku? Aku membayangkan sebuah novel tragedi seperti The Great Gatsby.”

Setelah memasukkan ponsel ke dalam tas, Mel membalas, “Seperti kata Picasso, learn the rules like a pro, so you can break them like an artist.”

Jijka Grameds tertarik untuk menjadi penulis novel, bisa dipraktikkan tips dari Mel Bakara.

Novel karayanya yang berjudul A Man Who Loves You bisa kalian dapatkan di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kalian dapatkan tanpa minimal pembelian. Klik di sini untuk segera dapatkan vouchernya.

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi