Di dunia yang semakin cepat dan bising, banyak dari kita merasa lelah tanpa tahu apa sebab pastinya.
Kita bekerja keras, mengumpulkan pencapaian, dan meraih pujian, tetapi tetap merasa kosong, mudah marah, atau sedih tanpa alasan yang jelas.
Banyak dari rasa tak nyaman itu ternyata berasal dari bagian terdalam dalam diri kita—dari sosok kecil di masa lalu yang belum benar-benar kita temui: anak di dalam diri, atau inner child.
Inilah tema utama yang disentuh dengan penuh kelembutan dan refleksi dalam buku Happiness Inner Child Within karya Intan Maria Lie dan Adi Prayuda.
Isi Buku Happiness Inner Child Within
Buku ini bukan sekadar buku pengembangan diri biasa, bukan pula hadir untuk memberikan nasihat klise atau menyuruh pembaca “berpikir positif” seperti banyak buku motivasi lainnya.
Sebaliknya, buku ini seperti seorang sahabat yang duduk di samping kita, mengajak bicara perlahan, dan menuntun tangan kita untuk melihat luka yang selama ini kita hindari.
Dengan bahasa yang halus sekaligus mendalam, Intan dan Adi mengajak pembaca untuk masuk ke dalam ruang batin yang paling sunyi—tempat diri kita yang paling polos dan rapuh dulu pernah terluka, ditinggalkan, atau merasa tidak cukup.
Hal yang membuat buku ini menonjol adalah kemampuannya menyentuh sisi emosional dan spiritual sekaligus.
Penulis tidak hanya berbicara tentang teori trauma atau luka masa kecil, tetapi juga menawarkan jalan konkret untuk menyembuhkannya.
Salah satu pendekatan yang ditawarkan adalah praktik art therapy dan writing therapy.
Melalui pendekatan ini, pembaca diajak untuk menggambar, menulis, atau membuat jurnal sebagai bentuk ekspresi batin.
Aktivitas ini membantu mengurai benang kusut emosi yang selama ini tak terungkap dalam kata-kata.
Ini adalah pendekatan yang jarang ditemukan dalam buku-buku self-help lainnya karena kebanyakan hanya menyajikan logika tanpa melibatkan dimensi kreatif atau ekspresif.
Apa yang membuat buku ini sangat relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini adalah ada banyak orang dewasa yang sesungguhnya masih membawa luka masa kecil ke dalam hubungan, pekerjaan, bahkan pengambilan keputusan mereka.
Tak jarang kita menjumpai orang yang mudah marah ketika dikritik, atau sangat takut ditinggalkan, padahal ia sudah mapan secara sosial dan ekonomi.
Reaksi-reaksi itu, jika ditelusuri lebih jauh, sering kali adalah gema dari pengalaman masa kecil yang tidak pernah disembuhkan.
Buku ini menunjukkan bagaimana luka masa lalu dapat menyabotase kebahagiaan kita hari ini—dan menawarkan cara untuk mengobatinya dengan penuh welas asih.
Salah satu bagian yang sangat menyentuh dari buku ini adalah saat penulis menggambarkan pentingnya menjadi “orangtua baru” bagi diri kita sendiri.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Konsep ini dikenal sebagai reparenting, yakni kemampuan untuk mengasuh dan memenuhi kebutuhan batin kita yang dulu tidak terpenuhi.
Melalui kesadaran dan praktik sederhana, kita belajar mengatakan pada diri sendiri: “Kamu cukup, kamu layak dicintai, dan kamu tidak sendirian.”
Kata-kata sederhana ini, yang mungkin dulu tak pernah kita dengar saat kecil, menjadi kekuatan penyembuh yang luar biasa ketika kita ucapkan sekarang.
Buku ini juga menekankan pentingnya hubungan dengan Yang Ilahi atau energi semesta sebagai bagian dari proses penyembuhan.
Namun yang menarik, pembahasan spiritualitas dalam buku ini tidak dogmatis atau menghakimi.
Bahasannya justru inklusif, mengajak pembaca dari berbagai latar belakang untuk menemukan kembali rasa keterhubungan dengan sumber kehidupan yang lebih besar.
Dalam dunia yang serba logis dan terukur, kehadiran aspek spiritual dalam buku ini menjadi pelengkap penting yang mengajak kita menyadari bahwa kebahagiaan tidak hanya urusan pikiran, tapi juga jiwa.
Hal Menarik dari Buku Happiness Inner Child Within
Daya tarik lain dari buku Happiness Inner Child Within terletak pada narasi yang reflektif, penuh empati, dan tidak menggurui.
Penulis seolah memahami betul bahwa setiap orang membawa luka yang unik.
Mereka tidak menawarkan satu solusi instan, tetapi menyediakan ruang bagi pembaca untuk menemukan makna dan jawaban mereka sendiri.
Inilah yang membuat buku ini terasa sangat personal, seperti berbicara langsung kepada hati pembacanya.
Di tengah meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental dan pentingnya pemulihan batin di masyarakat kita saat ini, buku ini datang pada waktu yang tepat.
Ketika orang-orang mulai lelah dengan tuntutan luar dan ingin kembali ke diri yang sejati, buku ini hadir sebagai kompas yang menunjukkan arah: bahwa untuk benar-benar bahagia, kita perlu kembali memeluk bagian diri kita yang dulu terluka.
Bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dicari jauh-jauh, tapi sesuatu yang bisa dibangkitkan—ketika kita menyadari, menerima, dan menyayangi diri sendiri sepenuhnya.
Secara keseluruhan, Happiness Inner Child Within adalah buku yang bukan hanya layak dibaca, tetapi juga layak dirasakan.
Buku ini berhasil menyentuh, bukan hanya pikiran, tetapi juga hati dan jiwa.
Di antara banyaknya buku pengembangan diri yang menawarkan janji kebahagiaan, buku ini berbeda karena ia tidak menuntut kita menjadi “lebih” atau “hebat”.
Buku ini mengajak kita menjadi utuh—dengan cara paling manusiawi: mengenali luka, memberi ruang, dan mencintai diri sendiri dengan penuh kesadaran.
Buku Happiness Inner Child Within kini sudah tersedia di Gramedia.com, Gramedia Digital untuk versi E-book, serta seluruh toko Gramedia.