10 Puisi Karya Chairil Anwar yang Melegenda dan Bermakna

Lihat Foto
Sumber Gambar: fib.unej.ac.id
Puisi Karya Chairil Anwar
Rujukan artikel ini:
Aku Ini Binatang Jalang
Pengarang: Chairil Anwar
|
Editor: Puteri

Siapa yang tidak mengenal nama seorang Chairil Anwar sebagai salah satu penyair melegenda Indonesia yang karya-karyanya mampu menginspirasi banyak orang.

Beliau bahkan telah menciptakan 96 karya dan 70 di antaranya adalah puisi yang dalam setiap karyanya selalu mempunyai makna yang mendalam.

Salah satu karya Chairil Anwar yang paling fenomenal ialah puisi berjudul “Aku” yang dalam salah satu baitnya terdapat kalimat “Aku ini binatang jalang”.

Bahkan, akibat karyanya tersebut Chairil Anwar sampai memperoleh julukan “Si Binatang Jalang” dari sahabat-sahabatnya.

Puisi-puisi yang ditulis oleh Chairil Anwar sendiri mempunyai beragam tema, mulai dari individualisme, kematian, hingga eksistensialisme.

Masing-masing puisi yang ditulis juga selalu disusun menggunakan kata-kata yang puitis dan mempunyai makna yang mendalam untuk diresapi serta direnungkan.

Lalu, apa saja puisi Chairil Anwar yang paling melegenda dan bermakna? Berikut 10 puisi Chairil Anwar yang bisa kamu baca.

10 Puisi Chairil Anwar

1. Aku

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

2. Dendam

Berdiri tersentak

Dari mimpi aku bengis dielak

Aku tegak

Bulan bersinar sedikit tak nampak

Tangan meraba ke bawah bantalku

Keris berkarat kugenggam di hulu

Bulan bersinar sedikit tak nampak

Aku mencari

Mendadak mati kuhendak berbekas di jari

Aku mencari

Diri tercerai dari hati

Bulan bersinar sedikit tak tampak

3. Diponegoro

Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

Terjang.

4. Bercerai

Kita musti bercerai

Sebelum kicau murai berderai.

Terlalu kita minta pada malam ini.

Benar belum puas serah-menyerah

Darah masih berbusah-busah

Terlalu kita minta pada malam ini.

Kita musti bercerai

Biar surya ‘kan menembus oleh malam di perisai

Dua benua bakal bentur-membentur

Merah kesumba jadi putih kapur

Bagaimana?

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Kalau IDA, mau turut mengabur

Tidak samudra caya tempatmu menghambur.

5. Merdeka

Aku mau bebas dari segala

Merdeka

Juga dari Ida

Pernah

Aku percaya pada sumpah dan cinta

Menjadi sumsum dan darah

Seharian kukunyah-kumamah

Sedang meradang

Segala kurenggut

Ikut bayang

Tapi kini

Hidupku terlalu tenang

Selama tidak antara badai

Kalah menang

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai

Mengapa kalau beranjak dari sini

Kucoba dalam mati.

6. Dalam Kereta

Dalam kereta.

Hujan menebal jendela

Semarang, Solo..., makin dekat saja

Menangkup senja.

Menguak purnama.

Caya menyayat mulut dan mata.

Menjengking kereta. Menjengking jiwa,

Sayatan terus ke dada.

7. Malam

Mulai kelam

belum buntu malam,

kami masih saja berjaga

---Thermopylae?---

---jagal tidak dikenal?---

tapi nanti

sebelum siang membentang

kami sudah tenggelam

hilang....

8. Kepada Pelukis Affandi

Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi

berani memasuki rumah sendiri, terdiri

di ambang penuh kupak,

adalah karena kesementaraan segala

yang mencap tiap benda, lagi pula terasa

mati kan datang merusak.

Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti,

kecemasan derita, kecemasan mimpi;

berilah aku tempat di menara tinggi,

di mana kau sendiri meninggi

atas keramaian dunia dan cedera,

lagak lahir dan kelancungan cipta,

kau memaling dan memuja

dan gelap-tertutup jadi terbuka!

9. Malam di Pegunungan

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,

Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?

Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:

Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

10. Di Mesjid

Kuseru saja Dia

Sehingga datang juga

Kami pun bermuka-muka.

Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.

Segala daya memadamkannya

Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang

Gelanggang kami berperang

Binasa-membinasa

Satu menista lain gila.

Jika kamu ingin membaca karya Chairil Anwar lainnya, maka Aku Ini Binatang Jalang bisa menjadi koleksi buku sastra yang tepat.

Langsung saja pesan dan beli bukunya di Gramedia.com.

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi