Buku Life Is Beautiful Di tengah kehidupan modern yang serbacepat, penuh tekanan, dan integrasi digital, kita kerap kehilangan makna.
Hubungan emosional dan pemaknaan pada hal-hal kecil perlahan memudar.
Akibatnya, kita tidak mampu merasakan hidup yang utuh.
Dalam kondisi ini, Life Is Beautiful: Sebuah Jendela untuk Melihat Dunia karya Arvan Pradiansyah terasa seperti angin segar yang lembut nan kuat, menawarkan perspektif baru tentang bagaimana kita bisa kembali mencintai hidup yang kita jalani, tanpa harus menunggu segalanya sempurna.
Buku ini bukan sekadar kumpulan motivasi, melainkan serangkaian perenungan yang menyentuh, membumi, dan mampu membuka kesadaran pembaca akan betapa hidup sebenarnya sudah begitu indah, bahkan dalam ketidaksempurnaannya.
Arvan menyusun buku ini dalam bentuk 36 artikel pendek yang berdiri sendiri, tetapi memiliki benang merah yang jelas: keindahan hidup sesungguhnya terletak pada cara kita memandangnya.
Ia tidak menuntut pembaca untuk mengikuti formula tertentu, tidak menyajikan langkah-langkah cepat untuk menjadi sukses, dan tidak menghakimi kekurangan atau kegagalan.
Sebaliknya, ia hadir seperti seorang sahabat yang jujur, duduk bersama pembaca, berbagi cerita sederhana dari keseharian, pengalaman pribadi, hingga kisah-kisah universal yang mengandung makna mendalam.
Dengan gaya bahasa yang ringan tetapi reflektif, ia mengajak kita untuk memeriksa kembali cara kita menjalani hidup.
Apakah kita benar-benar hadir, atau hanya berjalan dalam mode otomatis tanpa rasa?
Apa yang menjadikan buku ini begitu menarik adalah kemampuannya menjadikan hal-hal biasa terasa luar biasa.
Dalam salah satu kisahnya, Arvan menceritakan tentang dua pasien rumah sakit yang menempati kamar yang sama, melihat dunia dari jendela yang sama, tetapi memiliki persepsi yang berbeda.
Kisah ini menjadi metafora kuat tentang bagaimana persepsi kita membentuk realitas.
Kita bisa saja menjalani hari yang sama dengan orang lain, tetapi cara kita memaknainya akan menentukan apakah kita melihatnya sebagai beban atau berkah.
Inilah esensi yang ditawarkan buku ini: keindahan bukanlah sesuatu yang kita temukan di luar, melainkan sesuatu yang kita ciptakan dari dalam.
Buku ini juga berbeda dari kebanyakan buku motivasi populer yang kerap menjanjikan kesuksesan sebagai tujuan utama.
Life Is Beautiful tidak memandang hidup sebagai sebuah perlombaan yang harus dimenangkan, tetapi sebagai perjalanan yang harus disyukuri.
Ia tidak mendorong pembaca untuk menjadi versi yang “lebih hebat”, melainkan mengajak untuk menjadi versi yang lebih sadar, lebih lembut, dan lebih damai.
Arvan menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu hadir dalam pencapaian besar, tapi sering kali tersembunyi dalam momen-momen sederhana: secangkir kopi pagi, tawa anak-anak, atau bahkan kesendirian yang hening namun menenangkan.
Salah satu kekuatan buku ini adalah relevansinya dengan tantangan zaman sekarang.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Di era digital yang serba instan dan visual, kita kerap dihadapkan pada tuntutan untuk terlihat bahagia, sukses, dan produktif setiap saat.
Media sosial membentuk narasi bahwa hidup harus selalu penuh warna dan pencapaian.
Dalam konteks ini, buku Life Is Beautiful mengajak kita untuk kembali ke dalam diri, merefleksikan apa yang sebenarnya kita cari dari semua kesibukan dan kebisingan.
Ia menyadarkan bahwa ketenangan dan kebahagiaan bukan sesuatu yang harus dikejar mati-matian, tapi justru muncul ketika kita berhenti berlari dan mulai menerima hidup sebagaimana adanya.
Selain itu, buku ini juga memuat refleksi tentang spiritualitas yang sangat kontekstual dengan zaman.
Arvan berbicara tentang spiritualitas bukan dalam bingkai religius yang sempit, tapi sebagai kesadaran yang lebih dalam akan keberadaan kita.
Ia menyentuh sisi-sisi batin yang sering kali terabaikan dalam hiruk-pikuk kehidupan modern: rasa syukur, empati, keheningan, dan kasih yang tak bersyarat.
Pembaca diajak untuk merawat dunia batin mereka, bukan sebagai pelarian, tapi sebagai fondasi yang kuat untuk menjalani hidup dengan lebih utuh.
Dalam dunia yang penuh kebisingan dan ketergesaan, pesan ini terasa begitu penting.
Yang juga membedakan buku ini adalah fleksibilitas cara membacanya.
Karena tiap artikel berdiri sendiri, pembaca bisa membuka halaman mana pun dan menemukan renungan yang bermakna, tanpa harus mengikuti alur tertentu.
Ini membuat Life Is Beautiful bisa menjadi teman baca harian—pendamping merenung sebelum tidur, penyemangat pagi, atau bahkan pengingat saat hati mulai terasa hampa.
Dalam satu-dua halaman saja, Arvan sering berhasil menyampaikan pesan yang mampu menggugah, menenangkan, bahkan mengubah sudut pandang seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi.
Membaca Life Is Beautiful seperti menyalakan kembali cahaya yang sempat padam dalam hati.
Ia tidak menawarkan dunia yang tanpa luka, tidak menjanjikan hidup yang bebas masalah, tetapi mengajarkan kita bahwa luka pun bisa mengandung makna, dan bahwa di balik setiap penderitaan, ada kemungkinan untuk pertumbuhan.
Buku ini adalah pengingat bahwa kita tidak harus menunggu semuanya baik-baik saja untuk bisa bersyukur, tersenyum, dan merasa cukup.
Hidup ini memang tidak selalu mudah, tapi ia selalu bisa menjadi indah—jika kita tahu bagaimana cara memandangnya.
Dengan bahasa yang lembut namun kuat, sederhana tapi mendalam, Life Is Beautiful bukan hanya layak dibaca, tetapi juga layak disimpan dan dibuka kembali saat jiwa butuh arah.
Buku yang tidak hanya mengajak berpikir, tapi juga mengajak merasa.
Dalam zaman ketika banyak orang mulai kehilangan keterhubungan dengan dirinya sendiri, buku ini hadir sebagai pelita kecil yang menuntun kita pulang—pulang ke dalam diri, ke dalam hidup, dan ke dalam keindahan yang selama ini mungkin telah kita lupakan.
Buku ini bisa kamu dapatkan di Gramedia.com atau Gramedia Digital untuk versi digitalnya!