Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Melulu Menguntungkan, Berikut Risiko Kerja di Jepang

Kompas.com - 04/01/2024, 18:00 WIB
Resiko Kerja di Jepang  Sumber Gambar: Freepik.com Resiko Kerja di Jepang 
Rujukan artikel ini:
Rumus Kebenaran Musim Panas: A…
Pengarang: Keigo Higashino
|
Editor Ratih Widiastuty

Bagi sebagian besar anak muda di Indonesia, mungkin memimpikan untuk bekerja di Jepang mengingat upahnya yang besar dan kenikmatan hidup di Negeri Sakura tersebut.

Salah satu cara untuk merealisasikan hal tersebut adalah dengan menjadi kenshusei atau pekerja magang di Jepang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jepang membuat negara Matahari Terbit ini menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Maka tidak mengherankan apabila peluang kerja di Jepang dapat memberikan jaminan dan menjanjikan untuk memperoleh kesuksesan.

Bayangkan saja, gaji yang bisa didapatkan jika bekerja di Jepang berkisar antara Rp 15.000.000 sampai Rp 30.000.000 per bulan.

Tidak hanya itu, dengan bekerja di Jepang juga bisa memperoleh kesempatan untuk merasakan empat musim yang berbeda dengan suasana yang tentunya menyenangkan.

Negara Jepang bisa dibilang menjadi solusi yang tepat bagi anak muda yang ingin mulai bekerja dan mencari pengalaman sebagai awalan memasuki dunia kerja.

Apalagi kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang sendiri sudah terjalin lama sehingga akan memudahkan masyarakat Indonesia untuk mencari pekerjaan di sana.

Namun, di balik keuntungan yang terlihat, ternyata bekerja di Jepang memiliki beberapa risiko yang tentunya patut dipertimbangkan.

Apa saja risiko bekerja di Jepang? Simak penjelasannya berikut ini.

Risiko Kerja di Jepang

1. Memakan Biaya yang Tidak Sedikit

Sudah menjadi rahasia umum jika biaya hidup di Jepang, khususnya kota-kota besar seperti Tokyo atau Osaka, memerlukan biaya yang tinggi.

Mulai dari biaya makan, transportasi, akomodasi, dan kebutuhan sehari-hari lainnya dapat memunculkan beban finansial yang tidak sedikit.

Tidak hanya biaya hidupnya saja yang tinggi, proses untuk bisa mendapatkan pekerjaan di Jepang juga tentunya akan banyak mengeluarkan uang.

Proses yang panjang dengan pelatihan yang dijalani akan merogoh kocek yang tidak sedikit.

2. Sulitnya Mempelajari Bahasa Jepang

Meskipun sudah banyak perusahaan di Jepang yang menggunakan bahasa Inggris, tapi rata-rata masyarakat Jepang tidak memahami bahasa internasional tersebut.

Rasanya akan sangat menyulitkan apabila kita tidak bisa memahami bahasa Jepang karena akan menghambat berbagai urusan di sana.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Contohnya saja untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari tentunya akan membutuhkan kemampuan berbahasa Jepang agar meminimalisir kesalahan.

Meskipun tidak mudah, mempelajari bahasa Jepang mutlak diperlukan jika memang ingin bekerja di Negeri Sakura tersebut.

3. Lingkungan Kerja dan Budaya yang Berbeda

Lingkungan kerja di Jepang sudah tentu akan sangat berbeda karena masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, ketepatan waktu, dan kerja sama tim.

Dibutuhkan adaptasi yang cepat jika ingin segera berintegrasi dengan baik dengan lingkungan kerja yang baru.

Apalagi jam kerja yang panjang dan waktu lembur bukan hal yang aneh lagi di Jepang sehingga para pekerjanya dituntut untuk berdedikasi dan berkomitmen terhadap perusahaan.

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri saat memutuskan untuk bekerja di Jepang.

Jepang memang negara yang tidak hanya menawarkan lapangan pekerjaan yang menggiurkan, dunia sastra mereka pun tak kalah menarik untuk ditilik.

Salah satu penulis kenamaan Jepang ialah Keigo Higashino yang karya-karyanya disukai hampir di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

Kabar baiknya, novel terbaru dari Keigo Higashino baru saja terbit di Indonesia, yaitu A Midsummer's Equation.

Harigaura yang dalam kunjungannya menghadiri diskusi rencana proyek penggalian sumber daya bawah laut, Profesor Yukawa Manabu menyimak panasnya perdebatan di antara warga lokal.

Di satu sisi sebagian pihak mendukung rencana itu demi menghidupkan kembali perekonomian.

Namun, di sisi lain, beberapa pihak menolak sebab ingin menjaga kelestarian alam.

Keesokan harinya, salah satu tamu penginapan yang ditempati Yukawa ditemukan tewas di pantai berbatu.

Sang korban adalah mantan polisi Tokyo yang tewas keracunan karbon monoksida sehingga timbul kecurigaan jika dia dibunuh.

Apa yang dilakukan mantan polisi tersebut? Benarkah dirinya telah dibunuh?

Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Segera pesan sekarang dan dapatkan bukunya di Gramedia.com.

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau