Rawa Pening adalah danau alami yang terletak di provinsi Jawa Tengah.
Rawa Pening mempunyai luas sekitar 2.670 hektar, tapi sayangnya, hampir setengah dari luas danau ini didominasi oleh tumbuhan eceng gondok.
Selain dijadikan destinasi wisata, Rawa Pening juga dimanfaatkan sebagai tempat memancing oleh warga sekitar.
Maka tidak mengherankan apabila banyak perahu nelayan yang menghiasi Rawa Pening sehingga semakin menambah keindahannya.
Danau Rawa Pening sendiri berlokasi di sebuah cekungan yang ada di antara Gunung Merbabu, Gunung Ungaran, dan Gunung Telomoyo.
Menariknya lagi, hamparan pemandangan yang ditawarkan sepanjang perjalanan ketika menuju Rawa Pening akan memanjakan mata semua orang.
Bentangan persawahan yang luas dengan dihiasi latar Gunung Merbabu dan Gunung Ungaran akan membuat siapa saja takjub dibuatnya.
Salah satu alasan lainnya mengapa Danau Rawa Pening harus masuk ke dalam daftar tempat wisata yang mesti dikunjungi adalah karena harganya yang terjangkau.
Meskipun ramah di kantong pemandangan alam yang tersaji di Rawa Pening akan sangat memuaskan.
Namun, di balik keindahannya ini, bagaimanakah asal-usul terbentuknya Danau Rawa Pening itu sendiri? Cari tahu jawabannya di bawah ini.
Cerita legenda Rawa Pening mengisahkan Baru Klinting yang adalah seekor naga, anak dari Endang Sawitri, putri kepala desa Ngasem.
Akan tetapi, karena sebuah kutukan, Endang Sawitri mesti mengandung serta melahirkan seorang anak berwujud naga, yakni Baru Klinting.
Dikisahkan, Baru Klinting berangkat ke Gunung Telomoyo untuk bertapa dengan tujuan agar kutukannya hilang supaya wujud naga pada dirinya bisa berganti menjadi seorang anak manusia pada umumnya.
Sesampainya di sana Baru Klinting melilitkan tubuh naganya hingga mencapai puncak Gunung Telomoyo sebagai cara bertapa.
Akan tetapi, nahasnya, datang sekelompok warga Desa Pathok yang sedang berburu dan tidak melihat keseluruhan wujud Baru Klinting ketika itu.
Para warga tersebut cuma melihat ekor Baru Klinting yang justru malah mereka potong-potong daging ekor tersebut untuk dibawa pulang ke desa.
Meskipun demikian, Baru Klinting tetap berhasil bertapa dan berubah wujud menjadi seorang anak manusia, tapi tubuhnya justru dipenuhi dengan kudis yang mengeluarkan bau amis.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Baru Klinting selanjutnya mendatangi warga desa dengan niat untuk meminta makan, namun kedatangannya malah ditolak oleh warga.
Satu-satunya orang yang mau menerima dan memberi Baru Klinting makan serta minum hanya seorang nenek bernama Nyai Latung.
Baru Klinting pun merasa sakit hati terhadap sikap warga desa.
Dia kembali ke kerumunan para warga desa sambil menancapkan sebatang lidi ke dalam tanah, selanjutnya berteriak, “Siapa di antara kalian yang sombong ini yang dapat mencabut lidi ini?” Seluruh warga desa meremehkan Baron, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang mampu mencabut lidi tersebut.
Sampai akhirnya, Baru Klinting berujar, “Kesombonganmu tidak sebanding dengan kekuatanmu”, selanjutnya dia mencabut lidi tersebut dan air yang deras langsung menyembur keluar.
Air langsung menenggelamkan seluruh desa dan tidak ada yang selamat dari kejadian itu, kecuali Nyai Latung.
Nyai Latung yang berada di atas lesung hanya bisa memandangi bagaimana desanya tenggelam dalam air jernih.
Maka dari itu, Nyai Latung menyebut tempat itu dengan nama Rawa Pening karena kejernihan airnya.
Nilai moral yang bisa dipetik dari cerita rakyat Rawa Pening adalah pentingnya untuk tidak bersikap sombong atau angkuh terhadap segala hal yang kita punya.
Tidak hanya itu, kita juga tidak boleh membeda-bedakan seseorang hanya karena penampilan fisiknya saja.
Poin penting dari kisah legenda ini adalah mengenai pentingnya dalam menghargai orang lain yang ada di sekitar kita.
Jangan pernah sekalipun meremehkan orang lain hanya karena penampilan mereka yang tidak sempurna.
Nah, selain bisa menikmati pemandangan indah dari Danau Rawa Pening, berwisata ke Semarang kurang lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khasnya.
Buku Semarang: Culinary & Nongkrong Recommended adalah buku referensi kuliner yang dibuat oleh Raffendie dan Ika Puspita.
Di dalamnya berisi informasi mengenai banyak tempat nongkrong yang bagus dan seru untuk didatangi, dan pastinya menghidangkan menu kuliner yang lezat.
Buku ini akan membuat siapa saja tergoda untuk berkunjung ke Semarang, mencicipi berbagai macam masakan khas kota ini yang tidak ada di kota mana pun.
Bukunya dapat dipesan melalui Gramedia.com.