Pada sesi yang berlangsung pada Sabtu, (2/9) pukul 16.00-17.30 WIB di Galeri Emiria Soenassa, turut menghadirkan beberapa pegiat literasi dari berbagai komunitas.
Kegiatan yang bertajuk “Asam Garam Merawat Komunitas Literasi di Indonesia” mengundang beberapa klub baca, seperti Baca Bareng, Sofa Literasi, Buibu Baca Buku Book Club, BukuAkik, Klub Buku Petra, ForumTBM, dan Klub Buku Narasi.
Pada diskusi yang dipandu oleh Dewi Kharisma Michellia ini, masing-masing narasumber menyampaikan kendala-kendalanya selama berada dalam komunitas literasi.
Hestia Istivani selaku inisiator Baca Bareng menyampaikan bahwa salah satu kendala yang ia dapatkan sejak membangun komunitas ini adalah penyesuaian jadwal dengan para peserta.
Namun, hal tersebut tidak menjadi penghambat baginya untuk menciptakan sebuah lingkungan positif dengan aktivitas membaca dalam senyap di ruang publik.
Kendala penyesuaian waktu juga dialami oleh komunitas Buibu Baca Buku Book Club.
Sebagai pengelola, Puty Puar sendiri menyadari bahwa berhubung target komunitas ini adalah para ibu-ibu yang tentunya juga memiliki banyak kegiatan.
“Kendalanya kan targetnya ibu-ibu dan sudah pasti memiliki banyak kegiatan. Jadi yah gitu. Tapi, kita coba buka secara daring agar bisa menyesuaikan dan menjangkau juga hingga keluar pulau,” kata seorang ibu sekaligus sekaligus penulis buku itu.
Lebih jauh lagi, Klub Buku Petra yang diasuh oleh Maria Pankratia di tanah Flores itu justru memiliki rangkaian kendala yang lebih terasa.
Seperti infrastruktur, ekspedisi pengiriman buku, hingga kepada kendala mengajak masyarakat untuk memilik rasa simpati terhadap literasi.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
“Perihal akses buku di Indonesia Timur adalah bukan hal yang jadi masalah lagi. Tapi justru ongkos kirimnya itu lebih mahal dari harga bukunya itu sendiri,” cetusnya.
Perihal menaruh minat kepada literasi, Opik selaku perwakilan Forum TBM memiliki pandangan bahwa mau sebanyak apapun buku yang kita miliki tapi tidak ada kegiatan kreatif, maka itu akan menjadi suatu hal yang sulit dalam menarik selera baca seseorang.
“Mau sebanyak apapun buku tapi kalau nggak ada kegiatan kreatif maka nggak bisa juga menghadirkan minat baca orang-orang karena itu selera. Sehingga kita perlu terhadap tiga elemen ini, yaitu tenaga relawan, buku, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Ini kiranya yang perlu kita gaungkan untuk meningkatkan selera membaca masyarakat,” tutupnya.
Hingga pada pembicaraan Tenni Purwanti selaku perwakilan dari Klub Buku Narasi (KBN).
Ia merasa bahwa di tengah gempuran perkembangan teknologi, membuat buku tak lagi menjadi satu-satunya pilihan atas media hiburan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi komunitas literasi dalam menggaungkan semangat membaca.
KBN yang telah dibentuk sejak 2019 ini, terus memfasilitasi kepada para pembaca dalam menyebarluaskan informasi dari apa yang mereka telah dapatkan.
“Jadi kita nge-repost itu gunanya untuk memfasilitasi mereka terhadap apa yang ia dapatkan dalam buku itu. Sekaligus ini bisa memberikan informasi kepada orang lain bahwa ada buku ini loh,”ungkap penanggung jawab Social Media Development KBN itu.
Adapun klub buku seperti BukuAkik yang dinakhkodai Tomi Wibisono masih terkendala pada kesadaran lingkungan dalam merawat buku-buku dan kegiatan jual-beli buku yang masih kurang ekonomis.
Sedangkan untuk Sofa Literasi sendiri yang dikelola oleh Kanaya Shopia masih terkendala pada keterbatasan genre buku yang mereka fokuskan, mystery thriller karena kebanyakan buku yang bergenre tersebut menggunakan cetakan lama.