Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tips Mengasuh Balita dengan Kepala Dingin di Fase Otonomi

Kompas.com - 04/05/2022, 12:00 WIB
Tips mengasuh balita Sumber Gambar: Canva Tips mengasuh balita
Rujukan artikel ini:
Parent-Things: Yang Terlewat Dari Parenting
Pengarang: Dhuha Hadiyansyah
Penulis Renny Novita
|
Editor Ratih Widiastuty

Banyak orang tua yang terserang sakit kepala ketika anak menangis, berteriak, atau bahkan menjatuhkan diri ke lantai untuk mendapatkan apa yang diinginkan, atau ketika anak mogok makan, dan bahkan tidak mau berbicara dengan orang tua.

Jika kamu baru mengalami situasi ini, maka anak tengah memasuki fase otonomi, di mana dia mempunyai kecenderungan untuk membangkang.

Kapan Dimulai Fase Otonomi?

Fase otonomi adalah bagian dari perkembangan setiap manusia, dan ada baiknya untuk para orang tua tidak mengaitkan ini dengan karakter anak, apalagi mengatakan mereka sebagai anak pembangkang.

Fase otonomi sama seperti fase lainnya yang akan muncul sementara di kehidupan anak.

Umumnya fase ini terjadi di tahun kedua kehidupan anak, karena ada dorongan untuk melepaskan diri dari orang tua dan menegaskan keinginannya sendiri.

Kesulitan dalam mengekspresikan apa yang dia inginkan, ditunjukan dengan reaksi anak berupa kemarahan dan pembangkangan, yang terkadang orang tua artikan dengan tantrum.

Lalu, bagaimana orang tua bisa dengan sabar ketika anak berada di fase otonomi ini?

Tips Mengasuh Balita di Fase Otonomi

Menghadapi perilaku anak balita yang membuat kita mengusap kening membutuhkan kesabaran dan perilaku tetap tenang.

Lima tips mengasuh balita berikut ini dapat membantu kamu dalam menghadapi anak dalam fase otonomi.

1. Jangan Dimasukan ke Hati

Perilaku anak tidak menggambarkan karakter mereka yang sesungguhnya.

Tidak perlu sampai kehilangan kendali dan marah, bahkan menyalahkan pasangan atau menuduh mereka yang menurunkan gen ini kepada anak.

Perilaku anak tidak usah dimasukan ke dalam hati.

Anak berlaku membangkang bukan karena mereka ingin menguji kesabaran kamu.

Mereka belum mengerti tentang emosi, termasuk cara mengendalikan amarah dan ketakutan, yang diekspresikan dengan cara mengamuk.

Jika kamu membiarkan diri kamu terbawa emosi, hal ini hanya akan meningkatkan ketakutan, yang berdampak meningkatkan perilaku anak untuk membangkang.

Apalagi sampai menghukum mereka, baik itu dengan verbal ataupun secara fisik, yang bisa berdampak pada kondisi psikologis anak.

2. Menanggapi Anak dengan Serius

Anak sekarang sedang berada di dalam fase mandiri dan mulai mengeksplorasi keinginannya.

Agar fase ini dapat terlewati dan memberikan pengaruh positif, kita harus menanggapi mereka dengan serius dan bersedia berkompromi dengan mereka.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Dengarkan apa yang ingin mereka utarakan, karena kesulitan untuk mengekspresikan keinginan ini terkadang yang membuat mereka frustasi.

Bantu dan bimbing mereka untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya.

3. Bersikap Konsisten

Ketika anak marah-marah, berteriak, bahkan sampai mengamuk ketika menginginkan sesuatu yang tidak ingin kita berikan, coba lihat kembali apakah keinginan ini sering atau tidak pernah diajukan sebelumnya.

Jika kita memang tidak ingin memberikannya, maka jangan sampai jawaban kita berubah hanya karena teriakan mereka dan tetap bersikap konsisten.

Anak perlu tahu bahwa dengan berteriak, menangis, dan mengamuk tidak akan membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Namun ini harus dilakukan sejak dari awal, karena jika anak sudah terpaku dengan pola berteriak untuk mendapatkan keinginannya, akan sulit bagi kamu merubah kebiasaan mereka.

Tidak Mengulang Kembali Masa Lalu

Keberhasilan parenting salah satunya tergantung bagaimana kondisi orang dewasa menangani permasalahan mereka termasuk trauma masa kanak-kanak yang mereka alami.

Menurut Dhuha Hadiansyah, konselor parenting yang menulis seluk beluk pengasuhan anak dalam bukunya Parent-Things yang Terlewat dari Parenting, sebaiknya orang tua menyembuhkan diri dahulu jika mereka mempunyai jejak masa kanak-kanak yang membelenggu.

Ada paradoks dalam parenting, yaitu semakin seorang anak menjadi korban kekerasan orang tua, semakin dia terikat dengan orang tua.

Maksud “terikat” di sini adalah memandang baik cara orang tua memperlakukan dirinya.

Ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang merasa bertindak benar ketika menjiplak cara orang tua memperlakukan dirinya.

Padahal yang seharusnya adalah memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya dan tidak memasukan unsur kekerasan baik itu secara verbal maupun fisik.

Mengasuh anak terutama anak balita membutuhkan ketelatenan dan konsistensi, serta harus dilakukan sedini mungkin.

Di dalam buku Parent-Things yang Terlewat dari Parenting, Dhuha menyebutkan bahwa pola asuh yang hangat dan responsif adalah dasar bagi perkembangan kesehatan sosial, mental, dan kognitif anak.

Menjadi orang tua memberikan kita kesempatan untuk terus belajar dan mengevaluasi diri.

Buku Parent-Things yang Terlewat dari Parenting bisa kalian beli di Gramedia.com atau toko buku Gramedia di kotamu.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau