“That maybe happiness is something that we can only pursue and maybe we can actually never have it. No matter what.”
Kalimat bernada pesimis itu diucapkan oleh Christopher Gardner, yang diperankan oleh Will Smith, dalam film “Pursuit of Happyness” (2006).
Pesimisme yang kental dalam kalimat itu menunjukkan rasa frustrasi manusia dalam mengejar kebahagiaan.
Seakan-akan, bahagia adalah hal yang paling sulit—untuk tidak mengatakan mustahil—dicapai dalam kehidupan.
Memang, pencarian kebahagiaan telah menjadi bagian dari sejarah panjang kehidupan manusia.
Sejak dulu kala, manusia berlomba-lomba mendefinisikan dan mencari tahu apa sebenarnya kebahagiaan itu.
Aristoteles, filsuf Yunani Kuno, mengaitkan kebahagiaan dengan pencapaian segala sesuatu, baik kekayaan, kekuasaan, pengetahuan, hingga relasi sosial.
Di sisi berlawanan, kaum Stoik menilai kebahagiaan hanya bisa didapatkan ketika kita pasrah dan menerima keadaan.
Regis Machdy, penulis Loving the Wounded Soul yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, berusaha memberi kesadaran baru bahwa pencarian kebahagiaan tidak sesederhana meraih segala sesuatu di dunia, seperti yang dimaksudkan Aristoteles.
Pun untuk pasrah dan legawa dalam menerima keadaan, seperti cita-cita mulia kaum Stoik, bukan hal yang serta-merta bisa dilakukan dengan mudah.
Menumbuhkan Cinta pada Jiwa yang Terluka
Ada dua hal penting yang menurut saya menarik dari Loving the Wounded Soul.
Pertama, psikologi yang menyelamatkan.
Dalam buku ini, Regis Machdy berangkat dari pengalamannya sendiri mencari kebahagiaan.
Dalam kasus Regis, mencari bahagia sama dengan melawan depresi berat yang menghantuinya sejak remaja.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Regis sempat 42 kali bolak-balik ke psikolog dan psikiater untuk sembuh dan bangkit dari keterpurukan.
Psikologi punya peran penting dalam hal ini.
Melawan depresi tak akan ada habisnya sebelum kita benar-benar memahami tentang depresi dan kesehatan mental.
Lewat Loving the Wounded Soul, Regis berniat menjembatani jurang antara masyarakat awam yang belum memahami isu-isu kesehatan mental dengan ilmu psikologi.
Dengan mencampurkan teori-teori psikologi dan pengalaman psikologisnya sendiri, Regis menyajikan pemahaman yang komprehensif tentang depresi dari berbagai sudut pandang dan usaha menuju hidup bahagia.
Kedua, jiwa-jiwa yang menyembuhkan.
Pemahaman tentang depresi dan kesehatan mental saja tidak cukup untuk mencapai kebahagiaan jiwa.
Dibutuhkan kekuatan dari dalam untuk bisa menghadapi kesedihan yang dirasakan.
Pun pada saat yang sama, dibutuhkan uluran tangan dan bantuan dari orang lain, yang menyadarkan bahwa kita tak pernah berjalan sendiri.
Pada akhirnya, Loving the Wounded Soul bukanlah sebuah buku tentang cara sukses mencapai kebahagiaan.
Buku ini juga bukan kumpulan tips keluar dari depresi dan kesedihan.
Loving the Wounded Soul adalah refleksi panjang yang mengajak kita merenungkan bahwa upaya menjadi bahagia selalu bermula dari proses menumbuhkan cinta pada jiwa yang terluka.
Buku Loving the Wounded Soul bisa kalian dapatkan secara online di Gramedia.com.
Dapatkan juga gratis voucher diskon yang bisa kalian gunakan tanpa minimal pembelian. Klik di sini untuk dapatkan gratis vouchernya.