Kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi di Indonesia.
Jumlah kasusnya terus meningkat sejak tahun 2000.
Perlindungan hukum terhadap korban pun kerap sulit didapatkan.
Kenyataan yang menyedihkan ini tak luput dari radar penulis perempuan Indonesia. Dan, memang tidak boleh terlewat dari perhatian mereka.
Seperti yang dinyatakan oleh Jean Paul Sartre dalam buku What is Literature, karya sastra bukanlah sesuatu yang menenangkan, tapi yang menggugat, sebuah katalis yang memprovokasi kita untuk mengubah dunia, mengubah diri sendiri.
Karya yang Membicarakan Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Melalui novel, cerpen, dan puisi, para penulis perempuan Indonesia telah bersuara untuk menentang kekerasan pada perempuan dan anak.
Mari kita sebut beberapa judul yang telah terbit di tahun silam: Nayla karya Djenar Maesa Ayu, Tarian Bumi karya Oka Rusmini, dan Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha.
Beberapa judul yang belum lama terbit adalah Sambal dan Ranjang karya Tenni Purwanti, Lebih Senyap dari Bisikan karya Andina Dwifatma, dan Kita Pergi Hari Ini karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie.
Di novel Lebih Senyap dari Bisikan, Andina menulis tentang perempuan yang menghadapi tuntutan dari seluruh dunia; keluarga dan masyarakat.
Novel ini akan mengusik siapapun yang masih suka bertanya kapan nikah, kenapa belum punya anak, dan kenapa anaknya baru satu.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Pembaca diajak mengikuti perjalanan Amara menemukan kembali dirinya sebagai perempuan yang mandiri.
Sementara, pada novel Kita Pergi Hari Ini, Ziggy memotret masalah di sebuah keluarga yang memiliki anak namun tidak memiliki uang.
Dibalut dengan teknik bercerita yang mengaduk-aduk emosi, novel ini menampilkan perihal eksistensi anak di dunia.
Anak-anak (dan kucing) ditampilkan sebagai tokoh utama dengan membawa salah satu pesan cerita; buat apa dilahirkan jika akan ditelantarkan.
Lantas, pada kumpulan cerpen Sambal dan Ranjang, di awal cerpen “Surat untuk Anak Perempuanku” Tenni membuka dengan kalimat:
"Saat aku menulis surat ini, seorang istri di Bali sedang kesakitan karena kakinya ditebas dengan parang hingga putus oleh suaminya sendiri. Alasannya, hanya karena cemburu. Seorang perempuan lain di Tangerang menanggung malu karena ditelanjangi, dipukuli, dan dibawa berkeliling oleh warga akibat dituduh berbuat mesum dengan pasangannya sendiri. Perempuan 14 tahun di Kendari diperkosa bergilir oleh 14 laki-laki."
Sebuah paragraf pembuka yang ditulis dari data aktual, yang menunjukkan betapa negeri ini ada di masa gawat darurat kekerasan pada perempuan dan anak.
Membaca dapat menggugah cara pandang dan membangun kesadaran.
Dengan membaca karya para penulis perempuan di atas, pembaca diharapkan dapat lebih menghargai perempuan, berpihak pada korban kekerasan, dan dapat ikut aktif menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak yang tampaknya masih jauh dari kondisi ideal di Indonesia.
Segera baca seluruh novel di atas tanpa takut dompet menipis! Karena kamu sudah membaca artikel hingga selesai, kamu dapat gratis voucher diskon yang bisa digunakan untuk membeli buku-bukunya di Gramedia.com! Yuk, langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.