Klitih adalah sebuah fenomena yang sejatinya sudah dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta sejak zaman dahulu. Dulu, klitih adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengisi waktu luang. Biasanya klitih ini dilakukan dengan mengisi teka teki silang, menjahit, atau jalan-jalan sore.
Akan tetapi, saat ini, makna klitih kemudian mengalami pergeseran menjadi kegiatan yang negatif sejak tahun 2004. Di mana, para remaja memanfaatkan waktu luang yang mereka miliki dengan mencari musuh di jalanan. Lantas, seperti apa sejarah klitih yang sebenarnya? Simak penjelasannya berikut ini.
Arti Klitih
Klitih berasal dari Bahasa Jawa yang memiliki arti suatu aktivitas untuk mencari angin di luar rumah. Sementara itu, ada juga yang menyebut kalau klitih dari sebutan “Pasar Klitikan” yang ada di Yogyakarta.
Di mana merupakan suatu aktivitas santai sambal mencari barang bekas atau dalam Bahasa Jawa disebut dengan “klitikan”.
Pada awalnya, istilah klitih ini mempunyai makna yang positif, di mana menggambarkan seseorang yang sedang mengisi waktu luangnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, istilah klitih berubah menjadi sebuah tindakan kejahatan dengan cara menyerang seseorang secara acak.
Istilah klitih kekinian dikenal dengan sebuah fenomena penyerangan dengan menggunakan senjata tajam oleh sekelompok orang yang mengendarai sepeda motor. Namun, tahukah kalian, bahwa sejarah klitih bukanlah hal seperti itu.
Aksi klitih yang saat ini terjadi adalah dilakukan oleh orang-orang secara bergerombol dengan menggunakan senjata tajam berjenis golok, pedang, bahkan sampai gir sepeda motor yang sudah dimodifikasi.
Aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta ini marak terjadi sampai membuat masyarakatnya gram.
Klitih ini biasanya terjadi pada malam hari dengan menyusuri sebuah jalanan yang sepi.
Lalu, si pelaku langsung menyabet para korbannya secara bergerombol sampai menimbulkan banyaknya luka parah, bahkan tidak jarang bisa menyebabkan kematian.
Sejarah Klitih
Fenomena klitih sebetulnya sudah dimulai sejak awal tahun 1990-an, di mana kepolisian mengelompokkan geng remaja yang ada di daerah Yogyakarta. Kepolisian diketahui sudah memiliki informasi yang berkaitan dengan geng remaja dan kelompok anak mudah yang melakukan kejahatan.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Lalu, setelah orde baru, para pelajar yang terlibat tawuran, akan dikeluarkan dari sekolahnya.
Hal ini yang membuat para pelajar kemudian berkeliling dan mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih tersebut.
Alasan dari para remaja yang melakukan aksi klitih ini adalah karena mereka ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya.
Para anak mudah yang melakukan klitih mengklaim bahwa dirinya mendapatkan reputasi yang bagus di lingkungannya karena berani melakukan hal tersebut.
Selain itu, anak muda yang melakukan klitih ini juga mempunyai masalah pribadi tersendiri ataupun masalah dengan keluarganya yang cenderung bisa membuat mereka menjadi pelaku klitih.
Adanya fenomena klitih dalam tindakan kriminalitas di jalanan, terkadang membuat masyarakat sekitar yang memergokinya menjadi main hakim sendiri dalam urusan penangkapan pelaku.
Dalam hal pengadilan jalanan untuk pelaku kriminalitas, kamu bisa mempelajarinya melalui buku yang berjudul Pengadilan Jalanan Dalam Dimensi Kebijakan Kriminal yang ditulis oleh Fathul Achmadi Abby.
Buku ini berusaha untuk bisa memberikan pemahaman kepada setiap pembacanya bahwa pengadilan jalanan ini sangat identik dengan tindakan main hakim sendiri. Biasanya, pengadilan jalanan ini dilakukan oleh sekelompok orang terhadap seseorang yang diduga melakukan criminal, seperti pencurian.
Pengadilan jalanan memang salah satu bentuk kekerasan yang kerap muncul di tengah masyarakat. Kekerasan ini biasanya berupa tindakan sekelompok orang yang melakukan pemukulan secara beramai-ramai kepada orang yang diduga melakukan aksi kriminal seperti pencurian atau aksi yang tidak manusiawi.
Pengadilan jalanan disebut sebagai bentuk kekerasan karena bisa membuat korbannya tidak hanya luka-luka saja, bahkan bisa membuatnya kehilangan nyawa.
Buku ini memberikan informasi jika terdapat tawaran progresif dengan pengadilan jalanan yang ada di antara kebijakan hukum pidana dan juga hukum non pidana.
Kebijakan kriminal yang disebutkan di dalam buku ini berorientasi pada penggunaan sarana hukum pidana yang cenderung tidak efektif pada implementasinya.
Nah, buku ini sangat cocok untuk para praktisi hukum, hakim, mahasiswa jurusan hukum, pengacara, ataupun masyarakat luas yang memiliki ketertarikan di bidang hukum. Buku ini bisa langsung kamu pesan dan beli melalui gramedia.com.
Penulis: Nurul Ismi Humairoh