Kamu pasti sudah tidak asing dengan karya sastra pantun karena mungkin sudah mempelajarinya sejak Sekolah dasar. Meskipun tidak sepopuler dulu, pantun memiliki hal menarik untuk dipelajari.
Termasuk sejarah asal-usulnya sebagai karya sastra lama Indonesia hingga akhirnya sekarang sudah jadi warisan tak benda Dunia yang sudah ditetapkan UNESCO. Kita patut banggga karena pantun juga bagian dari budaya Indonesia.
Sejarah Karya Sastra Pantun
Pantun adalah senandung atau puisi rakyat yang diberi nada. Dalam sastra, pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan novel populer kontemporer. Kata pantun sendiri memiliki kemiripannya dengan kata Parikan dari bahasa Jawa.
Parikan berasal dari kata parik yang dalam bahasa Melayu berarti peribahasa atau peribahasa. Makna ini mirip dengan umpama dan seloka, yang berasal dari India. Pantun adalah sastra lisan yang pertama kali ditulis oleh pengarang kontemporer bernama Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau.
Koleksi pertama dari pantun berjudul Perhimpunan Pantun-pantun Melayu. Genre pantun ini adalah salah satu genre yang paling bertahan lama di masanya. Pantun adalah salah satu jenis puisi tertua yang dikenal luas dalam bahasa-bahasa nusantara.
Dalam perkembangannya, Pantun berasal dari kata Minangkabau Patuntun, yang berarti “kepemimpinan”. Namun tidak ada yang benar-benar mengetahui tentang kapan pantun ini pertama kali muncul dan dari mana asalnya.
Juga, tidak banyak yang diketahui tentang arti sebenarnya dari kata-kata dalam pantun itu. Teks Melayu paling awal yang ditemukan yang menyebut Pantun sebagai bentuk puisi populer di masyarakat Melayu adalah teks puisi sufi karya Abdul Jamal.
Abdul Jamal tinggal di Barus dan Aceh pada abad ke-17 dan hidup pada abad ke-13 dan merupakan murid Syekh Syamsuddin Pasai. Pantun Abdul Jamal disebut puisi dengan kata-kata seperti bandun, bantun, lantun.
Secara implisit, pantun disebut dalam puisi atau syair sebagai puisi yang diucapkan secara spontan. Biasanya untuk cemoohan, lelucon, dan hiburan. Berbagai jenis pantun dapat dilihat dalam perkembangannya.
Dilihat dari isi, pantun dapat digolongkan menjadi: pantun anak-anak, pantun tentang cinta dan kasih sayang, pantun tentang adat dan gaya hidup Melayu, pantun teka-teki, pantun pujian atau sambutan, pantun nasehat, pantun agama, dan pantun cerita.
Sebagai karangan yang terikat oleh aturan-aturan rima tertentu, rima pantun memiliki sifat-sifat tertentu. Pantun terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai bayangan dari maksud yang ingin disampaikan dan isi berperan sebagai makna atau ide yang ingin diungkapkan.
Sebuah pantun biasanya terdiri dari empat baris, setiap baris terdiri dari 8 sampai 12 suku kata, diakhiri dengan pola berima a-b a-b dan a-a-a-a (bukan a-a-b-b atau a-b-b-a). Pantun pada awalnya adalah sastra lisan, tetapi sekarang ada juga pantun tertulis.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Semua bentuk Pantun pasti memiliki ciri khas, yakni terdiri dari dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran sering dikaitkan dengan alam di dua baris pertama (mencirikan budaya bertani masyarakat pendukung) dan biasanya tidak relevan dengan bagian kedua yang memang menyampaikan tujuan selain memberikan rima atau sajak saja.
Awalnya pantun merupakan sebuah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan sebagai pertunjukan (Fang, 1993: 195). Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari parik Jawa, yang berarti peribasan atau peribahasa dalam bahasa Melayu.
Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari kata dasar tun, yang muncul dalam berbagai bahasa Indonesia. Misalnya, di Pampanga, tuntun berarti teratur, dan dalam bahasa Tagalog, jaga berarti berbicara menurut aturan tertentu.
Kata tuntun dalam bahasa Jawa berarti benang, atuntun berarti rapi, matuntun berarti memimpin, dan dalam bahasa Toba pantun berarti sopan santun dan kehormatan.
Pada akhirnya, Pantun adalah budaya Melayu yang perlu dilestarikan hingga saat ini. Selain indah dan enak dipandang, sastra lisan ini juga bisa digunakan untuk bercanda dengan anak-anak dalam suasana formal.
UNESCO Menetapkan Pantun Sebagai Warisan Tak Benda Dunia
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan Pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Malaysia. Penetapan pantun sebagai warisan budaya tak benda berlangsung pada tahun 2020 lalu.
Pengumuman pantun sebagai warisan budaya takbenda juga diumumkan oleh UNESCO melalui akun Twitternya @UNESCO. Dalam tweet tersebut, UNESCO mengucapkan selamat kepada Indonesia dan Malaysia.
UNESCO menyatakan sajak sebagai warisan tak benda. Hal ini juga karena pantun masih digunakan sampai sekarang dan hidup di tengah-tengah masyarakat. hal tersebut menunjukan bahwa pantun adalah budaya yang perlu dilestarikan.
Kamu bisa belajar pantun dari berbagai buku. Buku Kumpulan Majas, Pantun & Peribahasa Plus Kesusastraan Indonesia yang ditulis Ernawati Waridah berisi majas, pantun, peribahasa dan sastra Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia dan generasi penerus negara, sudah sepatutnya kita berbangga dan mengapresiasi produk budaya negara ini. Hal ini sejalan dengan pepatah yang mengatakan bahwa budaya mengekspresikan jati diri bangsa.
Kamu dapat belajar banyak dengan mempelajari budaya negara. Diantaranya adalah bahwa budayanya adalah perekat yang menyatukannya dan modal yang membangun negara menjadi lebih baik. Buku ini sendiri bisa kamu pesan dan beli di Gramedia.com!
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.