Putlizer merupakan penghargaan tertinggi bagi karya jurnalisme cetak di Amerika Serikat dalam bentuk foto maupun tulisan.
Seiring perkembangan zaman, selain karya jurnalistik, Penghargaan Putlizer juga diberikan untuk bidang kesenian, salah satunya ialah karya sastra.
Salah satu karya sastra yang berhasil memenangkan Penghargaan Putlizer adalah novel All the Light We Cannot See yang ditulis oleh Anthony Doerr.
Tidak heran mengapa novel ini berhasil memenangkan penghargaan tersebut, karena Doerr mampu menghadirkan sejarah, mitos, hingga romansa di dalam jalan ceritanya.
Cerita fiksi sejarah yang dihadirkan di sini memiliki elemen yang lengkap dalam sebuah karya sastra, sehingga tidak mengherankan jika banyak sekali pembaca yang menikmati buku ini, sekaligus mampu menjadi best seller dalam waktu beberapa tahun.
Bahkan, kabarnya sejak pertama kali terbit di tahun 2014 hingga sekarang, buku ini telah terjual sebanyak 15 juta copy di seluruh dunia.
Perang memang kerap meninggalkan luka bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya, dan biasanya yang paling dirugikan ialah masyarakat sipil yang harus dipaksa menerima derita tanpa bisa memilih.
Hal ini juga yang bisa ditampilkan Doerr dalam buku All the Light We Cannot See yang menghadirkan dua tokoh yang terjebak dalam derita Perang Dunia kedua.
Sebagai sebuah karya sastra, All the Light We Cannot See mampu menunjukkan tajinya dengan mengeksplorasi tragedi yang diciptakan oleh sebuah perang melalui dua tokohnya.
Kedua tokoh ini tampak mampu menarik simpati pembaca lewat kisah hidup mereka yang tragis dengan pilihan hidup yang mereka tentukan sendiri, terlepas dari perang yang terjadi.
Baca juga: Contoh Cerita Fiksi
Sinopsis Buku All the Light We Cannot See
All the Light We Cannot See bercerita tentang dua tokoh yang berbeda, di mana mereka pada akhirnya akan bertemu dalam jalan ceritanya.
Kedua tokoh tersebut ialah seorang gadis bernama Marie-Laure LeBlanc yang terlahir dengan kondisi tuna netra di Paris, Perancis, dan tokoh lainnya, yakni seorang laki-laki bernama Werner Pfening yang tumbuh besar di panti asuhan di Zollverein, Jerman.
Meskipun terlahir tuna netra, Marie-Laure sudah dididik agar mampu mandiri oleh ayahnya.
Bahkan sejak dini, Marie-Laure sudah diajarkan untuk membaca buku braille agar memiliki kecerdasan dan wawasan yang luas.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Ayahnya sendiri bekerja sebagai kepala penjaga di sebuah museum nasional di kota Paris.
Ia ditugaskan untuk menjaga sebuah permata berharga yang menjadi incaran banyak orang, salah satunya adalah tentara Jerman.
Ketika pada akhirnya Jerman menginvasi Perancis, Marie-Laure harus diungsikan ke rumah pamannya di Saint-Malo dan ia juga dititipi permata yang dijaga oleh ayahnya agar tidak dapat dirampas oleh pihak Jerman.
Sementara itu, terdapat pula tokoh Werner yang berhasil bergabung ke dalam pasukan tentara Jerman akibat keahliannya dalam bidang listrik.
Werner sendiri merupakan salah satu prajurit andalan karena sudah mendapatkan pelatihan yang tidak mudah untuk bisa bergabung bersama pasukan tentara Jerman.
Werner pada akhirnya ditugaskan untuk membantu Mayor Reinhold von Rumpel untuk mencari dan mendapatkan permata berharga yang kini berada di tangan Marie-Laure.
Sebetulnya, Werner pribadi tidak pernah setuju akan invasi Jerman ke Perancis, bahkan ketika ia tahu jika permata tersebut ada di tangan Marie-Laure, ia tak mampu untuk tidak membelanya karena mengingatkan Werner pada sosok adiknya.
Dimulailah kisah dan pergolakan yang diakibatkan oleh Perang Dunia II yang mempertemukan dua orang dengan latar yang berbeda, tapi sama-sama harus menghadapi tragedi yang sama, yakni derita akibat perang.
Review Buku All the Light We Cannot See: Harapan di Tengah Peperangan
Kata “Light” yang disematkan pada judulnya tidak hanya sebagai title belaka, karena memang mendefinisikan harapan kedua tokohnya akan kehidupan yang lebih baik, meskipun harus merasakan penderitaan akibat perang.
Buku All the Light We Cannot See dapat dengan mudah dinikmati walaupun mempunyai dua cerita dari kedua tokohnya.
Setting pada Perang Dunia II yang dihadirkan seakan mampu membawa pembaca ke masa itu melalui dua karakter yang harus menghadapi konflik, baik internal maupun eksternal, sehingga pada setiap babnya kita akan selalu dibuat penasaran akan nasib dari kedua tokohnya tersebut.
Dibungkus dengan gaya bercerita dan tulisan yang indah, membuat All the Light We Cannot See memang layak mendapatkan Penghargaan Putlizer.
Tidak hanya memberikan cerita fiksi yang berlatar belakang fakta, Doerr juga mampu mengemasnya dengan cara yang apik dan menarik.
Jika kamu penasaran ingin membaca salah satu karya fiksi terbaik dunia ini, langsung saja beli dan pesan melalui Gramedia.com.
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.