Review Buku What's So Wrong About Your Self Healing: Pola Asuh dan Trauma

Lihat Foto
Sumber Gambar: Gramedia.com
Rujukan artikel ini:
What's So Wrong About Your…
Pengarang: Ardhi Mohamad
Penulis Lika Purnama
|
Editor: Ratih Widiastuty

Topik self healing sedang sangat ramai dibicarakan, dari media sosial hingga terbawa pada percakapan sehari-hari dengan orang di sekitar kita.

Self healing adalah upaya pemulihan luka batin yang dilakukan oleh diri kita sendiri, tujuannya agar lebih memahami, bisa menerima kelebihan dan kelemahan yang kita punya, serta menghindarkan diri dari pemikiran-pemikiran negatif yang memicu gangguan kesehatan mental.

Berkaitan dengan tren ini, Ardhi Mohamad menulis buku cukup unik yang berjudul What’s So Wrong About Your Self healing.

Buku setebal 276 halaman ini mengupas tuntas tentang apa yang keliru pada konsep self healing yang dipahami banyak orang selama ini.

Salah satu bab paling menarik dari buku ini membahas mengenai pola asuh orang tua dan trauma yang kita bawa hingga dewasa.

Pola Asuh Adalah Awal Mula Bagaimana Kehidupan Seorang Anak Terbentuk

Dalam buku ini, Ardhi menekankan bahwa apa yang membentuk manusia ketika mereka dewasa sebagian besar berasal dari bagaimana orang tua mengasuh mereka ketika kecil.

Anak yang tumbuh dengan ceria, percaya diri, dan memiliki konsep diri yang baik sangat mungkin berasal dari orang tua yang responsif dan suportif.

Sedangkan, anak yang tumbuh dengan menutup diri, dan memiliki konsep diri yang buruk juga sangat mungkin disebabkan oleh pola asuh yang demanding dan unresponsive.

Ardhi mengutip teori pola asuh orang tua dari Diana Baumrid.

Ia menjelaskan dengan sangat mudah dimengerti bahwa ada 4 tipe pola asuh yaitu authoritative, authoritarian, permissive, dan uninvolved.

1. Authoritative

Orang tua yang memilih cara asuh ini memiliki serangkaian aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya.

Namun meski begitu, mereka tidak akan semena-mena dan tetap memberikan anaknya ruang untuk berdiskusi dan mendengarkan apa yang anaknya ingin sampaikan.

Mereka menuntut namun juga memberikan respon yang baik sehingga anak tidak berada dalam tekanan berlebih.

Karena itulah pola asuh ini disebut sebagai pola asuh yang hangat namun tetap tegas.

2. Authoritarian

Berbanding terbalik dengan pola asuh authoritative, orang tua dengan gaya authoritarian sangat demanding namun tidak mau mendengar.

Mereka memiliki tuntutan yang tinggi namun tidak responsive.

Anak cenderung dibatasi dan tidak bisa bebas mengekspresikan diri.

Pada pola asuh ini, komunikasi antara orang tua dan anak cenderung kaku dan dingin.

3. Uninvolved

Jenis orang tua dengan gaya ini bisa dibilang “masa bodoh” dengan anak-anaknya.

Kehadiran mereka jarang dirasakan.

Anak tidak diberi tuntutan juga tidak diberi support dan respon yang memadai, sehingga anak harus tumbuh untuk “mengatur” dirinya sendiri, dan tidak jarang anak dengan pola asuh ini berlari ke tempat yang menerima mereka seperti keluarga, meskipun dalam konteks yang salah.

4. Permissive

Orang tua dengan tipe pola asuh ini sangat senang memanjakan anaknya secara berlebihan.

Mereka tidak memiliki tuntutan dan selalu ingin melakukan segalanya agar anak-anaknya tidak merasa kesulitan.

Tapi hal tersebut justru berdampak buruk karena anak jadi tidak memiliki daya juang dan menganggap semua bisa diselesaikan oleh orang tuanya.

Intergenerational Trauma

Intergenerational trauma adalah trauma yang diwariskan antar generasi, misalnya nenek ke ibu atau ayah kemudian menurun ke anak.

Trauma ini berawal dari peristiwa traumatis yang mungkin dialami oleh seorang individu dalam keluarga.

Trauma ini tidak terselesaikan dengan baik sehingga tanpa sadar diwariskan secara turun temurun.

Trauma ini juga berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Seperti yang kita tahu bahwa anak memiliki coping mechanism dan meniru apa yang ia dapat dari pola asuh orang tua, maka jika orang tua mencontohkan perilaku buruk, maka anak akan tanpa sadar mengikutinya.

Seorang ibu yang dulunya dibesarkan dengan perilaku kasar, akan cenderung berlaku sama ke anaknya, karena ada trauma yang membekas dan dibiarkan begitu saja.

Anak yang tumbuh dari perlakuan kasar tadi juga akan mengulang kejadian yang sama dan begitu seterusnya.

Pembentukan Self Esteem

Self esteem adalah keseluruhan penilaian kita tentang diri kita sendiri.

Jika kita memiliki self esteem yang tinggi, kita akan dapat secara terbuka melihat value diri kita dan dapat terpacu untuk terus berjuang melewati apapun kesulitan hidup.

Sebab, kita menyadari bahwa diri kita berharga.

Sebaliknya, jika self esteem kita rendah, kita akan merasa buruk, tidak ada semangat hidup, dan rentan depresi.

Ardhi Mohamad menegaskan bahwa hubungan orang tua dan anak sangat mempengaruhi kondisi self esteem anak tersebut.

Orang tua adalah bentuk hubungan pertama yang kita kenali dalam hidup.

Mereka pula yang Bersama kita setiap hari.

Hubungan yang buruk dengan orang tua akan memicu penilaian diri yang buruk pula. Ardhi mencontohkan:

Kalau orang tua gue aja nggak menerima gue, nggak peduli sama gue, nggak sayang sama gue, gimana dengan orang lain?

Akan ada kebencian-kebencian tak berdasar pada diri kita akibat pola asuh yang diterapkan orang tua kurang tepat.

Tumbuh dan Berdamai dengan Itu Semua

Satu hal yang menarik dari buku What’s So Wrong About Your Self healing ini adalah bagaimana Ardhi menyentuh pembacanya dengan seolah menjadi teman curhat paling mengerti.

Pada bab tentang orang tua ini, Ardhi tahu betul bahwa banyak problematika yang kita rasakan tentang seberapa buruk orang tua yang kita punya, dan seberapa salah pola asuh yang selama ini kita terima.

Namun bukannya menjadi provokator agar kita membenci orang tua, Ardhi justru memberi pemahaman bahwa tidak ada orang tua yang sempurna karena mereka manusia biasa.

Pun tidak ada patokan yang pasti tentang bagaimana orang tua harus memilih cara mendidik anaknya.

Daripada fokus pada faktor eksternal dan menyalahkan semua orang atas luka masa kecil yang kita terima, Ardhi mengajak kita untuk memulai dengan apa yang bisa kita lakukan, yakni belajar menerima.

Intergerational trauma tidak akan berhenti kecuali kita sendiri yang menghentikannya.

Kita harus memutus rantai beracun tersebut agar jika kelak Tuhan beri kepercayaan kita untuk menjadi orang tua, anak kita tidak merasakan hal yang sama.

Masa kecil hanyalah sebagian dari hidup, tidak menentukan seluruhnya, sebab kita masih punya kendali atas apa yang akan kita lakukan selanjutnya di masa depan.

Terima bahwa masa kecil kita tidak sempurna.

Let it go.

Berdamailah dengan seluruh luka yang pernah kita punya.

Masa kecil kita boleh hancur, tapi masih ada masa depan dengan mimpi-mimpi besar yang menanti kita wujudkan.

Buku What’s So Wrong About Your Self healing bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi